Kapan Provinsi Banten Miliki Rumah Singgah Pasien Miskin?

0
571

Serangg,fesbukbantennews.com (25/8/2015) – Hampir setiap pekan, warga miskin di Banten mesti berobat ke rumah sakit di Jakarta. Yakni Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan Harapan Kita. Jika warga miskin tersebut beruntung, mendapat perhatian dari saudaranya yang mampu atau dari para relawan yang peduli, akana bisa berobat di kedua rumah sakit tersebut. Namun, jika keberuntungan tidak memihak, maka siap-siap saja tinggal di rumahnya menunggu ajal tiba.

Furqon (11 tahun) pasien miskin asal Terumbu, Kota Serang, Banten, yang masih jalani pengobatan dan numpang di rumah singgah miliki yayasan di Jakarta.(LLJ)
Furqon (11 tahun) pasien miskin asal Terumbu, Kota Serang, Banten, yang masih jalani pengobatan dan numpang di rumah singgah miliki yayasan di Jakarta.(LLJ)

Bagi warga miskin di Banten jika diharuskan rumah sakit yang ada di Banten agar dirujuk ke rumah sakit RSCM dan. Harapan Kita, memiliki Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) saja tidak cukup. Sebab selain tidak semua obat-obatan dicover BPJS, juga perlu dana untuk transportasi dari Banten ke Jakarta, sewa tempat singgah selama menunggu penanganan dokter, dan yang terpenting juga adalah kebutuhan makan selama tinggal di Jakarta dalam rangka pengobatan.

Sebagai contoh, Jumadi, pasien miskin (manusia akar) warga Pamong Udik, Desa Kubang Puji, Kecamatan Pontang, Kabupaten Serang, dalam seminggu bisa dua kali ke RSCM untuk pengobatan lanjutan. Jumadi minimal dalam seminggu membutuhkan biaya Rp 1 juta, Rp 700 ribu untuk obat, sisanya untuk ongkos, naik bus umum dan makan. Sebelum berobat jalan, Jumadi bahkan membutuhkan dana sangat besar. Dan semua itu tidak ditanggung oleh pemerintah Kabupaten Serang atau Provinsi Banten. Otomatis relawan yang mendampingi harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan pengobatan Jumadi.

Itu baru satu, belum pasien asal kota Serang, seperti Furqon (11 tahun) penderita kanker. Atau Marnasih (7) gadis kecil tanpa anus asl Saketi, Pandeglang dan Ellyatul Ikhlas (11) penderita kelainan sel darah asal Carita, Pandeglang.

Berdasarkan catatan relawan komunitas Facebook, fesbuk banten news, tahun 2015 ini sudah puluhan pasien miskin yang didampingi. Dan kesemuanya tidak dapat perhatian dari pemerintah.

Sedangkan berdasarkan  data di Dompet Dhuafa Banten, tahun ini sampai Bulan  Juli 2015 sudah ada 14 pasien dengan 21 pendamping yang numpang di rumah singgah dompet Dhuafa. Dan lama tinggal para pasien dan pendamping rata-rata hingga dua bulan.

Besarnya dana yang dikeluarkan warga miskin dari Banten yang berobat ke Jakarta banyak dikeluhkan berbagai pihak. Terutama keluarga pasien itu sendiri. Oleh karena itu, seharusnya Pemerintah Provinsi Banten untuk meringankan beban warganya, seyogyanya membuat rumah singgah untuk pasien miskin di Jakarta.
Seperti yang sudah dilakukan Pemerintah Provinsi Lampung . Melalui Dinas Sosial Pemerintah Provinsi Lampung, saat ini telah menyiapkan rumah singgah bagi pasien miskin yang dirawat di rumah sakit pemerintah di Jakarta.Rumah singgah tersebut berada di belakang RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Tepatnya di Jl. Kenari II No 22 Rt 10 Rw 4 Kelurahan Kenari Jakarta Pusat.

