Serang,fesbukbantennews.com (26/11/2023) – Bagi saya dalam dunia politik, terdapat dua tipe sikap atau pendekatan yang sering muncul dalam konteks kontestasi politik pragmatis. Pertama, ada yang disebut “yang tau-tau aja”, yaitu mereka yang mengandalkan pengetahuan dan pandangan mereka sendiri tanpa memperhatikan perubahan dalam lingkungan politik atau responsivitas terhadap kepentingan masyarakat. Kedua, ada yang disebut “yang taktis-taktis ajah”, yaitu mereka yang memfokuskan strategi dan taktik politik tanpa memperhatikan nilai atau prinsip yang mendasari.

Pendekatan “yang tau-tau aja” seringkali didasarkan pada keyakinan bahwa pengetahuan dan pandangan individu sudah cukup untuk mengambil keputusan politik. Mereka mengabaikan perubahan sosial atau politik yang terjadi di sekitar mereka. Pendekatan ini cenderung menjaga kedudukan atau kepentingan politik sendiri tanpa menyesuaikan diri dengan perubahan keadaan. Dalam konteks kontestasi politik pragmatis, sikap ini dapat menjadi hambatan karena ketidakmampuan untuk beradaptasi dan merespon kebutuhan masyarakat yang selalu berubah.
Di sisi lain, pendekatan “yang taktis-taktis aja” cenderung mengutamakan strategi politik tanpa memperhatikan nilai atau prinsip. Mereka berfokus pada cara-cara untuk memenangkan pertarungan politik tanpa memperhitungkan apakah tindakan mereka sesuai dengan nilai-nilai atau kepentingan masyarakat yang lebih luas. Sikap ini seringkali dikritik karena dinilai kurang bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan politik, serta cenderung memprioritaskan kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
Dalam momentum kontestasi politik pragmatis, sikap yang lebih dianjurkan adalah sikap yang memiliki keseimbangan antara pengetahuan dan kebijaksanaan taktis. Politisi atau pengambil keputusan yang efektif dalam konteks ini haruslah memiliki pengetahuan yang baik tentang isu-isu politik dan mampu melihat perubahan sosial atau politik yang terjadi di sekitar mereka. Namun, mereka juga harus memiliki keterampilan taktis untuk merespon perubahan dengan cepat dan efektif.
Dalam konflik antara politik praktis dan pragmatis, tuan muda berada di persimpangan yang memaksa untuk mempertimbangkan ulang nilai-nilai dan prioritasnya.
Pertanyaan mendasar pun muncul: Sejauh mana dia bersedia melibatkan dirinya dalam politik praktis tanpa kehilangan integritasnya? Apakah kompromi adalah jalan yang harus ditempuh untuk mencapai perubahan yang diinginkan?
Dilema ini mencerminkan keseimbangan rumit antara keinginan untuk membawa perubahan dan tekanan dari realitas politik yang seringkali penuh dengan kompromi. Apakah tuan muda akan tetap teguh pada nilai-nilai dan keyakinannya, atau apakah dia akan menyesuaikan diri dengan norma-norma politik yang ada?
Demikianlah dengan kita “Antara Yang Tau Tau Ajjah dan Yang Taktis Taktis Ajjah”….
*Penulis : Wildan Bukan Dilan ,Himpunan Mahasiswa (HIMA) Persatuan Islam (Persis) Banten .