Kampanye di Lembaga Pendidikan Pada Pemilu Serentak Tahun 2024 (oleh:Samsuri*)

0
616

Pandeglang, fesbukbantennews.com (31/10/2022) – Definisi Kampanye berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 pasal 1 angka 35 adalah kegiatan yang dilakukan oleh peserta pemilihan umum (Pemilu) atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan cara menawarkan visi, misi, program, dan/atau citra diri peserta pemilu. Tujuan utama dari kampanye adalah untuk mempengaruhi opini dan pilihan pemilih agar mendukung calon atau partai politik yang sedang melakukan kampanye.

Samsuri (Anggota KPU Kabupaten Pandeglang)

Kampanye biasanya dilaksanakan secara serentak oleh peserta pemilu selama tahapan kampanye yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sesuai dengan jenis pemilu yang sedang berlangsung. KPU akan mengatur tahapan, program, dan jadwal penyelenggaraan pemilihan umum termasuk periode kampanye.

Dalam melaksanakan kampanye pemilu, peserta kampanye diharapkan menjunjung prinsip-prinsip jujur, terbuka, dan dialogis. Artinya, kampanye pemilu seharusnya dilakukan dengan integritas yang tinggi, memberikan informasi yang akurat dan transparan kepada pemilih, serta membuka ruang dialog dan diskusi antara peserta kampanye dan pemilih.

Semenjak putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-XXI/2023 Menjadi perdebatan hangat diberbagai diskusi, dimana Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilu masih memuat ketentuan kampanye Pasal 280 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang melarang kampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan tanpa syarat. Dalam Pasal 72 PKPU No 15/2023 disebutkan melarang penggunaan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan sebagai tempat kampanye.

Menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi, Komisi Pemilihan Umum sudah melakukan revisi aturan kampanye pemilu yang memperbolehkan dilembaga pendidikan sebagai tempat kampanye selama tidak menggunakan atribut dan mendapat izin dari penanggung jawab institusi. Revisi ini menyesuaikan amar putusan Mahkamah Konstitusi yang sudah mengizinkan peserta pemilu berkampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan dengan sejumlah syarat.

Adapun Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-XXI/2023 mengubah norma Pasal 280 Ayat (1) huruf h UU Nomor 7 Tahun 2017, yakni pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan, kecuali untuk fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu

Metode Kampanye

Sementara untuk metode kampanye berdasarkan PKPU Nomor 15 tahun 2023 pasal pasal 26 hampir tidak ada perbedaan Ketika pemilu tahun 2019 yaitu dapat dilakukan dengan cara diantaranya rapat umum, pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka atau dialog, penyebaran bahan kampanye pemilu kepada publik , pemasangan alat peraga ditempat umum yang harus mengikuti aturan, melalui media sosial dan iklan media baik cetak maupun elektronik, debat pasangan calon dan kegiatan lain yang tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.

Menimbang sisi positif
Kampanye politik di lembaga pendidikan khususnya perguruan tinggi dapat membantu mendorong kontestasi yang lebih substansial. Khususnya, di lembaga pendidikan seperti perguruan tinggi, Apalagi selama ini kampanye kandidat tidak jauh dari memperbanyak publikasi citra diri, panggung-panggung hiburan maupun orasi politik. Itupun, sebagian besar bisa dibilang hanya diisi jargon-jargon kosong.

Dengan adanya keterlibatan mahasiswa di perguruan tinggi dapat menjadi oase dalam penyediaan wadah pemilih muda untuk berekspresi dan beradu argumen, serta bebas nilai, disebabkan karena ruang-ruang adu perspektif dan pengujian gagasan kandidat selama ini jarang ada. Debat publik yang digelar penyelenggara pemilu lebih kepada formalitas dan panggung orasi kandidat-kandidat.

Selain itu, selama ini tidak ada debat publik resmi yang mengadu gagasan calon legislatif dan calon kepala daerah. Ruang publik ini bisa mendorong adanya ruang kesetaraan antara pemilih dan kandidat. terbangunnya inklusivitas tersebut dapat mendorong kontestasi yang lebih substansial. Artinya, ide dan gagasan tentang Indonesia ke depan dapat dirembuk setara antara pemilih dan kandidat. Karena selama ini partisipasi pemilih dipandang kaku sebatas keterlibatan mereka mencoblos. Padahal, partisipasi generasi muda dalam proses kontestasi dan pasca kontestasi tidak kalah penting.

Oleh karena itu akankah memberikan angin segar bagi perguruan tinggi untuk terlibat aktif sebagai kawah candra dimuka kaum intelektual agar melek politik, atau sebaliknya menjadi kekhawatiran adanya perbedaan pilihan politik dan lebih cenderung menjadi pragmatis. Wallahu’alam.

*Penulis : Samsuri (Anggota KPU Kabupaten Pandeglang)