Sertifikasi Guru; Menuju Profesionalitas atau Menuju Tunjangan ? (Oleh:Iis Isaroh*)

0
283

Serang,fesbukbantennews.com (10/12/2018) – Sertifikasi guru merupakan salah satu cara dalam dunia pendidikan untuk meningkatkan kualitas dan profesionalitas seorang guru, sehingga ke depan semua guru harus memiliki sertifikat sebagai lisensi atau ijin mengajar. Lewat program sertifikasi guru inilah upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan dan upaya pembentukan guru yang profesional di Indonesia segera menjadi kenyataan seperti yang diharapkan.

ilustrasi sertifikasi guru (gambar: tribunnews)

Semakin meningkat kualitas dan profesionalitas seorang guru, semakin baik pula kualitas negara tersebut. Itulah asumsi secara umum terhadap program pendidikan suatu negara. Pendidikan merupakan suatu upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan harkat dan martabat manusia melalui pendidikan diharapkan dapat tercapai peningkatan kehidupan manusia kearah yang lebih sempurna. Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia antara lain, melakukan program sertifikasi guru.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dikemukakan bahwa sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen. Sedangkan sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga professional. Berdasarkan pengertian tersebut, sertifikasi guru dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian pengakuan bahwa seseorang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu, setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi. Dengan kata lain, sertifikasi guru adalah proses uji kompetensi yang dirancang untuk mengungkapakan penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan pemberian sertifikat pendidik (Mulyasa, 2009: 34-35).
Jika ditinjau dari tujuan sertifikasi memang sangat mulia, karena selain ingin meningkatkan kualitas guru, juga memperhatikan kesejahteraan mereka dengan cara pemberian tunjangan bagi yang lulus sertifikasi. Pemberian tunjangan ini sangat besar pengaruhnya dalam memotivasi guru untuk mengikuti ujian sertifikasi, mengingat selama ini kesejahteraan guru kurang mendapat perhatian dari Pemerintah.

Namun pada kenyataannya, apa yang diimpikan indah di depan mata kita, tak seindah dalam pelaksanaannya. Banyak permasalahan yang muncul dengan adanya sertifikasi ini. Permasalahan yang krusial yaitu apakah ada jaminan bahwa sertifikasi pasti akan meningkatkan kualitas dan profesionalitas guru ? Jangan-jangan guru-guru berbondong-bondong ikut sertifikasi bukan karena ingin menjadi guru yang profesional, lebih baik, maju, dan berkualitas, tetapi hanya mengejar tunjangan yang akan diberikan ketika lulus sertifikasi. Kalau demikian yang terjadi berarti kita membuang berjuta-juta uang hanya untuk hal yang tidak diinginkan. Bisa jadi akan muncul bentuk KKN baru, lantaran banyak guru yang ingin lulus dan di pihak lain penguji berdalih kasihan sambil menerima uang tanda terima kasih.

Pertanyaan ini sangat penting kita jawab dengan bijaksana, kritis, dan analitis, bukan berdasar prasangka buruk dengan kata “jangan-jangan” atau “bisa jadi”. Karena yang kita lihat saat ini guru yang telah lolos sertifikasi ternyata tidak menunjukkan peningkatan kompetensi yang signifikan. Mereka hanya berharap untuk mendapatkan tunjangan sertifikasi yang besarnya satu bulan gaji. Hal ini jelas sangat menggiurkan. Bukan hanya profesi guru, Profesi apapun pasti akan berusaha untuk lulus karena iming-iming tambahan penghasilan satu bulan gaji.

Kesalahan utama dari pemerintah, dalam hal ini pejabat depdiknas adalah setelah sertifikasi guru, seharusnya para guru yang lulus dirangkul kembali dan diberikan pembekalan, sehingga ketika mereka menerima tunjangan ada beban moral yang harus dipikul bahwa mereka mendapatkan tunjangan dari uang rakyat. Pembekalan itu sendiri diberikan pada saat pengucuran dana sertifikasi guru dan disaksikan oleh para pejabat setempat. Bukan hanya sekedar transfer rekening. Oleh karena itu perlu dipersiapkan secara matang dan mantap bagaimana cara pengolahan hasil uji sertifikasi agar diperoleh keseragaman dalam menentukan guru yang layak dan tidak.

Jujur disini saya miris melihat guru-guru sekarang yang cuma mengejar sertifikasi dan melupakan kualitas pendidikan dan profesionalisme sebagai guru itu sendiri. Daripada buat sertifikasi alangkah baiknya jika untuk mensejahtetakan guru honorer yang sebulan cuma 200rb yang mungkin beban kerjanya lebih banyak.

Di tengah sorotan terhadap profesionalisme guru yang tidak kunjung meningkat pasca sertifikasi bukan berarti profesi guru makin disudutkan, kerena walau bagaimanapun mereka telah banyak berjasa dalam mencerdaskan anak-anak bangsa. Yang penting adalah adanya sinergi pemerintah, guru, dan lainnya dalam meningkatkan profesionalitas guru.

Para guru pun perlu senantiasa melakukan refleksi dan evaluasi teradap tugas yag diembannya. Dibalik kepercayaan dan tunjangan yang diperolehnya, ada tanggung jawab yang besar. Dan Saya yakin, pada dasarnya dalam diri guru sudah tertanam tanggung jawab tersebut, tinggal terus dipelihara dan terus ditingkatkan. Dan jika merasa ada kekurangan, ditindaklanjuti dengan melakukan perbaikan berkelanjutan. Mari menjadi guru pembelajar sepanjang hayat dalam rangka memberikan layanan pendidikan terbaik kepada para peserta didik.

REFERENSI

Mulyasa, H.E.2009. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

https://www.google.co.id/amp/s/amp.kaskus.co.id/thread/5b456da61cbfaab9138b457d/sentil-guru-sri-mulyani–tunjangan-besar-tidak-berkualitas

https://www.google.co.id/amp/s/amp.tirto.id/menguji-ucapan-sri-mulyani-sertifikasi-guru-demi-uang-tunjangan-cN6R

*penulis :
Nama : Iis Isaroh
Nim : 2225160045
No Absen : 10
Mata Kuliah : Etika Profesi Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Email : iis.isaroh@gmail.com.(LLJ)