Gerakan Membaca Koran: MASIH PENTINGKAH KORAN KITA BACA? (Oleh Gol A Gong*)

0
705

Serang,fesbukbantennews.com (6/1/2022) – Pada 18 Januari 2022, sebagai Duta Baca Indonesia bersama Perpustakaan Nasional RI, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan di Provinsi dan Kabupaten, GPMB, Forum Lingkar Pena, Forum Taman Bacaan Masyarakat, Kepala Daerah, Bunda Literasi, dan dinas terkait lainnya akan melakukan kampanye membaca dan menulis dengan cara Safari Literasi ke 33 kota, selama 3 bulan, mulai dari Kuningan di Jawa Barat hingga berakhir di Kupang pada 2 April 2022.

Gol A Gong.

Di setiap kota saya dan tim kreatif akan mengusung tema “Membaca Itu Sehat, Menulis Itu Hebat”. Kami akan memberi wawasan betapa pentingnya membaca, betapa membaca itu memiliki nilai ekonomi yang tinggi, dan betapa membaca itu akan meningkatkan kualitas hidup kita. Mengutip H. Rano Karno, Komisi X DPR RI, “Tak ada yang sia-sia dari pekerjaan membaca”.

Juga pelatihan menulis kepada masyarakat biasa agar mereka bisa menuangkan gagasannya di era literasi digital ini. Dengan menulis, kecenderungan menyebarkan berita aau tulisan hoaks akan terkendali. Dengan menulis alam maya kita pelan-pelan akan diisi dengan tulisan-tulisan yang bermanfaat dalam bentuk status esai pendek, cerpen mini atau flash fiction, puisi, quote ciptaan sendiri atau dari buku yang dibacanya. Menurut Edi Wiyono, Pemred Perpusnas Press, “Tanggung jawab dari pembaca adalah menyebarkan kembali ilmu pengetahuan yang didapatnya dari buku.”

Tiba-tiba persiapan Safari Literasi terganggu oleh status Pinto Janir – seniman dari Padang di akun FB-nya, tertanggal 1 Januari 2022. Hari pertama di 2022 yang menurut saya dibuka dengan gagasan yang cerdas oleh Pinto Janir dan Padang Ekspres (Jawa Pos Group). Dia dalam skala lokal, mengajak warga Padang kembali membaca koran Padang Ekpress. Aksi lokal, tapi menurut saya memiliki jangakaan luas ke koran dari group besar lainnya seperti Kelompok Kompas Gramedia, Republika, Tempo, MNC, dan Media Indonesia.

Pertanyaan saya, “Pinto Janir itu utopia? Di era literasi digital, kemudian mengajak orang-orang kembali membaca koran?”

Bisakah terwujud? Pertanyaan itu saya jawab sendiri: bisa. Dengan catatan: jika kita niatkan bersama.

Ya, kita tahu literasi digital sudah menggurita. Informasi bagai air bah, tak bisa lagi kita cegah. Kita kesulitan memverifikasi berita-berita di dunia maya yang bergerak dengan cepat. Kadang informasi itu berisi kebencian, fitnah, adu domba. “Kita canggung menyikapi era digital ini,” ucap Taufiq Ismail di Rumah Puisi, Padang Panjang, saat deklaasi Hari Sastra Nasional, sekitar 2013 kepada saya.

Pertanyaan saya: masih adakah koran di rumah kita?

Saat di Jakarta dan masih bekerja di RCTI, 1996-2008, saya berlangganan 7 koran. Saya mengenang masa itu sanga indah. Dunia informasi terkendali dengan baik. Hari-hari dilaui secara bertanggung jawab.

Di Rumah Dunia sejak 2002 pernah belangganan 5 koran; Koran Tempo, Kompas, Republika, Media Indonesia, dan Radar Banten. Kemudian pada 2020 tinggal Kompas dan Radar Banten, karena Koran Tempo, Republika, dan Media Indonesia sudah tidak ada di agen.

