Surat Terbuka Buat Menristek Dikti (Gandung Ismanto*)

0
1042

Serang,fesbukbantennews (10/6/20015) – Inilah surat lengkap dari seorang dosen Universitas Sultan Agung Tirtayasa (Untirta) Gandung Ismanto :

Gandung Ismanto (net)
Gandung Ismanto (net)

Kepada Yang Dirahmati Allah SWT.,
MenteriRiset Teknologi dan Pendidikan Tinggi
Bapak Prof. H. Mohamad Nasir, Ph.D., Ak.
Di Jakarta

Assalamu’alaikumwr., wb.,
Semoga Allah SWT., senantiasa memberikan kekuatanhati, pikiran, dan tindakan kepada Bapak dalam mengemban amanah. Dan semoga kesehatan serta kemudahan dilimpahkan pula kepada Bapak dalam menjalankan tugassehari-hari. Amin.
Pertama-tama perkenankan Saya memperkenalkan diri terlebih dahulu. Nama Saya adalah Ismanto, atau dikenal olehpublik dengan nama Gandung Ismanto, NIP. 197408072005011001, dan NIDN. 0007087404(identitas terlampir). Saya adalah seorang Aparatur Sipil Negara dengan fungsisebagai dosen tetap di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas SultanAgeng Tirtayasa, dengan jabatan akademik lektor kepala. Saya adalah alumnus FISIP Universitas Diponegoro tahun 1999, almamater yang mendidik dan membesarkan Saya dengan karakter Kanjeng Pangeran Diponegoro yang teguh pada prinsip dalam memperjuangkan kebenaran dan keadilan. Karakter yang juga Saya dapatkan pada sosokSultan Ageng Tirtayasa, seorang Sultan besar di Kesultanan Islam Banten pada abad ke-17, yang tak kenal kompromi terhadap ketidakbenaran meski itu bermanifes dalam diri putranya yang dikasihi sekalipun, Sultan Haji. Inilah yang membuat Saya terus termotivasi untuk terus ber-amar ma’ruf nahi munkar di bumi Bantenyang diberkahi melalui karomahnya para Kyai zuhud di masa lalu, meski sebagian darinya saat ini menjadi bumi yang “dilaknat” karena sikap para pemimpin politiknya yang khianat, ulamanya yang “tawadu” (baca: tahu warna duit), dan intelektualnya yang hanya menjadi penghamba kekuasaan yang sibuk mencari pembenaran, bukan pengabdi kebenaran dan ilmu pengetahuan.

