Perjuangan LBH Rakyat Banten Melawan Perampasan Hak di tanah Leluhur Pulau Sangiamg

0
183

Serang,fesbukbantenews.com (31/5/2019) – Perjuangan Masyarakat Pulau Sangiang belum selesai sampai disini, keinginan ini yang menjadi dasar untuk bisa kembali dan menetap tanpa adanya permasalah Hukum di tanah Leluhur yang telah kami diami selama hampir 4 generasi.

LBH Rakyat Banten.

Bukan menolak atau tidak menerima putusan itu, tetapi karena secara tegas tanah itu adalah milik masyarakat pulau sangiang yang sudah ditempati hampir puluhan tahun, apa yang sudah diupayakan para Leluhur untuk bisa diwariskan kembali kepada generasi berikutnya.

Hari ini (28/5/2019) LBH rakyat Banten melalui kuasa hukum menyerahkan pernyataan banding ketiga warga pulau Sangiang Mardaka, Lukman, Masrijan yang diputus bersalah karena telah “menggadaikan dan atau menyewakan lahan yang bukan haknya” pasal 385 ke-4 atas lahan milik PT Pondok Kalimaya Putih di pulau Sangiang.

Upaya ini merupakan upaya Hukum Biasa yang dimana salah satu tujuannya untuk kepentingan Reforma Agraria, untuk memperbaiki struktur ketimpangan lahan dan mengembalikan tanah pada esensinya sebagai alat produksi yang berdampak pada peningkatan produktifitas serta manaikkan taraf hidup masyarakat.

Konsep Reforma Agraria yang diusung Pemerintah Republik Indonesia saat ini adalah dengan melakukan legalisasi aset dan redistribusi lahan atau disebut Tanah Objek Reforma Agraria (Tora). Ternyata hal ini belum sampai kepada masyarakat yang berada di Pulau Sangiang, hampir 4,1 juta hektar tanah pelepasan kawasan hutan yang dijanjikan Pemerintah Pusat belum sampai kesini.

Sangat Penting bagi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Banten dan Pemerintah Kabupaten Serang khususnya mengidentifikasi tanah yang menjadi objek Reforma Agraria di lokasi konflik. Yang membuat masyarakat sudah tidak bisa lagi mengakses lahan untuk penghidupannya.

YLBHI mencatat, pada tahun 2018 kemarin hampir terdapat 300 kasus yang terjadi di 16 provinsi,” kompas.com (18/2/2019)

Mochammad Tauhid dalam bukunya Masalah Agraria sebagai masalah penghidupan dan kemakmuran Rakyat Indonesia (1952) “Agraria tak lepas dari persoalan tanah dan persoalan hidup dan sumber penghidupan manusia, perebutan tanah berarti perebutan sumber kehidupan bagi manusia.”

Sedangkan kalimat suatu hak pengguna sebidang tanah oleh rakyat Indonesia diatas tanah negara (landsdomein) atau tanah partikulir harus dibaca sebagai “suatu hak pengguna sebidang tanah” sebagaimana diatur dalam UU Pokok Agraria. Hal inilah yang membuat kami dari Kuasa Hukum Masyarakat Pulau Sangiang untuk terus memperjuangkan Hak masyarakat tersebut.

Dalam Bab I pasal 6 UUPA No 5 tahun 1960 “semua hak tanah memiliki fungsi sosial”. Dengan keberadaan PT. PKP di pulau inilah yang membuat lahan mereka sudah tidak berfungsi kembali gimana semestinya.

Kementrian ART/BPN (20/3/2019) Sofyan A Jalil mengatakan ” Tujuan kami adalah bagaimana memfasilitasi sehingga tidak lagi terjadi sengket, kita ingin memiliki kepastian hukum dibidang pertanahan”.

Hal ini serupa dengan penyatan Presiden Jokowi disela rapat pembukaan rapat terbatas. Presiden mengatakan “saya pernah menyampaikan konsesi yang diberikan kepada swasta maupun BUMN, kalau ditengahnya ada Desa, ada kampung yang sudah bertahun-tahun hidup disitu kemudian mereka malah menjadi bagian dari konsesi itu berikan. Berikan kepada masyarakat kampung Desa, kalau yang diberi konsesi sulit-sulit cabut konsesinya.”

Undang-undang No 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau kecil. Dan juga putusan Mahkamah Konstisusi nomor 3/PPU-VIII/2010 telah mamandatkan dan menegaskan bahwa negara harus menjamin terpenuhinya Hak Konstisusi. Salah satunya adalah Hak untuk mengelola wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Bab I bagian V pasal 20 ayat 1 “Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpengaruh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat pasal 6.” mengingat adanya hak bagi masyarakat inilah yang terus kami perjuangkan

Jangan sampai permasalah Hak atas tanah menjadi permasalah terus menerus yang diderita oleh masyarakat pulau sangiang.

Dan semoga memory Banding yang kami ajukan melalui kepanitraan Pengadilan Negeri Serang sebagai bagian dari upaya hukum dan kontrol masyarakat terhadap pemerintahan yang hari ini sedang melaksanakan tugasnya, pernyataan Memory Banding yang Kuasa Hukum ajukan pada 30 April 2019 semoga dapat diterima dan dikabulkan oleh Pengadilan Tinggi Banten untuk menjadi rujukkan terhadap permasalahan sengketa tanah yang terjadi di Indonesia.

LBH Rakyat Banten
Masyarakat Pulau Sangiang

Kordinator LBH Rakyat Banten : 085693945652 (Aeng).