Sementara, Provinsi Banten , hingga saat ini, jangankan membangun untuk kebutuhan rakyatnya yang miskin yang mau berobat. Wacana pun tidak ada. Padahal sangat banyak pasien miskin di Banten yang harus berobat di rumah sakit di Jakarta.

Kepala Dinsos Provinsi Lampung Satria Alam seperti dikutip dari media nasional pada Juli 2015 mengungkapkan, Rumah singgah itu diperlukan mengingat keluarga miskin tidak mampu membiayai menginap di hotel juga biaya makan hariannya, sedangkan daya tampung mes pemda Lampung di Jakarta sangat terbatas.

Pemprov Lampung proaktif menyiapkan rumah singgah menyusul banyaknya keluhan masyarakat miskin di Provinsi Lampung yang dirujuk berobat ke rumah sakit pemerintah di Jakarta khususnya tentang tinggal sementara keluarga.

Karena itu, Pemerintah Provinsi Lampung berusaha meringankan beban pengeluaran keluarga pasien dengan program rumah singgah bagi keluarga pasien asal Lampung yang tidak mampu.

Harapan Pemprov Lampung, rumah pembangunan singgah itu diharapkan keluarga pasien dapat menemani anggota keluarganya tanpa khawatir akan tempat tinggal selama pengobatan.

Keluarga pasien selama berada di rumah singgah tidak dipungut biaya apapun oleh Pemprov Lampung. Bahkan mereka boleh tinggal selama anggota keluarganya menjalani pengobatan di RS Cipto Mangunkusumo.

Jika Provinsi Lampung sedang membangun rumah singgah untuk pasien miskin, Kabupaten Bintan bahkan sudah memiliki rumah singgah yang diremikan Bupati Bintan Ansar Ahmad November 2012 lalu.

Lokasi rumah singgah Kabupaten Bintan berada di Jalan Kayu Jati V Nomor 48A, Rawamangun, Jakarta.

Rumah singgah dua lantai, memiliki 1 ruang tamu, 1 ruang mushola, 10 kamar tidur dengan fasilitas tempat tidur yang baik, mampu menampung 20 orang, dengan nilai Rp3 miliar lebih ini dilengkapi dengan fasilitas AC. Disediakan kebutuhan sehari-hari seperti kebutuhan makan secara sederhana. Karena kebutuhan makan ini belum dianggarkan, maka nanti akan dikumpulkan dari biaya operasional beberapa kepala SKPD. Juga dilengkapi dengan satu mobil untuk fasilitas antar jemput pasien yang perlu diantar jemput ke rumah sakit.

Selain itu, Kabupaten Bangka Tengah juga sudah memilik rumah singgah untuk pasien miskin.Yang memiliki 12 kamar, Satu ruangan dapur, dua kamar mandi, satu ruangan televisi.

Demikian pula dengan Pemerintah Kabupaten Way Kanan, Provinsi Lampung. Kabupaten Way Kanan memilik rumah singgah untuk pasien miskin di kawasan Meruya, Jakarta Barat.

Penulis, yang bekerja sebagai relawan dan belasan tahun  mengadvokasi pasien miskin di Banten, sudah sering mengusulkan pembangunan rumah singgah untuk pasien miskin ke Pemprov Banten secara personal. Baik melalui Kadinsos, Biro Kesra, Dinkes, dan Sekda Banten, bahkan anggota DPR Banten pun pernah.

Namun hingga saat ini belum juga muncul wacana dari pemprov Banten untuk membangun rumah singgah pasien miskin Banten di Jakarta.

Mayoritas, baik pejabat maupun pemerhati sosial dan kesehatan,usulan penulis yang menginginkan rumah singgah untuk pasien di Jakarta mengarahkan supaya pasien miskin asal Banten ditempatkan di kantor penghubung Provinsi Banten di kawasan Tebet, Jakarta Selatan.

