Pancasila Sebagai Falsafah Bernegara di Indonesia, bukan Khilafah atau Komunis*

0
172

Serang,fesbukbantennews.com (4/5/2016) – Bentuk kondisi kekinian dalam potret media cetak dan elektronik yang di pertontonkan selalu mengarah kepada kondisi konflik horizontal. Kondisi ini selalu berlangsung di saat bangsa ini sudah mengalami hamil tua dan terjangkit virus yang di sebut bahaya laten. Salah satu penyebabnya krisis peradaban yang sudah akut dan lama untuk cara penyembuhannya.

Pancasila (net)
Pancasila (net)

Sampai lupa kalau kita mempunyai leluhur yang sudah menitipkan bangsa ini dengan berbagai hal yang sudah di wariskan untuk anak cucunya. Warisan itu salah satu yang sangat mendasar adalah pancasila, kenapa krisis tersebut terjadi karena pancasila sudah tidak lagi di gunakan sebagai falsafah dasar dalam bertanah air. Sementara kehidupan bangsa dan negara kita terus berjalan sampai anak cucu kita kedepan. Pancasila itu tidak berwujud tetapi namanya hadir sebagai sifat dan dzat. Wujud pancasila itu jika di fungsikan bisa menyelesaikan persoalan-persoalan kebangsaan. Karena kita tidak memahami dan lupa tujuan dari bernegara maka masalah yang fundamental harusnya di jawab dengan menjalankan kembali fungsi dari Pancasila.
Mari kita tengok isi preambule sebagai landasan awal dari wujud Pancasila yang tertuang di UUD 45 menjelaskan bahwa: sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala BANGSA dan oleh sebab itu, maka penjajahan di Dunia harus di hapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan per-ikeadilan. Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Jika di baca dalam isi preambule ini apakah hanya sekedar bicara BANGSA saja, apakah sekedar bicara sudah merdeka lalu lepas begitu saja. Kalau kita ketengahkan dengan kalimat kebangsaan dan merdeka pasti pengertiannya kembali berbeda. Jadi isi secara utuh dalam kalimat yang tercantum di preambule UUD 45 adalah MERDEKA itu milik semua BANGSA. Kita tentu mengenal karakter dari setiap hewan bernama harimau (maung), bagaimana caranya harimau memakan daging di saat lapar. Apa harimau setelah kenyang terus menyisakan daging untuk esok harinya atau harimau menyimpan dalam waktu tertentu. Ini contoh kecil yang di sebut Bangsa sejenis hewan, tidak hanya itu penyebutan kemerdekaan kemudian bisa di maknai juga di miliki semua BANGSA yang termasuk bangsa tumbuhan, air, ikan, manusia, dll. Artinya bahwa semangat dalam isi preambule tersebut jangan ada lagi penjajahan di muka bumi ini. Penjajahan dengan cara menindas, tidak boleh menjajah antara bangsa yang satu dan yang satunya. Jangan salahkan harimau (maung) masuk kampung lalu mengacak-acak isi dari perkampungan tempat tinggal manusia karena sumber makanan harimau telah di jajah oleh manusia (kita). Jadi kita memotret isi dari semangat UUD 45 tidak hanya dari perspektif bangsa manusia saja tapi semua bangsa.

Kemudian kita memotret isi preambule dalam kacamata kebangsaan jelas ini yang sekarang menjadi masalah kita bersama. Bahwa semangat kebangsaan sudah tidak sesuai lagi dari yang di cita-citakan sebelumnya. Kondisi kebangsaan saat ini sudah mulai terjajah dan tertindas oleh bangsanya sendiri. Bahwa tadi sangat jelas harimau saja hanya membunuh ekosistemnya ketika dia sedang lapar. Kemudian dalam keadaan kenyang dia tidak memangsa atau menjajah ekosistemnya guna sekedar untuk memenuhi kebutuhan daging dalam waktu yang sangat lama dengan menyimpannya. Nampak kalau kondisi ini di ketengahkan dalam kehidupan ber-bangsa dan ber-negara bahwa kita saja sesama manusia masih kalah dengan semangat peri ke-binatangan seekor harimau. Betapa tidak enaknya dalam posisi terjajah dan tertindas karena hakekatnya kehidupan adalah kemerdekaan. Bagaimana Tuhan telah memberi kita kemerdekaan bernafas, makan, dll tapi kemudian kita masih liat kondisi yang masih tidak ber-peri kemanusiaan kepada sesama. Hal ini kemudian menjadi sangat relevan ketika kita masih ingin untuk mewujudkan isi dari 5 butir dalam pancasila. Yang kemudian di interaksi-kan dalam semangat gotong royong, karena dalam gotong royong hakekat rasionalnya menjadikan semuanya menjadi subjek dalam hidup ber-bangsa dan ber-negara. Maka jika semua ini di intergrasi kan kepada semua elemen di dalamnya: manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, air, udara, angin pasti hidup dalam keselerasan bernama kemerdekaan yang sejati. Jika alam di ganggu sama manusia, di eksploitasi dalam jumlah yang sangat besar pasti kemungkinan alam juga marah. Mari menyambut kemerdekaan yang sejati dalam bentuk pengamalan Pancasila:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan Yang Di Pimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.(LLJ)

*Penulis: Tubagus Sapta Suria,Majelis Nasional Pemuda Berbudaya dan Budayawan Banten.