Oknum Polisi Itu Minum Darah Korban yang Ditembaknya di Tol Jakarta-Merak

0
2071

Serang,fesbukbantennews.com (27/10/2015) – Kasus tewasnya Dwi Siswanto alias Wanto, bos jamu tradisional warga Bekasi oleh tiga oknum anggota Polda Metro Jaya dan seorang warga sipil yang mayatnya ditemukan di pinggir jalan Jakarta-Serang Desa Nambo Kabupaten Serang 31 Maret 2015 lalu, mulai digelar di Pengadilan Negeri (PN) Serang, Senin (26/10/2015). Dalam sidang tersebut terungkap, salah satu terdakwa oknum polisi meminum darah korban yang tewas setelah ditembak.

Dua terdakwa mendengarkan dakwaan JPU.(LLJ)
Dua terdakwa mendengarkan dakwaan JPU.(LLJ)

Ketiga terdakwa oknum polisi itu adalah Aipda Nanang Budi Antara, Bripka Didik Pramono dan Aipda Mujiandi. Ketiganya anggota Ditres Narkoba Polda Metro Jaya. Sedangkan terdakwa dari warga sipil. adalah Rasiman.

Dalam sidang yang dipimpin hakim Sainal dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Serang Subrdi dan Kartono, para terdakwa dijerat dengan pasal pembunuhan berencana. Dakwaan primer Pasal 340 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 kuhp, subsider Pasal 338 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, lebih subsider Pasal 170 ayat ke 2 ke 3 kuhp, kedua Pasal 338 jo Pasal 56 ayat 1 kuhp.
Dalam dakwaan yang dibacakan Subadri menyebutkan, bahwa peristiwa pembunuhan itu terjadi pada Maret 2015. Peristiwa tersebut bermula ketika terdakwa Nanang bersama Budi, Didik dan Johan Efendi pergi dari rumah kontrakan terdakwa di Kampung Melayu Kecil, Kelurahan Bukit Duri, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan menuju rumah korban Dwi Siswanto di daerah Perum Bojong Menteng, Bekasi dengan mengendarai Nisan Grand Livina B 1983 SRN.

Terdakwa Nanang dan kedua temannya pergi menemui korban untuk meminta penjelasan terkait komitmen pembagian hasil penjualan jamu herbalindo dari Mariana, di mana korban telah sepakat membagi hasil penjualan sekitar 40 persen kepada saksi Didik, karena didik yang sebelumnya membantu membuka peluang bisnis jamu yang dijalankan korban di Jakarta.

Didik mendapat informasi dari terdakwa Nanang bahwa korban memiliki banyak aset hasil penjualan jamu itu dan korban tidak transparan terkait laporan hasil penjualan jamu itu. Didik pun merasa kesal.
Terdakwa Nanang bersama kedua temannya itu sampai di rumah korban srumah korban sekitar pukul 23.00, dan setelah bertemu korban, Didik membawa korban ke dalam mobil dan membawanya ke rumah kontrakan terdakwa Nanang.
Kemudian, Didik menyuruh sopir korban, Sarwono untuk membawa mobil Honda Odisey B 18 CS milik korban ke rumah kontrakan Nanang. Sesampainya di kontrakan Nanang, Didik meminta kepada korban untuk menjelaskan laba hasil penjualan jamu itu, namun korban tidak mau menjelaskannya sehingga korban tidak diperbolehkan pulang.

Setelah beberapa hari di rumah kontrakan terdakwa Nanang, korban masih bungkam Didik memiliki ide untuk membawa korban ke Merak. Ide itupun disetujui Nanang, Mujiandi dan Rasiman.

Lalu, sekitar pukul 01.30, terdakwa Nanang bersama Didik, Mujiandi dan Rasiman serta korban berangkat mengendarai Hnda Odisey menuju Merak. Mobil itu dikemudikan Didik, sementera terdakwa Nanang duduk disamping Didik. Mujiandi dan Rasiman duduk di jok tengah, sedangkan korban di jok belakang.

Sekitar pukul 02.00, pada Minggu (29/3) dini hari, terdakwa Nanang dan Didik berencana menghilangkan nyawa korban dengan mengulang-ulang perkataannya.

“Ikhlas ya dik (Didik), nek eneng titi wancine bocah iki akeh salahe karo kowe lan awake dibewe gak bakalan digoleki uwong, sing penting kowe ikhlas.