Sementara, jarak dan waktu tempuh dari Tebet ke RSCM dan Harapan Kita (mayoritas pasien miskin dari Banten harus dirujuk ke dua RS Tersebut), selain jauh, juga membutuhkan waktu yang lama, lantaran dikepung kemacetan. Otomatis akan banyak memakan waktu dan biaya.

Mencontoh kebaikan, apalagi untuk kesejahteraan rakyat tidak salah. Provinsi Lampung, meskipun memiliki kantor penghubung di Tomang Raya, Jakarta Barat. Namun demi meringankan beban rakyatnya, mau mendirikan rumah singgah di belakang RSCM.

Untuk diketahui, komunitas yang dipimpin penulis, hampir setiap minggu membawa dua hingga tiga pasien miskin ke RSCM dan Harapan Kita Jakarta. Dan untuk memberangkatkan pasien-pasien miskin tersebut, penulis bersama relawan terlebih dahulu harus melakukan penggalangan dana. Sebab hingga kini, pengajuan kepada Pemprov melalui Kesra Pemprov Banten untuk keperluan transportasi, akomodasi dan konsumsi, belum juga terealisasi.
Untuk satu pasien saja, semisal pasien tersebut dari Pandeglang, memerlukan dana untuk bensin mobil ambulance gratis yang kami miliki, harus mengeluarkan kocek paling sedikit 500 ribu. Belum untuk Tol, makan dan sewa rumah singgah. Bahkan, untuk membeli obat yang tidak tercover BPJS. Sebab mayoritas pasien kami obat-obatan tidak dicover BPJS.

Seharusnya, masyarakat merasakan keberadaan pemerintah. Jangan sampai seperti ibu Siti, ibunda dari Jumdi manusia akar asal Pontang, Kabupaten Serang, dia rela jadi tukang cuci piring berbulan-bulan, agar anaknya bisa bertahan di RSCM. Sebab, tidak semua obat digratiskan, meski ada BPJS. Belum lagi untuk makan sehari-hari dan sewa rumah singgah.

Jika Pemerintah Provinsi Banten masih punya hati dan tanggungjawab, seharusnya mendirikan rumah singgah di Jakarta. Untuk sedikit meringankan beban rakyatnya dari berbagai penjuru Banten.Lantaran hingga saat ini, baik pemerintah kota/Kabupaten di Provinsi Banten, tidak serius menangani pasien-pasien miskin.

Dan ingat, rumah singgah tersebut bukan untuk puluhan atau mungkin ratusan pasien miskin yang sedang ditangani komunitas yang dipimpin penulis. Tapi ini untuk jutaan rakyat Banten.

Pasien-pasien yang sedang ditangani komunitas yang dikelola penulis, baik dari Lebak, Pandeglang, Serang dan lainnya, menunggu antriaan untuk dirujuk ke RSCM dan Harapan Kita Jakarta. Sementara kemampuan personel relawan dan finansial sangat terbatas.

Jika merujuk pada Undang-Undang RI No. 36 th 2009 tentang Kesehatan, maka kesehatan adalah tanggungjawab pemerintah juga.

Tegakah Pemprov Banten membiarkan warganya yang miskin terpaksa pulang dari rumah sakit di Jakarta karena kehabisan dana untuk obat, sewa tempat singgah dan konsumsi.? Dan pulang ke kampungnya kemudian meninggal?.

Jika Pemprov Banten mempunyai niat untuk mensejahterakan rakyatnya, jangan malu belajar ke daerah lain. Yang rela menggelontorkan sebagian kecil APBD nya untuk kesejahteraan rakyatnya.

Puluhan miliar yang katanya untuk mengharumkan nama Banten saja Pemprov Banten bisa mengeluarkan APBD nya. Untuk kesehatan jutaan warga Banten kenapa tidak?.

Jika rumah singgah untuk pasien miskin Banten di Jakarta berdiri, maka bukan saja mengharumkan nama Pemprov Banten. Juga menolong jutaan rakyat Banten.(LLJ)

*penulis, relawan pendamping pasien miskin warga Banten.

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here