Serang, fesbukbantennews.com (20/8/2025) — Rencana Pemerintah Kota Serang melegalkan tempat hiburan malam (THM) melalui revisi Peraturan Daerah No. 11 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Usaha Kepariwisataan (PUK) akan bertentangan dengan aturan lainnya dan tidak mencerminkan budaya lokal.
“Berbagai alasan yang telah disampaikan ke publik juga memperlihatkan lemahnya urgensi atas revisi perda ini. Alasan-alasan yang disampaikan pemerintah daerah mulai dari penutupan celah penyalahgunaan izin, penegasan sanksi, hingga menaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sangat tidak relevan,” kata Hery. Kabid kebijakan publik Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) KAMMI Daerah Serang melalui rilis yang dikirimlan ke redaksi FBn, Rabu (20/8/2025).
Penyalahgunaan izin usaha yang disebut-sebut, lanjut dia, kerap terjadi sejatinya lebih merupakan masalah pengawasan dan penegakan hukum, bukan kelemahan substansi perda. Jika pemerintah memiliki perangkat pengawasan yang kuat dan berani menindak pelanggaran
yang ada, regulasi yang sekarang pun seharusnya bisa berjalan efektif tanpa perlu revisi. Meskipun Tempat Hiburan Malam (THM) dan penjualan alkohol dilegalkan di hotel-hotel,
“Potensi penyalahgunaan izin Cafe dan Restoran tentu akan tetap terjadi karena reformasi pengawasan tidak dilakukan. Padahal perda sudah tegas menyebutkan pada pasal 59 ayat 2 bahwa sanksi bagi pengusaha yang melanggar ketentuan-ketentuan bisa dilakukan pembekuan hingga pencabutan izin usaha. Selain itu, alasan lainnya bahwa revisi perda PUK bertujuan untuk menaikan PAD, hingga saat ini belum ada kajian yang disampaikan oleh pemerintah berapa potensi penambahannya? apakah benar menaikan PAD atau justru menambah beban APBD yang disebabkan oleh kerusakan sosial masyarakat yang akan datang,”tegasnya.
Legalisasi THM ,tukas dia,jelas akan bertentangan dengan prinsip penyelenggaraan kepariwisataan baik yang diatur dalam Undang-undang kepariwisataan Nomor 10 Tahun 2009, maupun di dalam perda itu sendiri, yang menyatakan bahwa “Kepariwisataan di Selenggarakan dengan Prinsip: Menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya” Sehingga revisi yang akan dilakukan berpotensi akan dibatalkan oleh gubernur atau mendagri, pun jika tetap lolos dari penilaian inkonsistensi, perda dapat diuji secara materiil di mahkamah agung.
“Selain itu, Legalisasi THM juga akan menabrak perda lainnya. yaitu perda Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pencegahan, Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit Masyarakat. Dalam perda tersebut dijelaskan bahwa hal-hal atau perbuatan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat yang tidak menyenangkan atau meresahkan masyarakat yang tidak sesuai dengan aturan agama dan adat serta tata krama kesopanan tergolong ke dalam penyakit masyarakat yang dapat membawa dampak buruk terhadap lingkungan sosial masyarakatnya.” Jelasnya.
Dengan hal ini, ujar dia, tentu kita harus mencoba untuk melakukan pencegahan dan menanggulangi segala upaya dan usaha yang bisa menyebabkan dan menimbulkan keadaan yang membawa kerusakan norma agama dan norma sosial budaya yang sudah ada pada masyarakat kota serang.
Ini tuntutan KAMMI
1. Batalkan Revisi Perda No. 11 Tahun 2019 yang tidak menjunjung norma agama dan moral sosial kultural di kota serang.
2. Menghimbau kepada Pimpinan DPRD Kota Serang dan Bapemperda untuk tidak menerima usulan perubahan perda tersebut.
3. Jika tetap dilanjutkan KAMMI akan mengajak elemen masyarakat lainnya untuk melakukan aksi massa menolak revisi tersebut.(LLJ).