Generasi Malang di Leuwi Malang Pandeglang (oleh : A Haetami*)

0
189

Pandeglang, fesbukbantennews.com (16/11/2017) – Generasi, tentu kata-kata ini tidak asing lagi ditelinga kita. Generasi merupakan cikal bakal, penerus selanjutnya, sebagai tunas bangsa yang akan melanjutkan estapeta dan mengisi kemerdekaan ini di era selanjutnya.

Ilustrasi.(google)

Namun, generasi tersebut sangatlah bernasib malang. Kemalangan yang dirasakan oleh generasi tersebut adalah sama sekali jauh dari kata layak, ditengah-tengah era modern ini atau kata familiarnya yang sering kita dengar saat ini yaitu era milenial atau zaman now. Generasi yang malang itu adalah siswa-siswi Sekolah Dasar di Kampung Leuwi Malang, Desa Sorongan Kecamatan Cibaliung – Pandeglang.

Pada tulisan ini, penulis mengangkat sebuah persoalan yang nyata, yang itu dirasakan oleh siswa-siswi Sekolah Dasar yang ada di Leuwi Malang. Persoalan ini sudah terjadi sejak lama, namun belum juga terdapat sebuah solusi untuk mengatasinya.

Dalam mengangkat persoalan ini, terlebih dahulu terdapat beberapa orang anggota Keluarga Mahasiswa Cibalung yang melakukan investigasi langsung ke lokasi. Mahasiswa tersebut bernama Dandan Hilmawan mahasiswa UNSERA, Anggun mahasiswa UNTIRTA dan Ade Fauzi mahasiswa UIN SMH Banten.

Persoalan ini terjadi di Kelas jauh Sekolah Dasar Negeri 2 Sorongan bertempat di Kampung Leuwi Malang, Desa Sorongan Kecamatan Cibaliung – Pandeglang. Kelas jauh tersebut berdiri dari tahun 2014, sebelumnya siswa-siswi asal Lewi Malang ini sekolah ke Parung Kokosan di Kecamatan Cikesik atau ke Sorongan yang menjadi sekolah induknya sekarang. Alasan didirikannya kelas jauh tersebut adalah karena aksesnya yang sangat jauh dari Lewi Malang ke pusat Pemerintahan Kecamatan atau ke tempat yang dekat dengan jalan raya.

Sebelum tahun 2014, siswa-siswi ini harus menyebrangi sungai yang mengelilingi Leuwi Malang dengan menggunakan rakit yang terbuat dari bambu, mengingat letak geografisnya seperti pulau yang dikelilingi oleh dua sungai yaitu sungai Cikalong dan Cibaliung. Setelah menyebrangi sungai dengan menggunakan rakit, siswa-siswi ini juga harus menempuh jalan terjal yang hanya bermaterialkan batu keras dan tanah. Sama halnya dengan sungai, terdapat dua akses jalan juga untuk menuju atau keluar dari Lewi Malang yaitu Jalan Cikaroya dan Curug.

Dengan kondisi yang demikan, sangat jarang sekali siswa-siswi ini menamatkan sekolahnya atau melanjutkan ke jenjang pendidikan ke tahap selanjutnya. Sebab, jika turun hujan yang berkepanjangan maka siswa-siswi ini tidak bisa menyebrangi sungai karena air sungai yang deras, meluap atau banjir juga rakit yang biasa digunakan hanyut terbawa air, selain itu juga jalan yang dilaluinya sangatlah licin untuk dlalui bahkan tidak bisa jika menggunakan kendaraan roda dua. Selama hujan tiba, maka selma itu juga mereka meliburkan diri sehingga tidak tumbuh motivasi untuk tetap terus melanjutkan pendidikan.

Persoalan siswa-siswi ini tidak melanjutkan pendidikan ke tahap selanjutnya juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi orang tua siswa. Penduduk Kampung Leuwi Malang dalam mata pencahariannya yaitu bertani dan memanfaatkan sungai yang mengelilingi kampung dengan menangkap ikan. Terdapat sekitar 30 kepala keluarga di Kampung Lewi malang dengan keadaan ekonomi yang minim.

