ANCAMAN ‘TSUNAMI’ DARI BENDUNGAN SINDANGHEULA UNTUK KOTA SERANG DAN SEKITARNYA (Oleh : Solihin Abas *)

0
689

Serang, fesbukbantennews.com (23/3/2022) – Sepanjang saya tinggal di Kota Serang, setidaknya sejak tahun 1991 tidak pernah
terjadi banjir besar di Kota Serang dan sekitarnya, jika pun sering terjadi banjir lebih dikarenakan oleh buruknya drainase di Kota Serang yang tidak bisa mengalirkan air dengan baik setelah diguyur hujan sebelumnya, lalu dalam
hitungan jam air tersebut menghilang seiring meredanya hujan. Namun pada tanggal 1 Maret 2022, warga Serang dikejutkan dengan banjir bandang yang arusnya sangat deras, sehingga bukan saja telah merendam sebagian perkampungan dan perumahan, namun juga telah menghancurkan beberapa
bangunan serta menyebabkan korban jiwa sebanyak 5 orang, dengan korban terakhir yang ditemukan oleh tim SAR gabungan bernama Gusti, seperti dilansir oleh news.detik.com pada 6 Maret 202).
Sebaran banjir juga merata terjadi di semua kecamatan di Kota Serang yang jumlahnya enam kecamatan, dengan jumlah korban dan tingkat kerusakan bervariasi di masing-masing kecamatan, namun yang paling parah terdampak
berdasarkan pemberitaan kabarbanten.pikiranrakyat.com pada tanggal 7 Maret 2022 adalah Kecamatan Kaseman dengan jumlah korban mencapai 10.935 jiwa.

Sholihin Abbas.(ist).

‘Kado ulang tahun’ dari Bendungan Sindangheula?

Awalnya banyak orang yang menduga bahwa banjir tersebut hanya karena hujan deras yang mengguyur Kota Serang dan sekitarnya sejak malam hari hingga pagi menjelang siang. Sampai kemudian orang mulai ‘berspekulasi’ tentang penyebab
banjir. Ada yang menduga karena sampah yang menumpuk di aliran sungai, ada yang menduga karena terjadi pendangkalan sungai atau kali Cibanten, lalu ada juga yang menduga bahwa banjir ini akibat jebolnya pintu Bendungan Sindangheula yang baru tahun lalu diresmikan oleh Presiden Joko Widodo,
tepatnya pada 4 Maret 2021.

Sampai kemudian Walikota Serang menyampaikan
bahwa “Bendungan Sindangheula sudah tidak bisa menampung debit air, ada kemungkinan jebol. Sebab, tidak pernah terjadi banjir Kota Serang seperti ini (parah),” kata Syafrudin sebagaimana dikutip oleh Kompas.com pada tanggal 3
Maret 2022.

Sementara itu, sebagaimana diberitakan oleh Kompas.com pada 2 Maret 2022,Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau-Ciujung-Cidurian (BBWSC3), I Ketut Jayada menyatakan: “Kapasitas tampungan bendungan kami (Sindangheula) itu
9 juta kubik. Kemudian dari hasil perhitungan kami, debit yang diterima (kemarin) itu sekitar 11 juta. Jadi, ada kelebihan yang harus mengalir ke laut,” kata I Ketut Jayada kepada wartawan saat meninjau Bendungan Sindangheula, Rabu
(2/3/2022). Kelebihan kapasitas itu menyebabkan air mengalir secara alami ke Kali Cibanten yang hilirnya berada di Kasemen, Kota Serang. Menurut I Ketut, Bendungan Sindangheula didesain bilamana air melebihi kapasitas daya tampung akan mengalir secara otomatis ke kali Cibanten.

Dengan demikian salah satu penyebab banjir tersebut cukup jelas, bukan sematamata karena guyuran hujan yang deras, namun karena ada penyebab lain, yaitu ada limpahan air dari Bendungan Sindangheula sebanyak 2 juta meter kubik yang
mengalir ke sungai Cibanten, sebagaimana disebutkan di atas. Sehingga sepertinya Bendungan Singangheula sedang memberikan ‘kado ulang tahun’ pertamanya kepada warga Kota Serang dan sekitarnya.

Fakta Bendungan Sindangheula
Dari berbagai sumber yang dengan mudah kita baca di berbagai media cetak dan online, Bendungan Sindangheula merupakan proyek yang dibiayai oleh APBN melalui Kementerian PUPR sebesar Rp. 458 miliar, lokasinya berada di Kecamatan
Pabuaran Kabupaten Serang dengan luas lahan yang dibebaskan mencapai 154,60 hektar, mulai dibangun 2015 dan diresmikan pada 4 Maret 2021 oleh Presiden Joko Widodo. Bendungan ini memiliki luas sebesar 131 hektar dengan
luas genangan sebesar 115 hektar dan memiliki kapasitas tampung 9,26 juta meter kubik.