Pak Menteri yang dirahmati Allah,
Gambaran tentang episode Banten masa kini yangmenjadi bumi yang “dilaknat” tampaknya juga menjadi bagian dari sejarah kontemporer kampus kami yang belum mampu menjadi bagian penting dan signifikan dalam mengubah wajah keterbelakangan dan ketertinggalan Provinsi Banten. Kampus yang menggunakan kemuliaan nama Sultan Ageng Tirtayasa dan menjadikan sosok dandedikasinya sebagai basis pendidikan karakter di kampus Kami, faktanya belum mampu mewujudkan karakter tersebut  dalam tata kelola perguruan tinggi serta segenap peri kehidupan dan pergaulan kampus secara nyata.
Sosok Sultan Ageng Tirtayasa dikenal sebagai perwira-pejuangyang tegas dan tanpa kompromi terhadap kebathilan, sayangnya sebagian besarintelektual di kampus Kami adalah pengecut yang selalu berlindung dalam zona nyamannya kekuasaan sehingga disibukkan dengan berbagai proyek mencari pembenaran atas apa yang dilakukan penguasa. Sultan adalah seorang intelektualyang teknokratis, yang terus menerus mengembangkan dan mendedikasikan ilmupengetahuan untuk kesejahteraan masyarakat sehingga Banten menjadi negeridengan swasembada dan ketahanan pangan yang mampu menyelamatkan masyarakatnyadi tengah embargo akibat konfrontasi dengan VOC saat itu. Sayangnya sebagianbesar dari kami adalah dosen yang hanya berorientasi menggugurkan kewajiban untuk mengajar, meneliti, dan mengabdi pada masyarakat sehingga tidak bermaknadan tidak meninggalkan warisan peradaban apapun bagi kemajuan kampus Kami. Sultanjuga adalah seorang yang relijius, namun kehidupan di kampus kami sangat keringdari nilai-nilai relijiusitas dalam tata kelola dan pergaulan masyarakat kampusnya. Jual beli nilai misalnya, meski sulit dibuktikan dan meski tidak berskala massif namun menjadi isu yang hampir setiap hari Kami dengar karena nyaris tidak mendapatkan perhatian dan tindakan serius. Demikian pula denganisu jual beli skripsi, perselingkuhan, jual beli kursi mahasiswa baru, jualbeli kursi pegawai/dosen baru, korupsi dalam pengadaan barang dan jasa serta pengelolaan keuangan negara, dan lain-lain bentuk KKN yang dilakukan dengansangat rapi dan melibatkan sejumlah petinggi kampus.
Di sisi lain, meski secara jujur Saya tidak menafikkan sejumlah kemajuan yang dicapai UNTIRTA sejak menjadi PTN, namun secara obyektif Saya pun harus mengakui fakta ketertinggalan kampus kami dalam hal budaya dan atmosfir akademik yang sesungguhnya menjadi ruh sebuah masyarakat akademik. Dan inilah yang sama sekali kurang disentuh selama ini,meski secara fisik ketersediaan sarana dan prasarana serta fasilitas penunjang lainnya telah banyak mengalami peningkatan. Inilah pekerjaan rumah kampus kami yang hingga kini masih tertinggal sebagai impian, yaitu belum mampu sepenuhnya bertransformasi dari kultur yayasan di era sebagai perguruan tinggi swastakecil pada tahun 1980-2002, menjadi kultur sebuah PTN yang dihormati dan disegani minimal di wilayah Provinsi Banten. Tata kelola perguruan tinggi yangmasih sangat dipengaruhi faktor-faktor primordial dan politis yang bersifat nepotis dan kolutif merupakan benih perilaku korup yang masih terpeliharahingga kini, sebagaimana tercermin dalam rekrutmen pegawai, promosi jabatan,penerimaan mahasiswa baru, hingga pemilihan rekanan dalam pengadaan barang danjasa. Demikian pula dengan persoalan etika akademik yang nyaris tidak pernahmenjadi kampanye besar yang dilakukan secara massif, terstruktur, dansistematis oleh pimpinan perguruan tinggi dan fakultas, sehingga menjadi public awareness di kalangan sivitasakademika. Alih-alih menjadi moralitas publik, persoalan penegakan etikaakademik hampir selalu diselesaikan “secara adat” dalam ruang-ruang tertutupyang kompromistis sehingga praktis tidak menimbulkan efek jera sama sekali danbahkan tidak menjadi kepedulian publik untuk memeranginya. Inilah persoalanbesar yang Kami hadapi, yang secara faktual Kami yakini sebagai efek psikologisdari masalah etis sejenis yang menyandera sejumlah pimpinan kampus Kamisehingga menyebabkan keengganan mereka untuk menjadikannya sebagai musuhbersama yang harus diperangi karena khawatir justru akan menguak aib dirimereka sendiri.

Pak Menteriyang Saya banggakan,
Salah satu faktor yang memompa keberanian Sayauntuk menuliskan surat ini adalah manuver simpatik yang Bapak lakukan pekan iniyang keras dan tegas terhadap praktik jual beli ijazah yang dilakukan sebuahPTS, yang dampaknya psikologisnya menjadi bola salju di berbagai daerah.Demikian pula dengan pernyataan Pak Sekjend di salah satu media daring, yangmemperingatkan dengan tegas agar senat universitas Kami tidak memilih calonrektor yang melakukan plagiasi. Karena inilah keberanian Saya tumbuh mengatasiketakutan dan kekhawatiran yang secara manusiawi tumbuh dan terpupuk jauh lebihsubur selama ini. Tentu dengan harapan bahwa ketegasan sikap yang sama mampuBapak wujudkan dalam mensikapi dilema yang dihadapi kampus kami.
Di samping itu, keberanian Saya juga tumbuh karenapahitnya kekecewaan yang pernah Kami alami 4 (empat) tahun yang lalu ketika Menteri saat itu menjatuhkan pilihan pada figur calon rektor yang tidak sesuaiharapan bahkan bermasalah, justru di saat pernyataan Menteri yang berulang kalimenyatakan perang terhadap plagiarisme, namun di sisi lain justru menjatuhkanpilihan pada figur yang cacat moral karena persoalan etika akademik yang sangatserius, dan telah dibuktikan oleh Komisi Etika di kampus kami saat itu padatahun 2010 (bukti terlampir). Harapantidak terulangnya kepahitan yang sama, harapan akan satunya kata dan perbuatan,dan harapan hadirnya nawacita revolusi karakter bangsa yang nyata dalam memilihcalon rektor di kampus Kami, akhirnya mengatasi segala kekhawatiran danketakutan itu.

