Numpang Nampang di Tengah Corona (oleh:Uday Suhada*)

0
861

Pandeglang, fesbukbantennews. Com (29/3/2020) – Salam dunia politik praktis, segala celah tentu dicari bahkan bila perlu diciptakan dan dimanfaatkan untuk membangun citra diri. Berbagai event dan momentum ditilik. Mulai dari hari-hari besar keagamaan, hari-hari besar nasional-internasional. Pun demikian dalam peristiwa pernikahan, khitanan bahkan kematian, bencana alam sekakipun. Hal ini jamak dilakukan oleh para politisi. Tentu saja tidak dilakukan oleh semua politisi.

Tampilan web KLB Corona.

Hanya tim independen pejuang kemanusiaan saja yg mengesampingkan pencitraan. Mereka tak butuh pujian, atau berharap “biar dikata waduh, dianggap paling peduli, hebat, keren,” dst. Biasanya pejuang langka semacam itu yg akan menulisnya para sejarawan, jurnalis – kelak, itupun gak ada jaminan.

Nah, wabah yang sekarang jadi pusat perhatian dunia: COVID-19, nampak betul mana politisi yang memanfaatkannya sebagai ajang numpang nampang membangun citra diri, mana yang tidak.

Bagi daerah yg tahun ini ada agenda Pilkada, lumrah para figur yang manggung, mengeluarkan isi kantongnya untuk membangun citra diri itu (bukan petahana).

Bakal calon bupati, walikota, gubernur tentu berfastabiq atur strategi untuk merogoh hati pemilih di daerah masing-masing, dengan berbagai varian. Ada yg sebar masker, penyemprotan disinfektan, sediakan sanitizer, mencetak seruan agar masyarakat lakukan #Ngajedogdiimah dan rupa-rupa bentuk lainnya. Itu wajar dan bagus, jika MENGGUNAKAN UANG SENDIRI. Ikhtiar itu patut kita apresiasi.

Persoalannya muncul ketika mereka memanfaatkan UANG RAKYAT. Medianya bisa beragam, kita bisa lihat, misalnya:

  1. Tampilan website KLB Corona (content pesan yang disampaikan kalah oleh foto pejabatnya);
  2. Spanduk berwajah penguasa daerah yg selalu dibawa kemanapun oleh tim petugas penyemprotan masjid, gedung-gedung pemerintahan, terminal, jalan dst. Tiada penyemprotan disinfektan tanpa spanduk berwajah penguasa.
  3. Disinfektannya sendiri untuk keadaan darurat, foto pejabat ‘ngejeblag’, dibuat dengan menggunakan kocek sendiri?.
  4. Sanitizer bersimbol penguasa, dan buat dengan menggunakan duit sendiri?
  5. Billboard, baliho yg dipasang di berbagai sudut kota, berisi himbauan yang kalimatnya begitu banyak. Tapi yang menonjol ya foto pejabatnya. Substansi “pesan” yg ingin disampaikan jadi hilang. Bagi pengguna jalan, dipastikan tidak akan mampu membaca isi seruan itu. Saya berani taruhan soal ini. Sebab para pengguna jalan hanya punya waktu sekian detik saja untuk melihatnya. Kecuali ia berhenti sejenak dan membaca semuanya.
    Ingat, semua itu sumber biayanya dari APBD !

Apapun itu, numpang nampang semacam itu sangatlah tidak etis, dan merupakan pelanggaran asas kepatutan dan kepantasan. Sebab Penanggulangan wabah penyakit menular yang menggemparkan dunia ini justru dijadikan alat pencitraan.

Padahal mengambil langkah-konkrit mencegah dan menaggulangi penebaran wabah CORONA di masyarakat sudah menjadi kewajiban pemerintah. Bukan dijadikan ajang seperti ingin dipuji, hayang kaalem dan semacamnya.

Wallahu’alam bisshawab.
Serang, 27 Maret 2020 jam 22.22.

*Penulis/pengirim, Uday Suhada. Warga Menes

**Lampiran adalah contoh mana yg biayanya bersumber dari dana pribadi atau sekelompok orang, mana yg dari APBD.

*Mohon keikhlasan kang Kirdiat, Teh Ima, kang Lhoelhoe, Yogie, fotonya saya ambil untuk melengkapi tulisan ini. (LLJ).