Pada tahun 2014 didirikan Kelas Jauh SDN 2 Sorongan di Kampung Lewi malang sebagai alternatif bagi anak usia dini untuk tetap bisa menyelesaikan pendidikan ditingkatan Sekolah Dasar. Namun, bukan berarti semua masalah yang dihadapi oleh siswa-siswi sudah bisa teratasi, masih banyak persoalan-persoalan lain yang belum terselesaikan sampai saat ini. Persolan tersebut berupa tempat proses belajar mengajar siswa-siswi atau kelas belajar yang terbuat dari Bambu, Atap Rumbia dan Beralaskan Tanah. Jika turun hujan, kerap sekali aktivitas belajar terganggu karena air hujan yang menembus atap kelas dan membasahi siswa-siswi yang sedang belajar. Kurangnya buku bacaan siswa dan buku mata pelajaran, juga media pembelajaran yang lainnya. Bahkan white board saja baru ada beberapa hari ini, sebelumnya menggunakan kertas yang ditempel didinding sekolah yang terbuat dari anyaman bambu.

Jumlah siswa di Kelas Jauh tersebut sebanyak 25 siswa dengan menggunakan 2 ruang kelas, karena memang baru ada 2 ruangan kelas, padahal siswanya terdapat siswa kelas 1 – 4. Dalam proses belajar mengajarnya dibarengkan atau digabungkan di 2 kelas tersebut, yang membedakannya hanya mata pelajaran yang disampaikan oleh guru pengajar. Yang lebih miris lagi adalah tenaga pengajar atau guru yang mengajarnya hanya 1, sering berganti-ganti guru pengajar karena tidak pernah ada yang bisa bertahan lama. Sekarang ini yang mengajar di sekolah tersebut bernama Pak Lukman berusia 27 tahun asal Ciamsi yang mengikuti program pemerintah untuk mengajar ditempat tertinggal dan terbelakang. Pak Lukman mengajar di sekolah tersebut baru beberapa bulan saja dari bulan Agustus 2017.

Begitu mirisnya kondisi pendidikan di Pandeglang dan Banten Selatan ini, sama sekali jauh dari jangkauan kebijakan pemerintah, karena sampai saat ini persoalan tersebut belum terselesaikan. Padahal salah satu tujuannya negara ini merdeka juga adalah untuk mencerdasakan kehidupan bangsa seperti yang tertuang dalam preambul UUD 1945, hak dan kewajiban rakyat untuk mengakses pendidikan dalam UUD 1945 Pasal 31, telah diatur juga bahwa APBN dan APBD sebanyak 20% dialokasikan untuk pendidikan, namun ternyata hal itu belum dirasakan oleh siswa-siswi yang ada di Lewi Malang. Terlebih lagi, ketika menjelang Pemilihan Kepala Daerah baik Kabupaten Pandeglang ataupun Provinsi Banten selalu memberikan janji-janji manisnya kepada masyarakat dalam hal pendidikan, namun janji hanya sebatas janji bagi siswa-siswi di Lewi Malang, belum bisa dirasakan bukti konkritnya.

Penulis dan mahasiswa yang turun langsung melakukan investigasi ke lokasi mengharapkan kepada Pemerintahan Kabupaten Pandeglang dan Provinsi Banten untuk turun tangan menyelesaikan persoalan tersebut. Solusi yang ditawarkan oleh penulis adalah dengan memperbaiki akses di Lewi Malang seperti perbikan jalan dan jembatan untuk penyebrangan. Selain itu juga berupa buku bacaan siswa, buku mata pelajaran dan media untuk menunjang aktivitas pembelajaran lainnya.

Penulis dan mahasiswa yang tergabung dalam Keluarga Mahasiswa Caibaliung juga mengajak kepada seluruh lapisan masyarakat untuk turut serta memberikan solusi dari persoalan yang dirasakan oleh siswa-siswi Lewi Malang.

*Identitas Penulis
Nama : Ahmad Haetami
Tempat, tanggal lahir : Pandeglang, 1 Januari 1993
Lembaga : Ketua Presidium Keluarga Mahasiswa Cibaliung Cabang Serang dan Mahasiswa UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten.(LL)