Banyak Kampus Gelar Deklarasi, Akademisi Untirta Erwin Salpa Riansi : Terlalu Politis

0
355

Serang,fesbukbantennews.com (3/2/2024)- Beberapa hari menjelang pemilu, banyak Universitas mendeklarasikan diri mengkritik jalannya pemerintahan, hal tersebut sudah dilakukan UGM, UII dan UI menyusul kampus-kampus lain yang kabarnya siap mendeklarasikan hal serupa. Kebanyakan deklrasi ini berkaitan dengan pemerintahan Jokowi yang dinilai ingin melanggengkan kekuasaannya.

Akademisi Untirta Dr. Erwin Salpa Riansi, M.Pd.

Seperti yang dilakukan UGM dikutip dari laman krjogja.com, Profesor Koentjoro mewakili sivitas akademika UGM membacakan Petisi Bulaksumur yang berbunyi “”Kami menyesalkan tindakan-tindakan menyimpang yang justru terjadi dalam masa pemerintahan Presiden Joko Widodo yang juga merupakan bagian dari keluarga besar Universitas Gadjah Mada (UGM). Pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi, keterlibatan sejumlah aparat penegak hukum dalam proses demokrasi perwaklan yang sedang berjalan dan pernyataan kontradiktif Presiden tentang keterlibatan pejabat publik dalam kampanye politik antara netralitas dan keberpihakan merupakan wujud penyimpangan dan ketidakpedulian akan prinsip demokrasi,” ungkap Koentjoro

Hal tersebut ditanggapi Dr. Erwin Salpa Riansi, M.Pd., seorang akademisi Untirta, ia menilai bahwa deklarasi yang dilakukan menjelang pemilu terkesan sarat politis.

“Pada dasarnya saya sangat bersepakat bahwa kampus memang harus menjadi bagian dari kontrol pemerintahan, namun demikian apa yang dilakukan hari ini justru begitu syarat politik, kondisi menjelang pemilu ini begitu sensitif, sebagai akademisi, sikap-sikap yang diambil tentu juga harus mengedepankan objektifitas jangan sampai hanya menguntungkan sebagian kelompok semata,” ungkapnya.

Selanjutnya, Erwin yang dikenal dekat dengan mahasiswa dan pergerakan mahasiswa di kampus juga turut menyayangkan apa yang dilakukan kampus-kampus yang dinilainya “latah”.

“Jika kampus tersebut memang punya kajian komperhensif itu oke, tapi banyak yang hanya ikut-ikutan, ini kan latah. Sedangkan saya yang sehari-hari bersama mahasiswa menilai, bahwa kita (birokrat kampus) memang sudah terlalu lama mengeksklusifkan diri, ini akan mengundang tanda tanya di masyarakat luas. Kawan-kawan buruh, petani, masyarakat adat akan mempertanyakan dimana kita saat isu omnibuslaw? Dimana kita saat isu pelemahan KPK? Bahkan mahasiswa juga akan mempertanyakan dimana kita saat mahasiswa melakukan pergerakan mengenai UKT yang mahal? Mengapa hanya pada momen yang begitu politis ini kita antusias,” tegasnya.

Erwin juga berharap bahwa pergerakan yang dilakukan harus konsisten bukan hanya saat isu politik.

“Kita mesti bersepakat bahwa pergerakan yang kita lakukan, akan kita laksanakan paska jalannya pemerintahan terpilih kedepan, kita memang perlu mengawal dengan objektif jalannya pemerintahan, tidak mengekslusifkan diri, kembali menjadi bagian dari kontrol pemerintah. Jangan sampai pergerakan yang hari ini kita buat justru benar-benar menjadi pergerakan politis yang apabila nanti setelah terpilihnya kembali pemimpin baru, kita sibuk kembali menjalankan agenda-agenda administratif, mengikuti atau bahkan menjilat pemerintahan ke depan untuk berbagai agenda tanpa mengedepankan objektifitas dan melupakan untuk menjadi agen kritis pemerintah,” tukasnya.

Apa yang terjadi dengan kondisi perpolitikan hari ini,tegas Erwin,diharapkan tidak memperkeruh keadaan dan memecah-belah bangsa, dalam sistem demokratis, kedaulatan sepenuhnya dimiliki rakyat, biarkan rakyat menilai dan memilih tanpa intervensi yang membuat semakin kebingungan.(vie/LLJ).