Hingga pada 2021, Rumah Dunia tidak berlangganan koran lagi karena relawannya berpindah ke media digital. di rumah pun keempat anak kami tidak membaca koran tapi ke online. Sesekali kami membeli koran edisi hari Minggu. Kemudian persoalan agen dan loper koran yang hilang, kami kesulitan mengasesnya.

Ketika membaca status Pinto Janir – yang menghimbau agar warga Padang membaca koran Padang Ekspres, sangat menggelitik. Anak dan cucu kita jangan sampai tidak membaca koran. Media online tetap kita akses, tapi koran dengan bau kertas dan tintanya tetap harus ada di rumah kita.

Bagi saya, membaca koran bisa jadi satu metode pembentukan karakter anak-cucu kita kelak. Ranah afektif mereka terasah. Dengan langsung membaca koran, perasaan dan emosi terlibat saat membaca judul dan berita.

Saya ingat masa-masa indah membaca koran Kompas dan Suara Karya di tahun 70-an. Minat saya atau rasa ingin tahu saya pada dunia jurnalistik muncul. Saya bisa langsung merasakan nila-nilai kehidupan yang dihidangkan. Ini akan membentuk sikap si anak yang peduli pada lingkungan. Saya bertanya kepada Bapak, “Bagaimana caranya membuat koran? Siapa orang-orang yang membuat koran?”

Sejak 30 Aril 2021, saya diamanahi oleh Perpusnas RI untuk meneruskan perjuangan Tantowi Yahya (2008-2012), Andi F Noya (2013-2017), dan Najwa Shihab (2016-2020) sebagai Duta Baca Indonesia (2021-2025). Tagline yang saya usung “Berdaya dengan Buku”. Selama 8 bulan (Mei-Desember 2021), saya bersama tim kreatif mengampanyekan budaya membaca dan menulis dengan cara rekreatif, yaitu lomba membuat video 1 menit di instagram dengan hadiah Rp. 400 ribu utuk 5 terbaik. Kedua dialog di kanal YouTube GolAGong TV dengan tema “Semua Bebas Bicara Tetang Literasi”, dan Safari Literasi ke 13 kota di Jawa Barat dan Jawa Tengah (September 2021), kelas menulis online, dan webinar.

Program kerja saya di 2022 ini beragam dan menggairahkan. Diawali dengan Aksara (Anak Indonesia Bicara) – Zoom meeting bersama anak Indonesia yang berprestasi. Episode awal pada 10 Januari, mewawancarai Syifa, Duta Wisata Cilik Provinsi Banten. Kemudian Safari Literasi Jawa-Bali-NTB-NTT. Bersama Perpusnas Press menerbitkan 25 cerpen terbaik anak Indonesia, Leksikon 50 penulis Indonesia yang aktif di komunitas litreasi, dan Saatnya Duta Baca se-Indonesia Bicara.

Gerakan Membaca Koran – merespon ide Pinto Janir, sangat menarik. Saya menawarkan kepada siap saja, perusahaan besar yang bergerak di dunia penerbitan. Barangkali peristiwa Safari Literasi Duta Baca Indonesia Jawa-Bali-NTB-NTT pada Januari hingga April 2022 bisa dimanfaakan untuk “Gerakan Membaca Koran”.

Ada 33 kota yang akan kami singgahi. Di setiap kota kami berkegiatan di 2 atau 3 tempat, bersama Perpusnas RI, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan setempat, komunitas literasi, sekolah, penerbit lokal seperti SIP Publishing di Banyumas.Lembaga perguruan tingi seperti Universitas Jember, Universitas Ganesha Singaraja dan Politeknik Internasional Bali ikut berpartisipasi. Kami juga akan singgah menyerahkan “hibah buku” ke taman bacaan. Kampanye “Membaca Itu Sehat, Menulis Itu Hebat” bisa dimanfaatkan untuk aksi kembali membaca koran.

Media online tentu bagus. Kita harus beradaptasi menerimanya. Dan koran melengkapinya. (*)

*Gol A Gong adalah Duta Baca Indonesia dan pendiri Rumah Dunia.