Cilegon,fesbukbantennews.com (27/7/2025) – Lonjakan kasus pelecehan seksual terhadap anak di Kota Cilegon menjadi sorotan serius Badan Eksekutif Mahasiswa Nusantara (BEM NUS) Banten. Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3AP2KB) Kota Cilegon, tercatat 70 kasus terjadi sepanjang Januari hingga Juni 2025. Angka ini dianggap BEM NUS sebagai bukti lemahnya sistem perlindungan anak di daerah.
Sekretaris Bidang Advokasi dan Isu Strategis BEM NUS Banten, Tubagus Fajri Ramadhan, menilai darurat pelecehan ini harus direspons dengan langkah nyata, bukan hanya wacana.
“Pendidikan yang sadar gender, nilai, dan perlindungan diri harus diajarkan sejak dini. Jangan hanya sekolah, tapi rumah juga harus jadi tempat aman. Orang tua adalah pengawal pertama anak,” tegas Fajri, Rabu (23/7/2025).
Fajri juga mendorong gerakan mahasiswa untuk aktif dalam isu perlindungan anak dan perempuan, baik melalui advokasi, edukasi publik, maupun pengawasan kebijakan pemerintah daerah.
“Mahasiswa tidak boleh hanya menjadi penonton. Ini saatnya turun langsung, memberi edukasi, dan mengawal kebijakan agar perlindungan anak benar-benar berjalan,” tambahnya.
Hal senada disampaikan Silvidianti, perwakilan Bidang Kesehatan dan Pemberdayaan Perempuan BEM NUS Banten. Ia menilai lonjakan kasus pelecehan menunjukkan kegagalan sistem perlindungan yang ada.
“Ketika angka kekerasan seksual terhadap anak terus melonjak, kita tak bisa lagi hanya mengutuk pelaku. Kita harus bertanya, di mana sistem perlindungan kita selama ini? Pendidikan bukan sekadar ruang kelas, tapi ruang sadar ruang untuk mengenal batas, mengenali bahaya, dan membekali keberanian untuk bersuara.
Rumah, sekolah, bahkan ruang publik harus menjadi tempat aman, bukan tempat diam. Jika negara lalai, kita mahasiswa tak boleh bungkam!” tegasnya.
Dorong Evaluasi Sistem Perlindungan Anak
BEM NUS Banten mendesak evaluasi menyeluruh terhadap sistem perlindungan anak di Kota Cilegon. Menurut mereka, pemerintah daerah tidak bisa hanya mengandalkan proses hukum setelah kejadian, tetapi juga harus memperkuat pencegahan melalui edukasi, sosialisasi, dan pelibatan masyarakat.
Meski Kepala DP3AP2KB Kota Cilegon, Lia Nurlia Mahatma, memastikan pihaknya memberi pendampingan hukum dan pemulihan mental bagi korban, BEM NUS menilai langkah tersebut harus dibarengi dengan strategi jangka panjang.
“Jika negara lalai, mahasiswa akan terus bersuara. Perlindungan anak bukan hanya tugas pemerintah, tapi juga tanggung jawab moral semua pihak,” pungkas Silvidianti.