Pembentukan Badan Pengelola Mendesak, Sebelum Revitalisasi Banten Lama

Serang,fesbukbantennews.com (1/8/7/2017) – Pembentukan Badan Pengelola Banten Lama merupakan hal mendesak di tengah rencana Pemerintah Provinsi Banten melakukan revitalisasi. Hal itu mencuat dalam sosialisasi yang diselenggaran Badan Pengelola Cagar Budaya Banten bertajuk “Ke Banten Lama Siapa Takut!”.

sosialisasi yang diselenggaran Badan Pengelola Cagar Budaya Banten bertajuk “Ke Banten Lama Siapa Takut!”.

“Badan Pengelola harus ternetuk dulu. Ini yang paling penting. Kedua harus dilakukan reasessment study, dari yang sudah ada. Reasessment yang dilakukan melibatkan Badan Pengelola dan stakeholder yang ada. Supaya apa yang akan dikonstruksikan di kawasan Banten Lama itu tidak salah arah lagi,” kata salah satu narasumber, Dewan Pertimbangan Pelestarian Warisan Budaya (DP2WB) DIY, Yuwono Sri Suwito, ditemui di salah satu hotel di Kota Serang, Senin (31/7/2017).

Badan Pengelola sendiri, ia menambahkan bisa dibentuk oleh gubernur atau stingkat menteri melalui seleksi. Tim Seleksinya dari pihak yang memiliki kaitan dan kepentingan akan adanya lembaga ini seperti ahli sejarah, ahli arkeologi, arsitektur, teknik sipil, dan ahli maritim. “Jangan sampai hanya ahli ekonomi tok. Nanti jadi amusement center (pusat hiburan semata) nantinya. Nilai ekonomi jangan sampai menggusur nilai kultualnya,” kata dia.

Pembagian kawasan merupakan salah satu produk dari Badan Pengelola, mulai dari pusat sovenir, area inti ritual, pusat informasi dan sebagainya. “Badan pengelola mengkaji ulang dari DED yang sudah ada. Jadi aplikable,” jelasnya.

Lembaga independen ini, kata dia, bisa saja diisi oleh perwakilan pemerintah. “Bisa saja unsur pemerintah masuk sebagai pemegang saham, atau kuasa pemegang saham atau sebagai dewan komasaris,” paparnya.

Keberadaan Badan Pengelola sendiri harus terlibat aktif sejak memulai tahap awal revitalisasi. Jika lembaga ini tidak terbentuk sejak awal, seperti reasessment, hemat dia, tidak akan bermakna apa-apa. “Wong yang tau itu Badan Pengelola.

Revitalisai sendiri menurut dia harus berpegang pada zonasi, kode bangunan, dan tata guna tanah. Ia berpesan, jangan sampai nantinya terjadi pembangunan fisik di Banten Lama bertentangan dengan tiga hal tadi. “Jangan sampai bertentangan dengan zoning regulation, building code, dan land usenya,” kata  Yuwono.

Dia mencontohkan, area perdagangan tidak boleh merangsek memasuki are inti dari kegiatan sakral para pengunjung Banten Lama. Begitu juga dengan lokasi kendaraan dan sebagainya. “kadangkala kita kurang teguh dalam memegang aturan ini. Misalnya zona 1, tidak boleh ada bangunan apapun kecuali artefak itu sendiri. Tidak bisa ditawar-tawar lagi. Ini bukan hanya tugas Badan Pengelola,” kata dia.

Kasubdit Program Evaluasi dan Dokumentasi Direktorat Cagar Budaya dan Permuseuman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Judi Wahjudin menambahkan Badan Pengelola sendiri merupakan amanat UU 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya di Pasal 97. “Pengelolaan cagar budaya dilakukan oleh Badan Pengelola yang dibentuk oleh Pemda atau masyarakat hukum adat,” imbuhnya.

Badan Pengelola bisa diwakili oleh unsur Pemda, dunia usaha dan masyarakat seperti kasepuhan, akademiai dan lain-lain. “Jadi Badan Pengelola ini ada dasarnya,” kata dia. (Why/LLJ).