Serang,fesbukbantennews.com (8/4/2016) – PT Krakatau Industrial Estate Cilegon (KIEC) belakangan ini mulai melakukan upaya pembenahan atas lahan milik mereka yang akan menjadi lokasi kawasan industri baru di Kecamatan Anyar, Kabupaten Serang.

Langkah terbaru yang dilakukan, selain melakukan pematokan dan pemasangan plang kepemilikan lahan, PT KIEC saat ini juga mulai melakukan stripping (pembersihan lahan dari tanaman dan sampah) di lokasi lahan terdepan yang direncanakan menjadi pintu gerbang kawasan industri.
Namun kegiatan awal pembukaan kawasan industri KIEC di Anyer ini ternyata menyisakan banyak persoalan dan disebut sangat merugikan masyarakat di wilayah itu. Seperti salah satunya adalah upaya pengusiran paksa terhadap sejumlah keluarga yang tinggal menumpang di lahan yang sejak awal milik Krakatau Steel Grup itu.
Salah seorang pemilik bangunan tinggal yang menumpang di lahan KS Grup itu mengungkapkan, keluarganya diberikan uang kerohiman sebesar Rp 250 ribu dan diminta membongkar bangunan tempat tinggalnya yang sudah bertahun-tahun menempati lahan tersebut.
“Kebijaksanaan model apa seperti ini, cukup apa uang segini (Rp 250 ribu – red), kami dikasih waktu sepuluh hari suruh bongkar,” ujar seorang ibu bernama Susi ini.
Ibu yang berstatus janda ini mengaku tidak tahu harus tinggal dimana lagi, jika dirinya terusir dari lahan tersebut.
Terkait pengusiran tersebut, ibu tersebut mengaku tidak pernah diberitahu oleh pihak perusahaan KIEC secara langsung, melainkan hanya diberi tahu oleh salah seorang tokoh masyarakat setempat.
“Bahkan uang itu juga yang ngasih pa ustad tokoh disini. Dia yang bilang kami diminta pergi dari lokasi ini, bahkan ngasih waktu 10 hari. Saya gak tahu dan gak pernah ketemu orang KIEC,” jelas ibu penduduk asli Desa Anyer itu.
Wakil Ketua KNPI Kecamatan Anyar, Imanudin menilai, PT KIEC sangat mengabaikan sisi kemanusiaan dan dialog dalam kegiatannya untuk membuka kawasan industri.
“Kami akan mendampingi masyarakat yang diperlakukan tidak manusiawi oleh BUMN KS Grup ini. Sejak awal kami sudah memperkirakan bahwa kehadiran industrialisasi di Anyer ini akan banyak merugikan masyarakat dalam praktiknya. Tujuan mungkin mulia untuk masa depan, tapi kenyataannya para pejabat industri dan pemerintah mereka selalu bertindak seperti penjajah yang tidak mau tahu keluhan dan nasib masyarakat yang terkena imbasnya,” kecam Iman.
Iman mengatakan, sejak awal praktek pembebasan lahan kawasan industri oleh PT KIEC banyak merugikan masyarakat pemilik lahan.
PT KIEC diketahui membebaskan kepada pihak ketiga (calo tanah) untuk melakukan pembebasan terhadap lahan milik masyarakat di Desa Kosambironyok dan Desa Grogol Indah, Kecamatan Anyar.
“Kalau memang niatnya baik, jangan pernah berhadapan dengan masyarakat menggunakan tangan ketiga, calo, atau membentur-benturkan masyarakat dengan masyarakat. Tapi kenyataan, cara-cara yang dilakukan KIEC ini sangat tidak berpihak pada kepentingan masyarakat,” tegas Iman.
Direktur Eksekutif LSM Koalisi Masyarakat Peduli Alam Selat Sunda (KOMPASS), Ika Fathullah, juga menilai pemberian uang kerohiman sebesar Rp 250 ribu kepada masyarakat yang terusir merupakan kebijakan yang tidak manusiawi, terlebih tidak pernah dilakukan sosialisasi dan malah perusahaan menggunakan tangan tokoh masyarakat.
“Masyarakat jadi korban keserakahan industrialisasi. Cara-cara KIEC itu cara feodal, masih seperti jaman penjajahan. Mereka tidak mau dialog dan tidak peduli nasib masyarakat,” tegas Ika.
Ika juga mengatakan, jika KIEC tidak merubah kebijakannya yang tidak mau berdialog, maka masyarakat akan mulai menunjukkan perlawanan.
“Kita lawan kesewenang-wenangan. KIEC itu milik rakyat, bukan milik direktur atau pemerintah, bisnis yang mereka jalankan menggunakan uang rakyat, tentu cara yang harus dilakukan harus lebih manusiawi dan mempertimbangkan kebaikan rakyat, bukan hanya ambisi para pejabat dan investor,” tutur Ika. (LLJ)
Kiriman : Ican