Serang,fesbukbantennews.com (21/8/2025) – Insiden pengeroyokan terhadap wartawan dan staf Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) saat sidak pabrik peleburan timbal PT Genesis Regeneration Smelting (GRS) di Jawilan, Kabupaten Serang, Kamis (21/8/2025), bukan hanya meninggalkan jejak luka fisik. Di balik kekerasan yang menimpa sedikitnya delapan korban, tersimpan luka batin yang lebih dalam bagi dunia pers.
Wartawan Senior Lulu Jamaludin, mengecam kekerasan tersebut. Baginya, peristiwa itu bukan sekadar tindak kriminal, melainkan sebuah serangan langsung terhadap demokrasi.
“Kami terpukul melihat rekan-rekan kami yang tengah melaksanakan tugas profesional justru menjadi korban kekerasan brutal. Ini bukan sekadar serangan terhadap individu, tetapi juga serangan terhadap hak publik untuk mendapatkan informasi,” tegas Lulu.
Lebih jauh, Pria pendiri Media Online pertama di Banten ini menilai kasus Jawilan telah melukai martabat profesi jurnalis di Banten. Lulu menyebut, setiap tindakan kekerasan terhadap wartawan selalu menyisakan trauma kolektif yang membebani insan pers dalam menjalankan tugasnya di lapangan.
Luka Demokrasi yang Sulit Pulih
Insiden bermula ketika tim KLHK bersama awak media melakukan penutupan sementara pabrik karena dugaan pencemaran limbah berbahaya. Suasana sidak yang awalnya normal berubah ricuh ketika massa, terdiri dari sekuriti, ormas, karyawan pabrik, hingga oknum aparat, menghadang rombongan dan menyerang brutal.
Korban dianiaya dengan pukulan, tendangan, bahkan hantaman helm. Wartawan Rifki (Tribun Banten) dan Rasyid Sidik (Bantennews) termasuk anggota staf humas KLH bernama Anton turut dikeroyok mengalami luka serius hingga harus menjalani perawatan medis.
Bagi Lulu Jamaludin, peristiwa ini menorehkan luka demokrasi yang sulit pulih. “Kekerasan ini adalah pesan gelap yang hendak membungkam kebebasan pers. Jika dibiarkan, masyarakat akan kehilangan haknya atas informasi yang jujur dan transparan,” katanya.
Tuntutan Keadilan
Kepolisian Resor Serang telah mengamankan dua sekuriti perusahaan bernama Karim dan Bangga. Namun, Lulu menegaskan bahwa kasus ini tidak boleh berhenti pada dua orang pelaku. Mereka mendesak polisi mengusut keterlibatan ormas maupun oknum aparat yang disebut terlibat langsung dalam aksi brutal itu.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga menyatakan keprihatinannya, menilai kekerasan tersebut bukan hanya serangan terhadap jurnalis, tetapi juga upaya membungkam transparansi dalam penegakan hukum lingkungan.
Luka yang Masih Terbuka
Kasus Jawilan menambah daftar panjang kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia. Lulu Jamaludin menegaskan, luka batin yang ditinggalkan tidak akan mudah sembuh.
“Kami tidak hanya menuntut keadilan bagi korban, tetapi juga jaminan agar dunia pers bisa bekerja tanpa rasa takut. Tanpa itu, demokrasi di Banten hanya akan tinggal slogan,” ujarnya.(fun)