Sementara fungsi bendungan tercantum dalam Peraturan Menteri (Permen) Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 27/PRT/M/2015
tentang Bendungan. Pada Pasal 4 ayat (2) disebutkan bahwa: Bendungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berfungsi untuk penyediaan air baku, penyediaan air irigasi, pengendalian banjir, dan/atau pembangkit listrik tenaga air.

Water management
Beberapa tahun yang lalu, saya terlibat dalam beberapa pekerjaan program watsan (water and sanitation) atau sarana air bersih dan sanitasi. Salah satumenu wajib yang dilakukan oleh masyarakat penerima manfaat adalah membentuk badan pengelola sarana air bersih dan sanitas (BPSABS), yang akanbertanggung jawab terhadap pengelolaan dan keberlangsungan sarana yang telah mereka miliki. BPSABS dibentuk jauh sebelum pekerjaan fisik sarana dimulai,karena mereka terlibat dalam kegiatan analisa masalah dan potensi, perencanaan,pelaksanaan pembangunan sarana, serta monitoring dan evaluasi. Untuk membekali keterampilan mereka dalam tugasnya sebagai BPSABS, maka menuwajib yang kedua adalah mengikuti pelatihan pengelolaan sarana atau wate

management. Dalam pelatihan ini masyarakat setidaknya mendapat materi
tentang bagaimana cara melakukan distribusi air, pemantauan dan perawatan
sarana serta perbaikan jika terdapat kerusakan, yang kesemuanya dituangkan
dalam SOP (standar operasional dan prosedur).

Dari cerita ini, yang ingin saya sampaikan dalam tulisan ini adalah, bahwa untuk sarana air bersih dengan skala rumah tangga dengan jumlah air yang ditampung
hanya puluhan meter kubik saja, segala sesuatunya dipersiapkan secara matang dengan melibatkan masyarakat sebagai subjek dan penerima manfaat. Tentu saja
untuk skala yang lebih besar seperti Bendungan Sindangheula harusnya jauh lebih professional dalam melakukan pengelolaannya.

Pengelolaan bendungan sesungguhnya sudah diatur di dalam Permen PUPR No.27/PRT/M/2015 tentang Bendungan. Setidaknya kita bisa melihatnya dalam beberapa pasal dan ayat berikut ini:
Pasal 2 ayat (4) menyebutkan: Konsepsi keamanan bendungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), terdiri dari 3 (tiga) pilar yaitu:
a. keamanan struktur berupa aman terhadap kegagalan struktural, aman
terhadap kegagalan hidraulis, dan aman terhadap kegagalan rembesan;
b. operasi, pemeliharaan dan pemantauan; dan
c. kesiapsiagaan tindak darurat
Kemudian pasal 42, ayat (1) menyebutkan: Selama pelaksanaan konstruksi,
Pembangun bendungan harus menyiapkan dokumen:
a. rencana pengisian awal waduk;
b. rencana pengelolaan bendungan;
c. rencana pembentukan unit pengelola bendungan; dan
d. rencana tindak darurat.
Sementara di dalam pasal 46 disebutkan:
(1) Rencana pengelolaan bendungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat
(1) huruf b, memuat pedoman operasi dan pemeliharaan bendungan beserta
waduknya.
(2) Pedoman operasi dan pemeliharaan bendungan beserta waduknya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat tata cara
pengoperasian fasilitas bendungan dan pemeliharaan bendungan beserta
waduknya.
(3) Pedoman operasi dan pemeliharaan bendungan beserta waduknya dapat
ditinjau dan dievaluasi paling sedikit 1 (satu) kali dalam waktu 5 (lima) tahun.
Pada pasal 53, Permen ini menjelaskan secara rinci tentang kesiapsiagaan ketika
terjadi tindak darurat:
(1) Kesiapsiagaan tindak darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4)
huruf c, ditujukan agar pengelola bendungan selalu siap menghadapi kondisi
terburuk dari bendungan yang dikelolanya.
(2) Untuk memenuhi kesiapsiagaan tindak darurat sebagaimana dimaksud ayat
(1), pengelola bendungan melakukan:
a. penyusunan rencana tindak darurat;
b. penyiapan peralatan dan material untuk tindak darurat;
c. pemutakhiran rencana tindak darurat sesuai kondisi terkini;
d. penyiapan personil untuk pelaksanaan tindak darurat;
e. sosialisasi terhadap unsur masarakatmasyarakat yang terpengaruh potensi kegagalan bendungan; dan

f. sosialisasi terhadap pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota yang wilayahnya terpengaruh potensi kegagalan bendungan.


