Sawahnya Kekeringan, Petani di Serang Beralih Membuat Batu Bata

0
438

Serang,fesbukbantennews.com (5/8/2015) – Musim kemarau yang melanda sebagian besar wilayah Indonesia mengalami kekeringan. Begitu juga yang terjadi di Banten. Bahkan, Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Banten mengungkapkan, sekitar 8300 hektare sawah di Banten terancam puso.

Anak petani ikut membuat batu bata, akibat sawahnya kekeringan.(LLJ)
Anak petani ikut membuat batu bata, akibat sawahnya kekeringan.(LLJ)

Hal tersebut membuat pusing sebagian besar petani yang sudah melakukan masa tanamnya sejak beberapa bulan lalu. Namun kekeringan tersebut tidak memebuat para petani di Kota Serang, Banten putus asa untuk mencari penghasilan.

Seperti yang dilakukan Soleh, petani asal Kampung Kilasah, Kelurahan Sawahluhur, Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Provinsi Banten. Para petani di sini justru memanfaatkan lahan kering dan tandus untuk beralih profesi sebagai pembuat batu bata.

Menurut Soleh, Ia memproduksi batu bata dari tanah liat yang diambil dari lahan sawah mereka yang tandus. Menurutya, memproduksi batu bata tidak begitu membutuhkan air yang banyak seperti menanam padi. Apalagi, dirinya mengaku tak mampu menyewa diesel untuk menyedot air.

Keadaan ini, lanjut Soleh sudah terjadi sejak Maret lalu. Ia mengaku profesi ini dilakukannya hanya untuk sementara. “Sudah lima bulan yang lalu. Hanya untuk sementara, biasanya bertani. Kalau bahasa sininya pindah lakon sementara,” ungkapnya.

Ia juga mengungkapkan bahwa memproduksi batu bata adalah jalan lain agar dirinya bisa menafkahi keluarganya. “Sama-sama menghasilkan jadi apa aja dilakuin, tapi yang paling memungkinkan itu batu bata,” jelasnya.

Untuk di wilayah Kilasah sediri baru Soleh yang beralih profesi ini. Namun, dirinya mengatakan sudah banyak petani di desa tetagganya yang melakukan hal tersebut. “Kalau disini saya saja, kalau daerah lain sepeti Warung Jaud itu banyak,” katanya.

Soleh mengaku, mampu memproduksi batu batu sebanyak 500 buah dalam sehari. Setiap satu buah batu bata Soleh menghargainya sebesar Rp 100. “Sehari biasanya dapet duit Rp 50 ribu dari biki bata ini,” katanya.

Ratusan batu bata yang mereka cetak, akan melalui proses pembakaran agar kuat, hingga kemudian bisa dijual kepada pemesan, yang nantinya digunakan untuk membangun dinding rumah.

Meski demikian, profesi ini tidak akan dilakukan Soleh untuk selamanya. Dirinya mengaku menjalani profsi ini hingga musim kering berakhir. “Kalau udah panen, terus nggak kemarau kita bertani lagi,” ungkapnya.

Sementara itu, akibat hujan yang tidak kunjung turun membuat puluhan hektare sawah di wilayah ini mengalami kekeringan. Tanaman Padi yang sudah mereka tanam sebagain besar rusak akibat sulitnya air

 

Sementara, Lurah Sawah Luhur Bahrudin mengatakan, pihak desa sudah membagi aliran irigasi untuk mengairi sawah para petani. Hingga kini, dirinya megaku sebagian wilayah di desanya memang tengahmengalami kekeringa yang kritis, namun sebagian lagi masih bisa ditanggulangi dengan air irigasi.

“Sebagian memang bisa dibilang kritis, karena air dari irigasi tidak sampai, tidak ngangkat karena debitnya kecil,” ungkapnya.

Selain lahan pertanian, akibat kekeringan ini, warga desa juga mengalami kesulitan air bersih. “Belum ada bantuan penyaluran air bersih. Saya berharap PDAM atau dinas yang berkaitan bisa membantu menyalurkan air bersih,” kata Bahrudin.(dhow/LLJ)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here