Sidang Pungli Jenazah Korban Tsunami Hadirkan Direktur RSUD Serang

0
254

Serang,fesbukbantennews.com (14/6/2019) – Direktur Rumah Sakit Dradjat Prawiranegara (RSDP) / RSUD Serang dr Sri Nurhayati Jadi saksi kasus dugaan pungli jenazah korban tsunami di Pengadilan Tipikor PN Serang, Kamis (13/6/2019). Yang menghadirkan terdakwa Fatullah, Indra dan Budi.

Direktur RSDP dr Sri saat Jadi saksi sidang Dugaan Pungli jenazah korban Tsunami di PN Serang , Kamis (13/6/2019).

Selain direktur RSDP, dalam sidang yang dipimpin hakim Ramdes dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Eka dan Subardi , Wadir Pelayanan RSDP dr Rahmat pun dihadirkan untuk didengarkan kesaksiannya.

Dalam kesaksiannya, direktur RSDP tersebut banyak mengatakan ketidaktahuanya.Namun dia mengungkapkan , bahwa setiap pungutan yang memang ada aturannya (diluar kejadian luar biasa/tsunami) dibayarkan di loket yang ada di rumah sakit tersebut.

“Diluar itu (kejadian tsunami,red) ada alur retribusi yang harus dibayar. Namun tidak bayar langsung,bayar lewat loket,” kata dr Sri.

Meski demikian dia tidak tahu, berapa tarif yang dikenakan dalam pengurusan jenazah, termasuk pengadaan peti jenazah.

Dalam kesaksiannya juga, direktur RSDP tersebut menyatakan pihaknya sudah menyampaikan Surat Keputusan (SK) Bupati Serang Nomor : 360/Kep.524-Huk/2018 tanggal 22 Desember 2018  tentang Penetapan Status Tanggap Darurat Bencana Tsunami di Kabupaten Serang, sehingga tidak ada biaya bagi pengurusan jenazah bagi korban tsunami.

“Ya, kita sudah menyampaikan SK tersebut ,” kata dr Sri saat ditanya oleh kuasa hukum terdakwa, Mukhit Abdul.

Akan tetapi pernyataan dr Sri tersebut dibantah oleh terdakwa Fatullah, bahwa tidak ada instruksi maupun sosialisasi SK bupati tentang tanggap darurat bencana.

Dalam sidang yang dipenuhi keluarga korban dan digelar hingga pukul 19.00 wib tersebut, sedianya akan mendengarkan kesaksian empat Pejabat RSDP. Namun dikarenakan waktu sudah malam hanya dua yang dimintai keteranganya, Direktur dan wail Direktur RSDP saja.

Sehinga majelis hakim memutuskan sidang dilanjutkan pekan depan dengan agenda medengarkan kesakssian.

Pada Sidang perdana Mei 2019 lalu, JPU mendakwa terdakwa Fatullah, Indra dan Budianto,bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 35 ayat (2) UU RI Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau menyalahgunakan kekuasaannya memaksa para keluarga atau pihak korban bencana alam tsunami Selat Sunda yang terjadi di wilayah Banten pada tanggal 22 Desember 2018, untuk memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran sejumlah uang biaya pemulasaran jenazah, formalin dan transportasi mobil jenazah dengan jumlah Rp. 59.500.000.

Hal tersebut, menurut JPU, bertentangan dengan Undang-Undang No 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, Peraturan Bupati (Perbup) Serang No. 46 Tahun 2013 tentang Pola Tarif Jasa Pelayanan Kesehatan Pada Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Serang,  dan Surat Keputusan (SK) Bupati Serang Nomor : 360/Kep.524-Huk/2018 tanggal 22 Desember 2018  tentang Penetapan Status Tanggap Darurat Bencana Tsunami di Kabupaten Serang.

Para terdakwa, lanjut JPU, telah melakukan pemungutan liar terhadap para korban tsunami selat sunda terkait tindakan yang sudah dilakukan para terdakwa berupa : pengawetan jenazah (Formalin), pemulasaran jenazah  dan transportasi atau angkutan jenazah dengan tarif bervariasi sehingga mengakibatkan kerugian bervariasi sehingga terkumpul uang sebesar Rp. 59.900.000.

Dalam dakwaan itu juga terungkap, uang Rp 59.000.000 tersebut diserahkan ke staf bagian keuangan forensik.Dan uang tersebut diantaranya digunakan untuk membeli kain kafan, membayar jamaah majlis taklim di Benggala untuk memandikan jenazah, serta untuk membeli peti jenazah dan membayar ambulance.

Terungkap juga bahwa uang tersebut dibagikan untuk pegawai / petugas di instalansi forensik . Diantaranya untuk tiga terdakwa , dr Budi, Mulyadi, Amran dan staf forensik. Dan yang paling kecil

Meskipun uang tersebut akhirnya dikembalikan setelah kasus pungutan itu viral di medsos.(LLJ).