3 Terdakwa Korupsi PT BGD Rp 5,2 Miliar Dituntut Jaksa 2,5 dan 3,5 Tahun Penjara

0
1290

Serang, fesbukbantennews. com (26/11/2020) – Tiga terdakwa kasus kerjasama operasi (KSO) fiktif PT Banten Global Development (BGD) 2015 untuk tambang emas di Bayah, Kabupaten Lebak senilai Rp5,9 miliar oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dituntut 2 tahun 6 bulan dan 3 tahun 6 bulan di pengadilan tipikor PN Serang, Kamis (26/11/2020).

Sidang tuntutan Korupsi PT BGD di PN Serang.

Ketiga terdakwa tersebut, yakni mantan Direktur PT BGD, berinisial Ricky Tampinongkol yang juga terpidana kasus penyuapan Bank Banten, Direktur PT BGD Franklin Paul Nelwan dan Direktur PT Satria Lautan Biru (SLB) Ilham.

Dalam sidang yang dipimpin hakim R Sidabalok, dengan JPU Pantono, Eka Nugraha dan Erlangga, terdakwa Ricky Tampinongkol dan Franklin Paul Nelwan dituntut masing-masing 2 tahun dan 6 bulan penjara. Sementara terdakwa Ilham dituntut 3 tahun dan 6 bulan penjara.

Ketiga terdakwa juga oleh Jaksa dikenai denda Rp500 juta subsider 5 bulan penjara. Sementara untuk terdakwa Ilham, selain dikenai denda, diharuskan membayar uang pengganti sebesar Rp5, 19 miliar.

“Supaya majelis hakim menghukum terdakwa Ilham dengan hukuman pidana penjara selama tiga tahun dan enam bulan, ” Kata Jaksa saat membacakan tuntutan untuk terdakwa Ilham.

Ketiga terdakwa tersebut oleh JPU dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan secara bersama-sama melakukan tindak pidana Korupsi sebagaimana dalam pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah dirubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tipikor , jo pasal 55 ayat ( 1) KUHP.

Dalam tuntutan yang dibacakan JPU secara bergantian, terdakwa terbukti tidak menggunakan dana dari PT BGD Rp5, 2 miliar untuk menyewa kapal guna menjalankan usaha. Melainkan untuk kepentingan pribadi.

Usai mendengarkan tuntutan dari JPU, majelis hakim menyatakan sidang ditunda hingga pekan depan dengan agenda pledoi atau nota pembelaan dari terdakwa.

Untuk kasus tersebut bermula saat ditandatanganinya perjanjian peminjaman modal kerja (PPMK) pada Oktober 2015 antara direksi PT BGD dengan PT SLS. Isi PPMK tersebut BGD menyetorkan modal kepada PT SLS dengan jangka waktu selama satu tahun. Setelah PPMK tersebut ditandatangani, PT BGD menyetorkan Rp5,9 miliar ke rekening PT SLS untuk kegiatan pertambangan.

Oleh PT SLS dana dari PT BGD tersebut juga disetorkan kepada PT SLB untuk kepentingan penyewaan kapal senilai Rp1,7 miliar.

Oktober 2016 kerja sama antara PT BGD dengan PT SLS tersebut berakhir. Namun PT SLS tidak menyetorkan keuntungan kepada PT BGD. Malah, modal milik PT BGD tidak dikembalikan PT SLS. Belakangan diketahui kerja sama tersebut tidak dikerjakan oleh PT SLS.

Kegiatan tambang tersebut tidak berjalan dan tidak ada kegiatan sampai dengan berakhirnya PPMK.

PT BGD selaku badan usaha milik Pemprov Banten tidak mengatur PPMK. Namun aturan tersebut dilabrak direksi PT BGD dengan dalih pengembangan usaha. PPMK tersebut tidak sesuai dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) dan Standar Operasional Prosedur (SOP) di PT BGD.

Hasil audit dari BPK RI, kerugian negara dari KSO fiktif tersebut sebesar Rp5,225 miliar. Saat proses penyidikan, penyidik telah menyita uang sebesar Rp1,1 miliar dari Ilham dan rekannya. (LLJ).