Pandangan dan Sikap Rafe’i Ali Institute Terhadap Tragedi Kemanusiaan di Rohingya

0
178

Serang,fesbukbantennews.com (4/9/2017) – Dalam kapasitasnya sebagai lembaga publik, Rafe’i Ali Institute (RAI) telah menyaksamai tragedi kemanusiaan yang menimpa etnis Rohingya di daerah Arakan, Rakhine, Myanmar. Berdasarkan rangkuman dari beberapa laporan lembaga kredibel, telah terjadi dehumanisasi. Salah satunya menurut laporan UN Office of The High Commissioner for Human Rights (OHCR) tahun 2017, diketahui bahwa 60 ribu lebih etnis Rohingya telah pergi dari daerah konflik karena merasa terancam nyawanya, ribuan korban telah tewas dibunuh secara keji dan sebagian besar lainnya dihilangkan. Sebanyak 64% dari etnis Rohingya pernah mengalami penyiksaan fisik maupun mental, 52% perempuan Rohingya mengalami pemerkosaan dan pelecehan seksual. Itu ditambah dengan penangkapan dan penyiksaan selama penahanan terhadap ribuan orang Rohingya, perusakan dan penjarahan rumah, harta benda, makanan dan sumbet makanan warga Rohingya, serta pengabaian dan ketiadaan perhatian pada kondisi kesehatan para korban.

RAFE’I ALI INSTITUTE.

Rafe’i Ali Institute (RAI) memandang bahwa krisis di Arakan-Rakhine (Rohingya) merupakan krisis kemanusiaan yang berlatar belakang geopolitik negara Myanmar.

Rafe’i Ali Institute (RAI) menyerukan agar komunitas ASEAN, badan dunia PBB harus bertindak tegas dan menekan pemerintah Myanmar untuk segera menghentikan segala persekusi di wilayah Arakan-Rakhine. Serta mengakui status kewarganegaraan etnis Rohingya dan memperlakukannya secara manusiawi.

Rafe’i Ali Institute (RAI) menghimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia agar mengedepankan sikap arif dan bijak dalam menanggapi persoalan Rohingnya. Karena permasalahan Rohingya sungguh sangat kompleks, bukan hanya faktor agama. Untuk itu, kita harus menanggapi dengan kepala dingin agar konflik di Myanmar tidak dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok tertentu untuk membawanya ke dalam negeri serta membenturkan isu SARA demi keuntungan pribadi/kelompok baik yang bersifat ekonomi maupun politik.

Rafe’i Ali Institute (RAI) menghimbau kepada masyarakat agar tidak memperkeruh suasana dengan cara membagikan (share) gambar-gambar atau video sadisme dan kebrutalan, terlebih bila foto atau video tersebut tidak jelas dan terindikasi hoax yang mungkin bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tak bertanggungjawab demi keuntungan pribadi.

Skuad RAFE’I ALI INSTITUTE.

Rafe’i Ali Institute mendorong, mendesak, serta mempercayakan kepada pemerintah untuk turut serta dalam upaya rekonsialisasi konflik Myanmar sebagaiman yang termaktub dalam preambule UUD 1945 untuk menciptakan perdamaian dunia.

Rafe’i Ali Institute mendorong dan mendesak pemerintah untuk juga memerhatikan nasib komunitas Ahmadiyah di Lombok yang berdasarkan laporan bbc.com (2013), harus mengungsi dan itu sudah terjadi sejak tahun 1999. Harus pula diperhatikan dan diselesaikan nasib 332 pengungsi komunitas Syiah Sampang, yang menurut laporan Riri Hariroh (Komnas Perempuan) sebagaimana dilansir Tempo.co (2016), telah selama lima tahun menjadi pengungsi di negerinya sendiri.
Kita jangan sampai keras membela yang jauh tetapi mengabaikan nasib saudara-saudara kita yang dekat. RAI memandang, baik yang jauh maupun yang dekat, harus mendapatkan perhatian dari kita semua atas dasar kemanusiaan dan universalitas.
Pandeglang, 4 September 2017

RAFE’I ALI INSTITUTE.

RAFE’I ALI INSTITUTE (RAI).
RAI berdiri pada 10 November 2016, bergerak pada bidang pendidikan publik dan kebudayaan. Padanya melekat amanah kecendekiaan, yang ramah terhadap kebijaksanaan lokal.

Visi RAI: Menjadi lembaga yang memperkuat ilmu pengetahuan masyarakat dengan memberdayakan potensi kebudayaan lokal untuk kemanusiaan universal.

Dengan Direktur Eksekutif : Atih Ardiansyah.(fatzam/LLJ)