Serang,fesbukbantennews.com (14/10/2025) – Gubernur Banten Andra Soni menegaskan komitmennya untuk mencari solusi atas perbedaan kebijakan antar kementerian yang menyebabkan terhentinya mekanisme pembayaran jasa lingkungan hidup (PJLH) di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cidanau.
Hal itu disampaikan Andra Soni saat menerima audiensi Direktur Eksekutif Rekonvasi Bhumi Nana Prayatna Rahadian bersama jajaran Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC) di ruang rapat terbatas Kantor Gubernur Banten, KP3B Curug, Kota Serang, Selasa (14/10/2025).
Pertemuan tersebut membahas kendala pengelolaan DAS yang selama ini disebabkan adanya perbedaan kebijakan antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Gubernur Andra Soni menyampaikan dukungan penuh untuk penyelesaian persoalan tersebut. Ia menilai, perbedaan kebijakan antar kementerian harus segera diselaraskan agar tidak menghambat keberlanjutan konservasi lingkungan yang telah memberi manfaat bagi masyarakat.
“Saya minta jajaran Pemprov banten membuat surat kepada Menteri PU melalui Sekjen agar bisa diatur pertemuan, karena tujuannya menjaga ketersediaan air dan cagar alam,” ujar Gubernur.
Gubernur Andra juga menyatakan keinginannya untuk meninjau langsung kondisi lapangan di kawasan Cidanau.
“Tolong ajak saya ke sana. Kalau saya bisa melihat sendiri, minimal saya bisa berbicara langsung kepada Menteri. Kita agendakan bersama,” katanya.
Menurut Andra Soni, persoalan ini tidak semata soal regulasi, tetapi juga tentang menjaga kebiasaan baik masyarakat yang selama ini terbentuk dalam melestarikan alam.
“Saya khawatir kalau ini tidak segera diselesaikan, pola kebiasaan masyarakat yang sudah terbangun justru rusak,” tegasnya.
Gubernur berharap, komunikasi antara Pemprov Banten dan kementerian terkait dapat menghasilkan sinergi kebijakan yang lebih adil dan berkelanjutan, sehingga mekanisme PJLH dan BJPSDA bisa berjalan beriringan tanpa saling meniadakan.
Direktur Eksekutif Rekonvasi Bhumi, NP Rahadian, menjelaskan, perbedaan tersebut muncul karena aturan mengenai Pembayaran Jasa Lingkungan Hidup (PJLH) diatur KLHK melalui PP Nomor 46 Tahun 2017 dan Permen LH Nomor 2 Tahun 2005, sementara Kementerian PUPR menerbitkan aturan baru melalui Permen Nomor 46 Tahun 2022 dan Keputusan Menteri PUPR Nomor 1468 Tahun 2024 tentang Biaya Jasa Penggunaan Sumber Daya Air (BJPSDA).
“Akibat adanya dua kebijakan ini, program jasa lingkungan di Cidanau yang sudah berjalan lebih dari 20 tahun kini berhenti. Sebelumnya, PT Krakatau Tirta Industri (KTI) memberikan kompensasi kepada masyarakat hulu sebagai bentuk insentif menjaga hutan dan sumber air. Namun, dengan aturan baru, pembayaran wajib disalurkan ke Perum Jasa Tirta II, dan lembaga tersebut tidak melanjutkan program jasa lingkungan yang telah ada,” jelas Rahadian.
Ia mengungkapkan, situasi ini menimbulkan kekhawatiran di tingkat masyarakat. Berdasarkan riset kecil FKDC, warga hulu yang selama ini menjaga hutan mulai kehilangan motivasi karena kompensasi tidak lagi diterima.
“Beberapa warga menyampaikan jika program jasa lingkungan berhenti, mereka akan menebang pohon. Padahal pohon-pohon itu menjaga debit air Sungai Cidanau yang menjadi sumber utama air baku industri di Cilegon,” tambahnya.
Dikesempatan ini , Rahadian mengapresiasi perhatian dan komitmen Gubernur Banten. “Respons beliau sangat positif. Kami berharap dukungan Pemprov Banten dapat membuka jalan penyelesaian agar konservasi DAS Cidanau kembali berjalan dan masyarakat tetap terlibat menjaga kelestarian air,” ujarnya.
Selama dua dekade terakhir, program PJLH di DAS Cidanau terbukti memberi manfaat besar menjaga kualitas air, mencegah deforestasi, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di hulu. Dengan dukungan pemerintah daerah dan pusat, diharapkan pengelolaan lingkungan dan ketersediaan air bagi masyarakat serta industri tetap terjamin secara berkelanjutan..(fun/LLJ).