SKPD Harus Berani Ungkap Oknum DPRD Banten Yang Minta Fee Pembahasan APBD

0
544

Serang,fesbukbantennews (28/5/2015) – Fee atau imbalan yang diterima setiap penyelenggara negara atas nama jabatan dan kewenangan yang diembannya adalah sebuah indikasi terjadinya peristiwa tindak pidana korupsi. Karena itu, aparat penegak hukum harus aktif melakukan penyelidikan awal terhadap informasi adanya fee yang diminta oknum anggota DPRD Banten dari beberapa kepala SKPD di lingkungan Pemprov Banten.

Ilustrasi.(net)
Ilustrasi.(net)

Kesimpulan itu diperoleh dari pernyataan sejumlah kalangan menyikapi pengakuan beberapa kepala SKPD di lingkungan Pemprov Banten yang dimintai fee oleh oknum DPRD Banten dalam proses pembahasan APBD Banten 2016.

“Jika fee itu benar adanya ini namanya benggal anggaran. DPRD jangan menggunakan kewenangan politiknya untuk menekan eksekutif agar mendapat rente. DPRD itu jangan mengurusi anggaran secara teknis. Kewajiban mereka adalah memastikan dan mengawasi anggaran itu berpihak untuk rakyat,” kata Wakil Koordinator ICW Ade Irawan, kemarin.

Ade menegaskan, eksekutif dalam hal ini Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) mestinya mempertahankan dan mengarahkan anggaran untuk kepentingan rakyat serta tidak membuka ruang negosiasi dengan DPRD. “Pemprov Banten harus mencontoh Pemprov DKI Jakarta. Mereka ketika ditekan DPRD tidak ada kompromi,” kata Ade seraya mendesak eksekutif untuk segera melaporkan dan membuka diri tentang adanya praktek fee tersebut.

Terpisah, Ketua PCNU Kota Serang KH Matin Syarkowi menegaskan, pejabat eksekutif harus berani menolak upaya-upaya tekanan dari pihak manapun terutama anggota DPRD dalam proses pembahasan anggaran. Para pejabat juga harus berani melaporkan dugaan pungutan fee itu kepada Badan Kehormatan DPRD Banten agar ada tindakan dalam perspektif etika. “Pemprov juga harus berani dan jujur untuk melakukan upaya bersih-bersih. Jangan takut masyarakat pasti akan mendukungnya. Kepala SKPD juga harus berani menyebutkan nama anggota DPRD yang memungut fee tersebut. Biar terang benderang.

Kami akan amati terus perkembangan kasus ini untuk membantu aparat penegak hukum bisa mengungkapnya,” kata Matin.

Sumber di DPRD Banten menyatakan, fee disepakati dalam rapat teknis antara Komisi dan mitra kerjanya. Modusnya, Komisi berjanji meningkatkan anggaran mitra kerjanya tersebut pada tahun anggaran berikutnya. Namun mitra kerja harus memberika fee dengan besaran tertentu agar rencana kenaikan anggaran disetujui Dewan.

“Jadi fee ini berlangsung saat anggota Dewan menjalankan fungsi budgeting. Fee itu bukan dari dana aspirasi tapi dari pembahasan anggaran setiap SKPD.”

Sementara sumber di lingkungan Pemprov Banten menuturkan, saat ini proses pembahasan APBD Banten 2016 masih pada penyusunan rencana kerja pemerintah daerah (RKPD). Setelah itu masuk ke kebijakan umum anggaran-plafon prirotas anggaran sementara (KUA-PPAS) yang menjadi domain kerja Bappeda. Baru kemudian setelah disetujiui DPRD dibahas bersama TAPD. “Jadi mungkin saja fee itu beredar saat SKPD bertemu mitra kerja untuk membahas RKPD. Jadi sekarang tahapannya belum di TAPD,” kata sumber. (gies/LLJ)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here