Selain itu, di luar kegiatan pengelolaan dan pemeliharaan sebagaimana diuraikan dalam pasal-pasal tersebut, salah satu yang harus dilakukan oleh pengelola bendungan secara rutin adalah melakukan pemantauan. Seberapa sering
pemantauan dan apa saja hal-hal yang dipantau?
Kegiatan pemantauan dilakukan sesuai dengan kebutuhan tergantung dengan perilaku bendungan. Apabila bendungan tersebut menunjukkan perilaku di luar
batas yang direncanakan maka harus dipantau sesering mungkin. Namun jika bendungan tersebut perilakunya normal maka dapat dipantau sesuai kebutuhan saja, misalnya minimal 1 (satu) kali dalam sebulan. Hal-hal yang perlu dipantau
setidaknya meliputi: kondisi air (debit/ketingian air, rembesan, tekanan air, dll),gerakan dan pergeseran bendungan, getaran (gempa, gelombang), klimatologi (kondisi cuaca) seperti kecepatan angin, suhu, penguapan, dan hujan.
Selain manfaat yang besar, bendungan juga menyimpan potensi bahaya besar yang dapat mengancam kehidupan manusia dengan kerugian materi serta jiwa,Jika tidak dikelola dengan baik dan penuh tanggung jawab. Terlebih jika kita
mencermati apa yang disampaikan I Ketut Jayada selaku Kepala BBWSC3 seperti tersebut di atas, maka potensi ancaman ‘tsunami’ atau banjir bandang dari Bendungan Sindangheula merupakan sebuah keniscayaan, atau setidaknya banjir
bandang seperti pada pada 1 Maret 2022 akan terulang Kembali, na’udubillahi mindzalik. Kenapa demikian? Karena Bendungan Sindangheula didesain bilamana air melebihi kapasitas daya tampung akan mengalir secara otomatis ke Kali
Cibanten. Dengan demikian maka banjir bandang tidak bisa terelakkan untuk terulang kembali, bahkan mungkin ini akan menjadi banjir rutin tahunan untuk Kota Serang dan sekitarnya, jika BBWSC3 bersama instansi terkait tidak
melakukan pembenahan pengelolaan dan pemeliharaan bendungan serta menyiapkan sarana pendukung sebagai supporting system dari adanya bendungan
tersebut, seperti melakukan revitalisasi sungai Cibanten yang merupakan bagian hilir dan menjadi aliran luapan bendungan jika kelebihan kapasitas daya tampung.

Dengan demikian, bukan hanya bangian hulunya yang dibangun, tapi harus dibangun juga bagian hilirnya secara bersamaan. Sama halnya ketika kita membangun sebuah kamar mandi dan toilet di rumah kita, yang merupakan
bangunan bagian hulunya, maka secara bersamaan kita juga membangun bagian hilirnya, yaitu septic tank. Apa jadinya jika kita membangun kamar mandi dan yoilet, lalu septic tank dibangun belakangan, sementara kita sudah menggunakan
kamar mandi dan toilet tersebut? maka dapat dipastikan air limbahnya akan terbuang ke sembarang tempat yang mengganggu kenyamanan warga di sekitarnya.

Class action

Jika aturan tentang pengelolaan dan pemeliharaan bendungan telah dituangkan
secara rinci dalam Permen PUPR nomor 27/PRT/M/2015 seperti telah diuraikan di atas, maka yang menjadi pertanyaan publik saat ini adalah, apakah pengelolaan
dan pemeliharaan bendungan sudah dilakukan susuai Permen tersebut? Karena
jika pengelola telah melakukannya secara konsekuen, maka harusnya banjir yang
tejadi pada 1 Maret lalu bisa dicegah, atau setidak-tidaknya dapat diminimalisir,
sehingga tidak menimbulkan banyak korban.

Salah satu jalan untuk memastikan apakah banjir tersebut ada kelalaian atau
kesengajaan pengelola atau ada unsur human error lainnya, maka class action
akan menjadi pilihan. Class action tidak semata-mata untuk menetapkan siapa
saja pihak yang bertanggung jawab terhadap penyebab dan penanganan banjir
yang telah menewaskan 5 orang dan menimbulkan kerugian materi yang besar
tersebut, tapi class action dimaksudkan juga untuk memberi warning atau
peringatan kepada pemerintah, khususnya pengelola bendungan, agar kejadian
serupa tidak terulang kembali.

Maka apa yang akan dilakukan oleh Agus Setiawan bersama Pokja Relawan
Banten yang akan melakukan gugatan ke pengadilan melalui class action seperti
yang disampaikan melalui podcast di channel youtube BANTENPodcast, layak
diapresiasi dan didukung, karena ini akan menjadi jalan terkuaknya kenapa banjir
terjadi serta akan menjadi pembalajaran dan bahan evalausi dari hulu sampai hilir
oleh para pihak untuk mengambil langkah apa saja yang harus dilakukan agar
Kota Serang dan sekitarnya tidak lagi mengalami banjir serupa, baik yang
diakibatkan oleh tumpahan air dari Bendungan Sindangheula atau karena
penyebab lainnya. Wallahu a’lam bish-shawab.(LLJ).

  • Penulis adalah Ketua Korwil FOKAL IMM Banten dan Pengurus ICMI Orwil
    Banten