Kasus Korupsi Proyek UNBK Rp24,9 Miliar , Mantan Kepala dan Sekretaris Dindikbud Banten Minta Bebas

0
393

Serang,fesbukbantennews com (26/7/2022) – Terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan komputer untuk ujian nasional berbasis komputer (UNBK) tahun 2018 senilai Rp24,9 miliar mantan Sekretaris Dindikbud Banten Ardius Prihantono, meminta bebas dari dakwaan dan tuntutan hukum. Terdakwa menilai tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) mengada-ada. Oleh karena itu meminta majelis hakim membebaskan dari segala tuntutan hukum.

Kuasa Hukum Ardius ,Shanty Wildhaniyah (kanan) saat membacakan pledoi .

Demikian diungkapkan penasehat hukum terdakwa Ardius Shanty Wildhaniyah dalam sidang yang beragendakan pledoi yang dipimpin hakim Slamet Widodo dengan JPU Subardi, Mulyanda dan Endo di pengadilan Tipikor PN Serang , Senin (24/7/2022).

” tuntutan jaksa penuntut umum tidak sesuai fakta di persidangan dan hanya hasil rekaaan dan bukan hasil keterangan saksi-saksi,” kata Shanty saat membacakan pledoi.

Oleh karena surat tuntutan tidak disusun berdasarkan fakta persidangan maka ia meminta kepada majelis hakim untuk membebaskan kliennya.

“Kami memohon kepada majelis hakim untuk menerima pembelaan atau pledoi terdakwa Ardius Prihantono,” tegas Shanty.

Hal yang sama disampaikan terdakwa
Mantan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadindikbud) Banten Engkos Kosasih. Dia meminta majelis hakim membebaskannya dari segala tuntutan.

Melalui kuasa hukumnya Kristiawanto, meminta hakim melepaskan terdakwa Engkos Kosasih dari segala dakwaan dan tuntutan hukum (onslaag van alle rechtsvervolging).

“Kami juga meminta majelis hakim mengabulkan nota pembelaan Engkos seluruhnya. “Menerima dan mengabulkan nota pembelaan penasihat hukum dan terdakwa Engkos Kosasih untuk seluruhnya,” kata Kristiawanto.

Engkos , menurut Kristiawanto, telah menjalankan tugas dan fungsinya sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

“Engkos Kosasih telah dianggap melakukan rekayasa suatu proyek yang berjalan dengan sistem e-katalog dan sesungguhnya sistem tersebut telah terbentuk dan sistematis dalam skala nasional dan tidak bisa ditembus dan dimengerti oleh terdakwa sendiri,” katanya.

Dia membantah kliennya telah menyuruh Ucu Supriyatna dari PT CAM untuk melaksanakan proyek pengadaan. Padahal, sistem pengadaan yang melalui e-katalog tidak dapat dimonopoli.

“Karena melalui sistem e-katalog tidak bisa dipilih siapa penyedia jasa, pengusaha atau yang lainnya,” jelas Kristiawanto.

Sementara, Terdakwa Ucu dalam pledoi yang disampaikan langsung mengaku bersalah dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.

Dia juga mengatakan , bahwa semua dana tersebut diperuntukan bagi keberlangsungan hidup karyawan di perusahaanya.Dan dia juga meminta supaya majelis hakim mempertimbangkan Nasib keluarganya.

“Saya masih mempunyai tanggungan keluarga dan punya anak yang autis. Kasus ini akan dijadikan pelajaran hidup saya untuk tidak mengulanginya lagi,” kata Ucu sambil matanya berkaca-kaca.

Engkos , Ardius dan Ucu oleh JPU dituntut pidana penjara selama 1,5 tahun. Keduanya juga diganjar pidana tambahan berupa denda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan. Perbuatan keduanya dinilai penuntut umum terbukti melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang  Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.