Serang, fesbukbantennews.com (10/10/2025) – Gelombang kritik tajam mengguncang tubuh Himpunan Mahasiswa Persatuan Islam (Hima Persis) setelah Pimpinan Daerah (PD) Hima Persis Serang Raya merilis hasil investigasi dan analisis konstitusional yang menyoroti adanya anomali hukum dalam proses pelantikan Pengurus Pusat (PP) Hima Persis.
Hasil telaah tersebut mengungkap indikasi kuat bahwa pelantikan PP terbaru melanggar Pasal 9 ayat 4 Qaidah Dakhili (QD) serta mengabaikan Pasal 8 ayat 1 dan 2, dua pasal fundamental yang menjadi tulang punggung sistem etika dan hukum organisasi.
Ketua PD. Hima Persis Serang Raya, Wildan Izzatulhaq, menyebut kejadian ini sebagai “anomali konstitusi”, yang menandai terkikisnya supremasi hukum di tubuh organisasi kader yang seharusnya menjunjung tinggi disiplin konstitusional.
Dalam laporan hasil investigasi resmi, PD. Hima Persis Serang Raya menemukan adanya praktik rangkap jabatan lintas tingkatan struktural di dalam jajaran PP Hima Persis. Temuan ini secara langsung bertentangan dengan Pasal 9 ayat 4 Qaidah Dakhili yang berbunyi: “Setiap anggota tidak diperkenankan rangkap jabatan dengan tingkat di bawah dan/atau di atasnya di internal Hima Persis. “Norma ini lahir dari prinsip dasar profesionalisme, efisiensi, dan keadilan structural untuk memastikan setiap kader fokus menjalankan amanah di satu tingkatan kepemimpinan, serta mencegah sentralisasi kekuasaan yang berpotensi menimbulkan penyalahgunaan wewenang.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa larangan tersebut dilanggar secara terang-terangan dalam pelantikan PP terbaru, dengan sejumlah nama tetap mengisi jabatan pusat tanpa melepas posisi mereka di tingkat wilayah maupun daerah.
2/4
PD. Hima Persis Serang Raya melakukan analisis hukum mendalam terkait pelantikan PP Hima Persis, dengan berpegang pada prinsip-prinsip konstitusionalisme. Berdasarkan Pasal 9 ayat 4 yang secara tegas melarang rangkap jabatan lintas tingkat dalam organisasi, PD. Serang Raya menemukan adanya pelanggaran konstitusi yang nyata. Pasal ini bertujuan mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan memastikan struktur organisasi berjalan efektif.
Selain itu, Pasal 8 ayat 1 dan 2 juga menegaskan kewajiban anggota untuk menaati peraturan organisasi serta menjunjung tinggi nama baik Hima Persis. Temuan PD. Serang Raya menunjukkan bahwa jabatan ganda yang dipegang oleh beberapa anggota PP Hima Persis berpotensi menimbulkan conflict of interest dan ketidakseimbangan struktural dalam organisasi.
Dalam kerangka teori Stufenbau Hans Kelsen, konstitusi organisasi (Qaidah dan Anggaran Dasar) merupakan norma dasar (grundnorm) yang mengikat semua norma di bawahnya. Pelanggaran terhadap konstitusi ini merupakan constitutional deviation, yaitu penyimpangan dari tatanan hukum tertinggi organisasi. Dengan demikian, pelantikan yang dilakukan oleh PP Hima Persis terbukti melanggar Pasal 9 ayat 4 dan mengabaikan Pasal 8 ayat 1 dan 2, sehingga secara substantif cacat konstitusi dan tidak memiliki legitimasi yuridis yang sah.
Lebih jauh, PD. Serang Raya menilai bahwa tindakan PP Hima Persis tersebut merupakan bentuk ultra vires, yaitu penggunaan kewenangan yang melampaui batas hukum yang telah ditentukan. Dalam konteks supremasi hukum, organisasi harus tunduk pada aturan yang telah ditetapkan. Adagium “Politae legius non leges politae adoptandae” juga menggarisbawahi bahwa hukum harus menguasai politik, bukan sebaliknya. Dalam hal ini, PD. Serang Raya mengajak semua pihak untuk mengedepankan prinsip-prinsip hukum dan konstitusi dalam menjalankan organisasi. Dengan demikian, Hima Persis dapat menjadi organisasi yang kuat dan berintegritas, serta mampu menjalankan amanah dengan baik.
“Sebagai Ketua PD. Hima Persis Serang Raya, saya Wildan Izzatulhaq, menilai bahwa pelanggaran konstitusi ini sangat serius dan harus segera ditindaklanjuti. Kami akan terus mengawal proses ini demi menjaga marwah dan integritas organisasi,” tegasnya.
Ketua PD. Hima Persis Serang Raya, Wildan Izzatulhaq, menegaskan bahwa kasus ini bukan sekadar persoalan administratif, melainkan krisis integritas hukum dan moral kelembagaan.
“Kami tidak menolak kepemimpinan, tetapi menolak segala bentuk pelanggaran konstitusi. Pelantikan PP Hima Persis yang melanggar Pasal 9 ayat 4 dan mengabaikan. Pasal 8 ayat 1 dan 2 adalah bentuk anomali konstitusional yang melemahkan supremasi hukum. Politik tidak boleh mendikte hukum, melainkan hukum yang harus menjadi pedoman politik organisasi. Sebab, ketika hukum ditinggalkan, maka runtuhlah marwah, martabat, dan kredibilitas organisasi itu sendiri.”
– Wildan Izzatulhaq, Ketua PD. Hima Persis Serang Raya.
Pernyataan ini menegaskan adagium klasik “Politae legibus, non leges politiae adoptandae” bahwa kebijakan politik harus tunduk pada hukum, bukan sebaliknya. Bagi PD. Serang Raya, pelanggaran konstitusi di tingkat pusat bukan hanya mencoreng kredibilitas hukum internal, tetapi juga menggoyahkan kepercayaan kader akar rumput terhadap legitimasi moral pimpinan.
Sebagai penutup PD. Hima Persis Serang Raya menegaskan bahwa pelanggaran terhadap konstitusi organisasi adalah titik balik berbahaya yang dapat menghancurkan struktur etika kelembagaan jika dibiarkan. Laporan investigative dan analisis ini bukan serangan personal, melainkan panggilan moral untuk memulihkan marwah hukum organisasi, PD. Serang Raya menyerukan agar PP Hima Persis segera melakukan langkah korektif dengan mewajibkan pejabat rangkap jabatan untuk memilih satu posisi dan menanggalkan jabatan lainnya, guna memulihkan tertib konstitusional.
Dalam semangat adagium hukum Fiat Justitia Ruat Caelum “Keadilan harus
ditegakkan meski langit runtuh” PD. Serang Raya menegaskan bahwa hanya dengan menegakkan hukum di atas kepentingan politik, Hima Persis dapat kembali menjadi organisasi kader intelektual yang berkeadaban, berintegritas, dan bermartabat.
Nadi hukum Hima Persis kini berada di ujung tanduk. Jika supremasi konstitusi dibiarkan rapuh di tangan pengurus sendiri, maka Hima Persis akan kehilangan jati dirinya sebagai organisasi kader yang lahir dari tradisi intelektual, bukan kepentingan pragmatis. Sebagaimana ditegaskan PD. Hima Persis Serang Raya, “Organisasi boleh tumbuh dengan dinamika, tetapi tidak boleh hidup tanpa hukum.” (LLJ).
Kiriman dulur FBn; wildan.