Terdakwa Korupsi Dana Hibah Sebut Pegawai Kesra Banten Terima Rp 660 Juta

0
237

Serang,fesbukbantennews.com (15/3/2017) – Dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi dana hibah tahun 2013 senilai Rp 1,1 miliar di pengadilan tipikor Pengadilan Negeri (PN) Serang ,Selasa (14/3/2017) terungkap,terdakwa  Ahmad Suhari (76) menyebut nama pegawai di Biro Kesra Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten menerima setoran dana hibah sebesar Rp 660 juta. Penyetoran  uang tersebut sebagai kesepakatan antara penerima hibah dengan pejabat di Biro Kesra Pemprov Banten.

Terdakwa kasus dugaan korupsi danahibah tahun 2013 senilai Rp 1,1 miliar, Ahmad Suhari saat memberikan keterangandi Pengadilan Tipikor Serang, Selasa (14/3/2017).(fhy)

 

“Rp 660 juta untuk provinsi (BiroKesra Pemprov Banten). Diserahin ke Pak Dayat (pegawai Biro Kesra PemprovBanten),” ujar Suhari dihadapan Ketua Majelis Hakim Sumantono.

 

Penyerahan uang tersebut, lanjut Terdakwa,  setelah yayasan pendidikan Al Ishlah di Jalan Raya Jara Datarcae, Kampung Batu Jaya, Desa Datarcae, Kecamatan Cirenten, Kabupaten Lebak mendapatkan bantuan rehab ruang kelas sebesar Rp 1,1 miliar.

 

Bantuan rehab ruang sekolah itutidak diterima penuh. Yayasan Al Ishlah hanya mendapat bagian sebesar Rp 350juta sedangkan sisanya Rp 90 juta diserahkan kepada Bahudin (pembuat proposal) dan pejabat Kesra Biro Provinsi Banten. “Yang bilang Bahudin kami terima 30 persen sedangkan 70 persen ke provinsi. Katanya tidak akan masalah (persoalan hukum) makanya saya terima,” katanya dalam sidang yang dihadiri oleh JPU KejariLebak Khusnul Fuad.

 

Dia mengatakan proses penyerahan uang setelah rekening yayasan Al Ishlah menerima transferan uang hibah. Setelah ditransfer, uang itu kemudian dicairkan di Bank BRI sebesar Rp 800 juta sedangkan sisanya disimpan rekening. Kasus hibah ini selain menyeret nama pejabat di BiroKesra Pemprov Banten juga Kepala Desa Datarcae, Eko. Eko mengenalkan Dayat kepada terdakwa. “Diteleponin terus Pak Lurah (Eko) disuruh ke provinsi (Kantor Biro Kesra Banten) setelah pencarian. Kami (Eko dan terdakwa) bawa uang Rp 660 juta,“ katanya.

 

Kepada majelis hakim, terdakwa mengaku tidak mengetahui proses penerimaan dana hibah. Proses pembuatan proposal diatur oleh Bahudin. Sedangkan ia hanya mengurus akta notaris yayasan,stempel dan nomor rekening. Setelah persyaratan itu dibuat kemudian diserahkan ke Biro Kesra Pemprov Banten. Tiga hari sebelum diberi tahu sebagai penerima hibah, terdakwa bertemu pegawai Biro Kesra Pemprov Banten, Walidan.

 

“Berangkat ke kantor gubernur malam-malam. Disana naik ke ruang atas disuruh tandatangan surat semacam MOU(memorandum of understanding) tapi saya tidak baca detail,”ucapnya.

 

Angggota majelis hakim Dony Suwadi sempat menyinggung terdakwa terkait penggantian dana hibah yang disalahgunakan.Menurut Dony, penggunaan dana hibah yang disalahgunakan harus dikembalikankepada negara sebagai pembayaran kerugian negara. “Mending saya dibunuh saja pak daripada mengembalikan uang (kerugian negara),” katanya menjawab pertanyaanitu.

 

Kepada majelis hakim, terdakwa sempat memohon agar kasusnya tidak tebang pilih. Sebab, aliran uang tersebut diakuinya mengalir ke oknum pejabat dan Bahudin. “Saya tidak nikmatin uang. Uang Rp 350 sudah digunakan untuk yayasan. Saya mohon pengungkapan kasus yang seadil-adilnya,”katanya.

 

Menanggapi itu, Ketua Majelis Hakim Sumantono mengatakan, keinginan terdakwa tersebut agar disampaikan ke JPU. Sebab,majelis hakim tidak mempunyai kewenangan untuk mengusut kasus pidana. “Bapak sampaikan ke bapak yang disamping itu (menunjuk JPU). Karena dia yang membawa bapak kesini,” katanya.

 

Setelah mendengarkan keterangan terdakwa. JPU Kejari Lebak Khusnul Fuad meminta waktu seminggu untuk menyusun surat tuntutan. Permintaan itu oleh majelis hakim dikabulkan. Rencananyapersidangan akan kembali dilanjutkan pada Selasa pekan depan dengan agenda pembacaan tuntutan. (Fhy/LLJ)