Bapak Prof. H. Mohamad Nasir, Ph.D., Ak. yangTerpelajar,
Sebagaimana Bapak adanya, Saya adalah seorangdosen yang memimpikan hadirnya kampus sebagai tempat bersemainya benihperadaban bangsa yang unggul sesuai dengan jatidiri bangsa, termasuk dalamkontestasi pemilihan calon rektor yang harusnya menjadi ladang persemaian demokrasikampus yang beradab.

Demokrasi lahir dari pergulatan pemikiran dan tradisi academy di era Yunani kuno hingga kekaisaran Romawi. Karenanya kampus adalah democratia mater,ibu kandung demokrasi yang berkembang di berbagai belahan dunia saat ini. Dankarena itu pula maka demokrasi di kampus harusnya jauh lebih maju dan beradabdibandingkan dengan demokrasi yang diadopsi dalam lapangan politik. Demokrasikampus haruslah ideal karea dilakukan oleh para akademisi yang merupakan elitdalam masyarakat, kaum terpelajar, terhormat, dan beradab. Demokrasi kampusharus berbeda dengan dengan demokrasi dalam lapangan politik yang sangatliberal yang cenderung menghalalkan segala cara. Dan kampus haruslah selalumenjadi ladang pemuliaan bibit unggul demokrasi yang disemai oleh tangan-tangan bersih akademisinya.

Berangkat dari dimensi historis dan filosofis tersebut, ada perbedaan mendasar antara demokrasi dalam lapangan politik (demokrasi politik) dengan demokrasi yang diterapkan dilingkungan masyarakat akademik (demokrasi kampus). Perbedaan itu seperti minyak dan air. Karenanya demokrasi kampus bukan, dan tidak boleh menjadi demokrasi politik.

Demokrasipolitik bekerja dalam arena luas, mencakup sivitas yang sangat heterogen, baikaspek genealogis maupun kepentingan politiknya. Karena luasnya cakupan demokrasi politik itu makakendati terdapat core values yang sama, namun implementasi nilai tersebut diakomodasi dalam praktek politiknya dengan standar yang jauh lebih rendah, yang disesuaikan dengan perkembangan kedewasaan sivitasnya. Sementara demokrasi kampus bekerja dalam arena yang sangat terbatas,dilaksanakan oleh kaum elite yang berada di puncak strata pendidikan dandianggap telah mencapai puncak kedewasaan, kematangan, dan pencerahan jiwa dan pikiran  sehingga mampu menerapkan standar idealnilai-nilai demokrasi tersebut dalam bingkai nilai-nilai dasar sivitasnya yang kita kenali sebagai norma kehidupan kampus. Norma inilah yang menjadi identitas, mengikat, dan mengharuskan sivitasnya untuk mengedepankan meritocracy dalam rekrutmenkepemimpinannya. Normayang mementingkan integritas, intelektualitas, kompetensi, dan profesionalitassebagai variabel terpenting dalam menentukan pilihan, sekaligus menafikkan tribalisme, hubungan keluarga, dan primordialisme dalam prosesnya. Dengan norma itu pula maka demokrasi kampus dapatsenantiasa diwarnai rasionalitas, obyektivitas, dan kompetisi yang sehat (highdemocracy), bukandemokrasi kaum tak terdidik (uneducated) yang emosional (mobocracy). Bukandemokrasi kaum barbar yang penuh intimidasi dan premanisme (tyranny,despotism). Bukan pula demokrasi kaum tak beradab (uncivilized)yang menghalalkan segala cara, dan memaksakan kehendak.

Demokrasi kampus adalah soal kepemimpinan, bukan soal kekuasaan. Karenanya ia haruslah jauh dari sikap-sikap pragmatis, subyektif,emosional, dan praktek menghalalkan segala cara. Demokrasi kampus adalah bukansoal menang-kalah, melainkan win-wingame, sehingga sangat tidak patut melibatkan emosi dan perasaan dalamseluruh prosesnya. Kebersamaan, kegembiraan, dan kejernihan berpikir adalahsikap dan suasana yang seharusnya tumbuh diantara sivitas akademika yang mengikutinya.

