Serang,fesbukbantennews.com (27/9/2021) – Belum selesai kasus korupsi masker di lingkungan Dinkes Banten dan korupsi Dana hibah Ponpes di Biro Kesra Banten disidangkan, kini kembali provinsi yang dipimpin WH -Andika disambangi kasus korupsi lainnya. Yakni kasus dugaan studi kelayakan atau feasibility study (FS) fiktif untuk pengadaan lahan gedung unit sekolah baru (USB) SMA/SMK 2018 di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikdikbud) Provinsi Banten senilai Rp 800 juta.

Hal itu seiring ditahannya dua tersangka oleh Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten berinisial AS selaku honorer PUPR dan JW selaku Pejabat Pembuat Komitmen yang juga mantan Sekretaris Dindikbud Provinsi Banten, atas dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pembuatan studi kelayakan di Dindikbud Provinsi Banten tahun 2018.
Kasi Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Banten Ivan Hebron Siahaan mengatakan, kedua tersangka yang ditahan yaitu, berinisial AS selaku honorer PUPR dan JW selaku Pejabat Pembuat Komitmen yang juga mantan Sekretaris Dindikbud Provinsi Banten, atas dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pembuatan studi kelayakan di Dindikbud Provinsi Banten tahun 2018.
Pantauan wartawan sekitar pukul 18.05 WIB nampak dua orang pria memakai rompi merah keluar dari kantor Kejati Banten.Keduanya keluar dengan dikawal oleh tiga petugas keamanan Kejati Banten.
Kedua orang tersebut ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi Pembuatan Studi Kelayakan atau Feasibility Study (FS) di Dindikbud Banten pada Tahun 2018.
Kasi Penerangan dan Hukum (Penkum) Kejaksaan Tinggi Banten, Ivan Hebron Siahaan mengatakan bahwa pada Tahun anggaran 2018, Dindikbud Provinsi Banten melaksanakan kegiatan pembuatan studi kelayakan/ feasibility study untuk pengadaan lahan.
“Yang rencananya digunakan untuk pembangunan unit sekolah baru dan juga perluasan sekolah SMAN/SMKN, dengan pagu anggaran Rp 800 juta,” ujarnya kepada awak media, saat ditemui di kantor Kejati Banten, Senin (27/9/2021).
Ia menerangkan bahwa dalam pelaksananya, ternyata kegiatan tersebut diduga tidak pernah dilakukan.”Akan tetapi anggarannya dicairkan secara fiktif,” jelasnya.
Ivan membeberkan modus yang dilakukan oleh para tersangka.Pertama, yaitu dengan cara pemecahan paket pekerjaan untuk menghindari pelelangan.
Kedua, dengan cara meminjam beberapa perusahaan yakni sekitar ada 8 perusahaan konsultan.
Perusahaan tersebut, sebagai pihak yang seolah-olah melaksanakan pekerjaan. Dengan cara membayar sewa sebesar Rp 5 juta kepada pemilik perusahaan.
“Kemudian oleh para tersangka membuat kontrak antara perusahaan-perusahaan yang dimaksud dengan PPK pekerjaan tersebut,” kata dia.
Lanjutnya, ada pun pekerjaan studi kelayakan yang dimaksud ternyata tidak pernah benar-benar dikerjakan oleh perusahaan yang ditunjuk.
Akan tetapi langsung dikerjakan sendiri oleh tersangka AS. Kemudian tersangka AS melaporkannya kepada tersangka JS selaku PPK.
Setelah melakukan pembayaran atas pekerjaan Jasa Konsultansi Studi Kelayakan/feasibility study (FS) tersebut, atas aksi yang dilakukan para tersangka, Ivan menyebut bahwa kerugian negara yang timbul dari tindak pidana korupsi tersebut.
“Sesuai dengan hitungan penyidik adalah total loss, sebesar anggaran yang dicairkan yaitu Rp 697.075.972 juta rupiah,” ujarnya.
Ivan menjelaskan bahwa saat ini, Kajati Banten memberikan atensi lebih dalam pengusutan perkara ini.
Lantaran output kegiatan FS ini sangat menentukan dalam pengambilan keputusan untuk memilih lahan yang benar-benar feasible.Sehingga diharapkan, pengadaan lahan ke depannya tidak bermasalah baik secara hukum maupun sosial,” kata Ivan.