Pers (yang ) Mengawal Pilkada (oleh:Eka SL*)

0
324

Serang,fesbukbantennews.com (8/12/2015) – Pemilihan Umum Tahun 2014 yang baru lalu, masihlah hangat dalam benak kita bagaimana hingar bingar perhelatannya, terutama yang dikemas di media massa. Ruang-ruang dalam media benar-benar menjadi arena bagi para kontestan Pemilu untuk ‘mempromosikan diri’ sekaligus meraih simpati publik.

Ilustrasi.(net)
Ilustrasi.(net)

Dalam pelaksanaan Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, serta Walikota/Wakil Walikota (Pemilihan GBW), peran pers juga tak kalah strategis. Pertama, dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan GBW, pers mendapatkan tempat khusus, sebagai media yang menjadi bagian dari metode kampanye, yakni metode iklan kampanye juga diberi peran untuk melaksanakan pemberitaan dan penyiaran kampanye. Kedua, masih dalam regulasi yang sama, pers yang memiliki tanggung jawab kepada publik, juga dapat memainkan peran partisipatif dalam penyelenggaraan Pemilihan GBW dalam memberikan pendidikan politik kepada pemilih maupun stakeholders Pemilihan GBW lainnya.
Dengan dua peran strategis itu, bagaimana pers mampu menjaga dirinya tetap independen dan berfungsi sebagai pengawal atas proses penyelenggaraan pilkada?. Di satu sisi pers menyediakan dirinya menjadi media kampanye, di sisi lain tanggung jawab kepada publik, sebagai kontrol sosial, berpihak pada kebenaran, dan berpihak pada akal sehat, juga harus ditegakkan. Hal ini sejalan dengan fungsi pers yang Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menegaskan bahwa pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.

Aturan Pemilihan GBW sendiri, dengan tidak mencampuri domain Undang-undang Pers, memberikan jalan bagi pers untuk tetap independen, yakni dengan menegaskan larangan bagi kontestan Pemilihan GBW untuk memanfaatkan media massa untuk kepentingan kampanye mereka, sehingga mestinya awak redaksi dan ruang redaksi terbebas dari intervensi pihak yang berkompetesi dalam Pemilhan GBW. Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2015 mengatur, KPU adalah satu-satunya pihak yang dalam memfasilitasi kontestan untuk dapat berkampanye di media massa dengan waktu yang dibatasi hanya 14 hari. Aturan ini tidak memberi ruang kepada para kontenstan untuk memasang iklan ‘berlebihan’ bagi kepentingan kampanyenya, jika tak ingin pencalonannya dibatalkan.

Sederet pasal lainnya dalam Peraturan KPU tentang Kampanye Pemilihan GBW juga memiliki semangat ingin menjaga independensi pers. Dalam pasal 54 ditegaskan, media massa cetak, media massa elektronik, dan lembaga penyiaran yang menyediakan rubrik khusus untuk pemberitaan kegiatan Kampanye harus berlaku adil dan berimbang kepada seluruh pasangan calon. Juga dalam pasal pasal 59, menyatakan, media massa cetak dan elektronik menyediakan halaman dan waktu yang adil dan berimbang untuk pemuatan berita dan wawancara untuk setiap pasangan calon.

Menurut Agus Subagyo, dalam tulisannya Peran Pers Dalam Pemlu/Pemilukada, tantangan paling berat yang dihadapi pers, pada Pemilu 2014 menunjukkan betapa terangnya keterlibatan banyak wartawan, redaktur, bahkan institusi media dalam proses pemenangan kandidat. Dalam hal sikap partisan media atau wartawan, Pemilu 2014 adalah yang terburuk dalam sejarah pemilu Indonesia pascareformasi.

Dalam ranah pengawasan, jajaran Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Republik Indonesia telah menetapkan pedoman pengawasan iklan kampanye media massa bahwa pengawasan iklan kampanye dilakukan untuk memastikan: (a) materi dan durasi iklan Kampanye sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; (b) tidak ada iklan petahana dalam kurun waktu 6 (enam) bulan sebelum masa jabatannya berakhir; (c) pasangan calon dan/atau tim Kampanye tidak memasang iklan Kampanye di media massa baik cetak maupun elektronik selain yang difasilitasi oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota dengan melalui gugus tugas; (d) jadwal pemasangan iklan Kampanye yang ditetapkan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota memberikan kesempatan dan alokasi waktu yang sama dan berimbang kepada setiap pasangan calon; (e) pasangan calon tidak memanfaatkan lembaga penyiaran komunitas untuk kepentingan kampanye pasangan calon; dan, (f) tidak ada iklan kampanye di media massa yang ditayangkan di luar waktu 14 (empat belas) hari sebelum dimulainya masa tenang melalui gugus tugas.

Sejatinya, Pemilihan GBW yang dilaksanakan serentak tahun 2015 ini dapat dijadikan monetum bagi kalangan institusi pers untuk meneguhkan fungsi kontrol sosial dengan mengawal seluruh rangkaian proses pemilihan, baik dari aspek penyelenggara dan penegakkan hukum pemilihannya, serta dari aspek kontestannya untuk menampilkan rekam jejak kandidat dengan tetap menjaga netralitas dan independensinya. Meminjam istilah Agus Subagyo, pers tidak jadi bagian dari tim sukses atau simpatisan. Pers dapat menjaga pagar api: memisahkan urusan pemberitaan dengan urusan iklan dan sponsor. Dengan demikian niscahya pers tak hanya terkesan independen, namun juga akan terlihat benar-benar independen.

Disampaikan pada diskusi yang diselenggarakan KOmisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Banten, di Serang, 18 November 2015.(LLJ)
* Eka Satialaksmana, SE, MM:
Koordinator Divisi Pencegahan dan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu Banten.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here