(Ikhlas ya Dik, kalau sudah tiba saatnya anak ini banyak salahnya sama kamu dan kita tidak akan dicari orang, yang penting kamu ikhlas,” kata Subardi menirukan perkataan Nanang, saat membacakan dakwaan.
Dari perkataan itu, Didik beranggapan disuruh untuk membunuh korban. Selanjutnya Didik menyampaikan kekhawatirannya jika ditembak menggunakan senjata miliknya pasti ketahun dan suara letusannya terdengar keras.

Nanang kemudian menyarankan agar laras senpinya dimasukkan ke dalam botol minuman mineral agar suara tembakannya tidak terdengar.

Setelah itu, Didik minta kepada Mujiandi untuk menggantikannya menyetir. Kendaraan pun ditepikan di bahu tol. Didik turun dari jok kemudi dan pindah ke jok belakang bersama korban.

Setelah duduk di jok belakang, Didik menembak korban satu kali di bagian rusuk sebelah kirinya setelah korban tidak menjawab saat ditanya mengenai hasil laba penjualan jamu itu dengan nada keras.Sesuai saran Nanang, Didik membungkus laras senpinya dengan botol mineral agar suara tembakan senpinya tidak terdengar keras.

Dengan satu tembakan itu, korban masih bernafas. Didik pun meminta saran kepada Nanang. “Belum mati nih mas, bagaiamna?” kata JPU Subardi menirukan perkataan Didik.

Terdakwa Nanang punmenyuruhnya menembak satu kali lagi. “Yo wis siji meneh (Ya sudahsatu kali lagi),” ujar JPU Subardi lagi menirukan perkataan Nanang.
Lantas, Nanang menyerahkan botol air mineral kepada Didik melalui saksi Rasiman. Didik menembak korban yang kedua dan mengenai lengan atas kiri hingga mengakibatkan korban meninggal.

Sesaat setelah melakukan penembakan, tiba-tiba ban mobil pecah dan Mujaindi meminggirkan mobil di bahu jalan. Setelah ban yang pecah diganti oleh Rasiman, Didik mengambil alih kemudi,sementara Mujiandi
duduk di jok tengah.
Setelah mengetahui korban meninggal, terdakwa Nanang meminta kepada Rasiman untuk mengambilkan darah korban menggunakan tutup botol air mineral. Setelah diambil, Rasiman kemudian menyerahkan kepada Nanang dan meminumnya.
Kemudian Didik membawa mobil keluar gerbang Tol Serang Timur untuk membuang jenazah korban.Di dalam perjalanan, kaos warna coklat kehitaman yang dipakai korban dilepas oleh Rasiman. Sampai di pinggir jalan Kampung Nambo, Desa Kaserangan, Kecamatan Ciruas, Didik meminggirkan kendaraan dan meminta kepada Rasiman untuk memindahkan jenazah korban ke jok tengah.”Rasiman dengan dibantu Mujiandi memindahkan jenazah korban. Setelah di jok tengah, Didik menarik jenazah korban dan melemparkannya ke semak-semak dengan posisi tertelungkup,” ucap JPU Subardi.
Saksi Mujiandi kemudian membalikkan korban hingga telentang. Sedangkan Rasiman pergi ke belakang mobil untuk mengganti plat nomor mobil dari B 18 CS menjadi W 145 IL.

Setelah membuang jenazah korban, mereka pulang menuju rumah ontrakan terdakwa Nanang di Jakarta.”Perbuatan terdakwa Nanang, Didik, Rasiman, dan Mujiandi dengan direncanakan terlebih dahulu telah menghilangkan nyawa korban Dwi Siswanto sebagaimana hasil visum dokter forensik, ditemukan dua buah proyektil di tubuh korban. Berdasarkan hasil uji puslabmobaes polri, dua butir anak peluru yang ada di tubuh korban bersesuaian dengan peluru yang dikeluarkan dari senpi milik Dikdik,” kata Subardi.

Usai mendengarkan dakwaan, terdakwa melalui kuasa hukumnya tidak mengajukan eksepsi atas dakwaan ini dan sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan pemeriksaan saksi-saksi.

“Baiklah, karena terdakwa tidak akan melakukan eksepsi, sidang dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi-saki,” kata ketua majelis hakim seraya mengetukkan palunya.(LLJ)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here