Saksi Sebut Pungli Jenazah Korban Tsunami Banten Usulan Kepala Ruangan Forensik

0
262

Serang,fesbukbantennews.com (26/7/2019) – Dalam sidang lanjutan pungli terhadap korban tsunami Banten di RSUD dr Dradjat Prawiranegara (RSDP) Serang dengan terdakwa Tb Fathullah,Indra dan  Budianto di Pengadilan Negeri (PN) Serang, Selasa (23/7/2019) terungkap, bahwa pungli di lingkungan rumah sakit terkumpul Rp 46 juta pada tiga hari pascatsunami tersebut diusulkan oleh kepala ruangan forensik untuk kegiatan operasional. 

Pelaksana Forensik RSDP Serang Mulyadi di PN Serang.

“Uang tersebut diusulkan Pak Amran (kepala ruangan forensik, RSDP Serang) untuk operasonal . Tapi dr Budi (Kepala Instalasi Forensik) menolak usulan tersebut, ” kata Mulyadi Pelaksana Forensik RSDP Serang saat menjadi saksi.

Mulyadi juga mengatakan tiga hari pascatsunami Selat Sunda atau pada Senin, 24 Desember 2018, terkumpul uang Rp 46 juta dari hasil pungli terhadap korban. Uang itu ia terima dari terdakwa Tb Fathullah sesama PNS di RSDP.

“Jadi saya menerima Senin malam, saya terima Rp 46 juta. Waktu itu (uang) dimintakan untuk melunasi peti Rp 14 juta,” kata Mulyadi saat ditanya JPU Eka Nugraha.

Saat ditanya kenapa ada uang tersebut, saksi menjawab bahwa itu atas perintah Saudara Amran selaku PNS di RSDP dan menjabat kepala ruangan forensik. Uang tersebut ia simpan di meja administrasi forensik.

Uang Rp 46 juta itu juga, katanya, diusulkan oleh Amran untuk digunakan sebagai kegiatan operasional tim forensik.

“Setahu saya, Pak Amran mengusulkan untuk (uang kegiatan) operasional,megang masing-masing, takut kedatangan jenazah lagi, jadi (uang) bisa dipergunakan,” ujarnya.

Namun usulan itu, katanya, sempat ditolak oleh dr Budi selaku dokter forensik. Uang sebanyak itu, lanjutnya, kemudian digunakan untuk membayar peti jenazah sebesar Rp 14 juta. Sisanya, ia mengaku dikembalikan kepada terdakwa Fathullah untuk dijadikan kas rumah sakit.

JPU juga mencecar saksi soal apakah petugas forensik RSDP tahu bahwa korban bencana alam digratiskan dari pembiayaan. Selain itu, ada Peraturan Bupati Nomor 46 Tahun 2013 bahwa pengawetan jenazah dan pemandian jenazah dalam kondisi bencana ditanggung oleh negara.

“Tidak tahu (gratis). (Soal perbub) di sistem ada,” ujarnya.

Saksi juga mengatakan kuitansi yang dikeluarkan untuk pungutan korban tsunami menyalahi aturan. Kuitansi itu tidak masuk ke dalam sistem rumah sakit.

“Menyalahi aturan, salah,” ujarnya.

Pada Sidang perdana Mei 2019 lalu, JPU mendakwa terdakwa Fatullah, Indra dan Budianto,bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 35 ayat (2) UU RI Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau menyalahgunakan kekuasaannya memaksa para keluarga atau pihak korban bencana alam tsunami Selat Sunda yang terjadi di wilayah Banten pada tanggal 22 Desember 2018, untuk memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran sejumlah uang biaya pemulasaran jenazah, formalin dan transportasi mobil jenazah dengan jumlah Rp. 59.500.000.

Hal tersebut, menurut JPU, bertentangan dengan Undang-Undang No 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, Peraturan Bupati (Perbup) Serang No. 46 Tahun 2013 tentang Pola Tarif Jasa Pelayanan Kesehatan Pada Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Serang,  dan Surat Keputusan (SK) Bupati Serang Nomor : 360/Kep.524-Huk/2018 tanggal 22 Desember 2018  tentang Penetapan Status Tanggap Darurat Bencana Tsunami di Kabupaten Serang.

Para terdakwa, lanjut JPU, telah melakukan pemungutan liar terhadap para korban tsunami selat sunda terkait tindakan yang sudah dilakukan para terdakwa berupa : pengawetan jenazah (Formalin), pemulasaran jenazah  dan transportasi atau angkutan jenazah dengan tarif bervariasi sehingga mengakibatkan kerugian bervariasi sehingga terkumpul uang sebesar Rp. 59.900.000.

Dalam dakwaan itu juga terungkap, uang Rp 59.000.000 tersebut diserahkan ke staf bagian keuangan forensik.Dan uang tersebut diantaranya digunakan untuk membeli kain kafan, membayar jamaah majlis taklim di Benggala untuk memandikan jenazah, serta untuk membeli peti jenazah dan membayar ambulance.

Terungkap juga bahwa uang tersebut dibagikan untuk pegawai / petugas di instalansi forensik . Diantaranya untuk tiga terdakwa , dr Budi, Mulyadi, Amran dan staf forensik.

Meskipun uang tersebut akhirnya dikembalikan setelah kasus pungutan itu viral di medsos.(LLJ).