Bapak Mohamad Nasir yang Penuh Perhatian,
Sayangnya idealitas itu masih tersimpan sebagai mimpi. Rasionalitas, obyektifitas, dan nurani masih menjadi barang langka di kampus Kami. Politik uang, politik bagi-bagi kursi,intimidasi, dan praktik kotor lainnya masih mewarnai demokrasi kampus Kami.Lagi-lagi meski sulit untuk dibuktikan namun aromanya sangat mudah diendus olehKami yang sehari-hari bergelut di dalamnya, sebagaimana pula secara empirispernah terjadi pada Pilrek 4 tahun yang lalu.
Demikian pula dengan politisasi peraturan rektor tentang tata tertib pemilihan rektor sertatata kerja Senat Universitas yang dirancang untuk mengakomodasi kepentingan calon tertentu, sehingga bertabrakan semangatnya dengan peraturan perundang-undangan, serta bersifat diskriminatif dan tidak mampu menghadirkan kepastian hukum. Hal inilah yang pernah Saya sampaikan kepada Bapak melalui 2(dua) surat terdahulu tentang pernyataan keberatan terhadap dua PeraturanRektor yang terkait dengan pelaksanaan Pemilihan Rektor di kampus Kami saat ini(berkas dilampirkan kembali).

Bapak Mohamad Nasir yang Peduli,
Kami meyakini bahwa kebenaran itu bukanlah soaljumlah dan hitungan matematika seperti dalam hukum demokrasi liberal. Kebenaranadalah suara Tuhan yang tidak terikat pada hukum mayoritas, sehingga suararakyat (mayoritas) tidaklah bermakna linear sebagai suara Tuhan (vox populii vox Dei). Karena berlian(baca: kebenaran) tetaplah berlian meski di dalam mulut seekor anjing kotor danburuk rupa. Karena kebenaran dapat muncul dari seorang fakir nan papa. Dankarena kebenaran dapat muncul dari seorang anak kecil yang belum dewasa danmatang logika.
Kebenaran hampir selalu hadir di ruang-ruang sepinan senyap, seperti halnya Archimedes menemukan kebenaran saat tengah seorangdiri menyegarkan diri di dalam bak mandinya. Seperti halnya Nicolaus Copernicusmaupun Alexander Graham Bell yang berteman kebenaran dengan menemukan karyarevolusionernya justru di bilik-bilik sepi dan kesendiriannya. Serta seperti halnyaRasulullah SAW., yang menemukan kebenaran di tengah kesenyapan malam di GuaHira, dan kemudian seorang diri memikul kebenaran itu meski harus berhadapandengan tuhan-tuhan mayoritas di negeri Mekkah 14 abad lalu.

Mungkininilah posisi Saya dan surat ini, yang mungkin tak berarti dibandingkan dengansuara mayoritas anggota senat yang telah mantap pada pilihan yang irrasionalkarena bertentangan dengan semangat Peraturan Menteri Ristek dan Dikti Nomor 1Tahun 2015 yang telah Bapak undangkan. Namun tentu ini tak menyurutkan hatiSaya untuk terus menyuarakan kebenaran sebagaimana juga Saya lakukan empattahun lalu dan terus menerus hingga kini.

Hanya kepadaAllah SWT., Saya berserah diri terhadap segala ketentuan takdir yang dikehendaki-Nya. Termasuk bilamana Bapak mengabaikan surat ini dan menetapkan keputusan yang berbeda. Kesediaan Bapak untuk sekedar membaca hingga akhir suratini adalah kemewahan dan hutang yang tak terbayar bagi Saya yang bukan apa-apadan bukan siapa-siapa.
Akhirnya, Sayamengucapkan terima kasih atas kesediaan Bapak membaca surat ini, disertaiharapan dan doa semoga Allah SWT., senantiasa memberikan taufik dan hidayah-Nyakepada Bapak dalam mengambil setiap keputusan yang terbaik bagi kampus Kami,dan bagi bangsa ini.
Wassalamu’alaikumwr., wb.

Hormat Saya.,

dto.

Gandung Ismanto
NIP.197408072005011001.(LLJ)
* Gandung Ismanto, Dosen Untirta.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here