Rafe’i Ali Institute Gelar Diskusi Buku Tinjauan Kritis Tentang Sejarah Banten

0
233

Pandeglang,fesbukbantennews.com (1/6/2017) – Dalam rangka memeriahkan momen ‘ngabuburit’ bulan Ramadhan 1438 H, Rafe’i  Ali Institute yang beralamat di Kampung Jaha, Desa Sukamaju, Kecamatan Labuan, menyelenggarakan berbagai acara yang dikemas dalam even Ngaos Buku jilid 2 bertema Ramadhan Bulan Iqra dan Qalam. Salah satu  acara dari rangkaian acara tersebut adalah diskusi “Tinjauan Kritis Sejarah Banten”  Karya Hoesein Djajaningrat pada Rabu (31/5/3017). 

Helmy Fauzi Bahrul Ulumi ,Direktur Laboratorium Bantenologi UIN Sultan Maulana Hasanudin (kiri) .

Acara yang dimulai pukul 16.00 WIB tersebut dihadiri para peserta yang berasal dari latar belakang beragam, ada guru, anggota komunitas,  wartawan, mahasiswa hingga umum.  Pada kesempatan tersebut, diskusi dipandu oleh Muhaemin, selaku Redaktur dari Banten Raya dengan menghadirkan juru bicara DR. Helmy Fauzi Bahrul Ulumi, selaku Direktur Laboratorium Bantenologi UIN Sultan Maulana Hasanudin.

Diskusi buku ‘Tinjauan Kritis Sejarah Banten’ diawali dengan pemaparan sejarah Banten yang dimulai dari Babad Banten. Berbicara Banten menurut Dr. Helmi Fauzi  tidak langsung berbicara soal Banten tetapi berbicara juga soal Ciungwanara, Patih Gajah Mada dan Pucuk Umun.

 

“Husain Djajaningrat dalam bukunya menuliskan tujuh belas pupuh dan di pupuh ke tujuh belas barulah sejarah Banten di bahas,” katanya.

Direktur Eksekutif Rafe’i Ali, Fatih Zam, tidak luput dalam diskusi tesebut dan memberikan pertanyaan terkait siapakah suku asli Banten.  Katanya, sebagai orang Banten, apakah kita sudah mengetahui sejarah dan silsilahnya? Lalu munculah pertanyaan siapa orang banten Asli, karena Fatahilah sendiri bukanlah orang Banten asli.

“Jika dikaji dari serajah pucuk umun yang bertarung dengan Maulana Hasanudin dan melarikan diri ke Baduy. Apakah kemungkinan besarnya orang-orang Baduy adalah orang Banten Asli,” ujarnya dalam diskusi.

Helmi, sebagai pembedah mengungkapkan bahwa kajian siapakah orang Banten sesungguhnya perlu dikaji lebih dalam. ada banyak versi yang mengungkapkan bahwa siapakah orang Banten sebetulnya, sebab, pada perkembangannya Banten memang memiliki kultur yang berbeda-beda.

“Untuk mengetahui persepektif tentang Banten, kita perlu membaca semua disertasi tentang Banten. Sehingga kita  bisa mempelajari Banten dari berbagai sumber. sebab membicarakan Banten selalu membuat greget dan terkadang orang dari luar justru lebih tahu Banten, seperti orang luar itu tertarik ke Banten Girang sementara orang di kita di Banten tidak begitu tertarik dan bisa dilihat saja  sekarang Banten Girang seperti apa, sudah hancur sebagian bangunannya,” kata Helmi di sela-sela diskusi yang diakhiri dengan buka puasa bersama itu.

Rangkaian acara yang berlangsung dari 31 Mei hingga 18 Juni ini bisa diikuti oleh khalayak umun secara gratis. (Nessa/ Hilman/LLJ)