LPA Banten : Dekan FH Untirta Harus Belajar UU Perlindungan Anak

0
547

Serang,fesbukbantennews.com (6/11/2015) – Keterangan Dekan Fakultas Hukum Universitas Sultan Agung Tirtayasa (Untirta) DR Aan Asphinto S.Si,SH.MH selaku ahli pada sidang terakhir kasus dugaan kejahatan seksual dengan korban HLD (14) dengan terdakwa Rufazi di Pengadilan Negeri (PN) Serang, Rabu (4/11/2015), sangat tidak berdasar pada Undang-undang yang berlaku.

Ilustrasi.(net)
Ilustrasi.(net)

Demikian dikatakan Ketua LPA Banten Iip Syafrudin kepada FBN, Jumat (6/11/2015).”Keterangan itu berdasar apa..?. Berdasar kaidah biologis atau UU..? ” kta Iip.

Dunia internasional termasuk Indonesia,lanjut Iip sebagai salah satu negara yang ikut meratifikasi konvensi hak anak internasional sudah menyepakati mengenai batasan usia bagi anak, yaitu usia 18 tahun kebawah termasuk dalam kandungan. Dan tentu saja hal itu sudah berdasarkan pada kajian berbagai aspek, baik sisi psikologis, sosial, tahapan perkembangan manusia (biologis), dll.

“Jadi saya menyimpulkan, bahwa keterangan Aan sebagai saksi atau keterangan ahli yang dihadirkan di muka pengadilan, itu tidak bisa dijadikan salah satu keterangan oleh majelis hakim dalam memutuskan kasus tersebut,” ujarnya.

Iip sangat berharap kepada JPU agar bisa menghadirkan ahli lain dalam persidangan selanjutnya, hal penting, untuk bisa memberikan keterangan kepada majelis, bahwa keterangan ahli kemarin itu tidak berdasar dan sama sekali tidak patut dijadikan dasar oleh hakim dalam memutuskan kasus ini.

“Terakhir, Aan harus belajar lebih banyak lagi tentang filosofis UU No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, agar matanya lebih terbuka dalam memandang seorang anak,” tegas Iip.

Keterangan Aan ini menurut Iip, sangat kontradiktif dengan upaya-upaya massif dari pemerintah, aparatur hukum, masyarakat dan segenap komponen bangsa, dalam rangka dan upaya-upaya perlindungan terhadap anak.

“Pernyataan tersebut bisa sangat berbahaya dan multi efek negatif secara psikologis, sosial dan penegakan hukum di Indonesia,” tukasnya.

Sebelumnya diberitakan, Dekan Fakultas Hukum Universitas Sultan Agung Tirtayasa (Untirta) DR Aan Asphinto S.Si,SH.MH, tidak mengakui Undang-undang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa usia 18 tahun kebawah adalah masuk kategori dibawah umur. Menurutnya, HLD korban pencabulan 7 orang tidak masuk kategori anak-anak. Karena meskipun usianya 12 tahun sudah baligh.

Hal tersebut diungkapkan Aan saat menjadi saksi ahli yang meringankan terdakwa Rufaji Jahuri, diduga otak pelaku pencabulan terhadap HLD (14) di Pengadilan Negeri (PN) Serang, Rabu (4/11/2015).

Usai sidang,kuasa hukum korban Ferry Renaldy kepada FBn mengatakan, Aan yang dihadirkan sebagai saksi ahli dari pihak terdakwa memberikan keterangan di muka persidangan secara kontorversi.

Ferry menjelaskan, keterangan saksi ahli tersebut tidak beralasan hukum dan hakim wajib mengesampingkan keterangan saksi ahli tersebut.

“Kenapa harus dikesampingkan, karena keterangan saksi ahli tidak sesuai dengan kaidah hukum dan tidak bisa dipertanggung jawabkan secara logika akademik hukum. Mana ada seseorang anak yg blm umur 18 tahun bisa diukur kedewasaannya secara Baligh (telah menstruasi,red),” kata Ferry.

Perlu dingatkan, lanjut Ferry, bahwa daalam uu no. 23 tahun 2002 jo. Uu no. 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak, batasan umur kategori anak adalah 18 tahun. Dan, sambung Ferry, perlu dingatkan lagi, bahwa korban saat terjadi persetubuhan berumur 12 tahun dan sekarang ini berumur 14 tahun.

“artinya keterangan saksi ahli yang mengatakan bahwa anak yang sudah baligh (menstruasi) disebut dewasa. Dasar hukum apa yang dipakai oleh saksi ahli tersebut?,” Tegas Ferry.

Ferry juga mengatakan bahwa Hakim tidak perlu mempertimbangkan keterangan tersebut, karena keterangan saksi ahli tersebut ngaco dan ngawur.

“Tidak pantas seorang ahli hukum menyatakan pernyataan hukum di depan pengadilan tanpa dasar hukum yang jelas. Kalau sampai keterangan tersebut menjadi pertimbangan hakim dalam mengambil keputusan, kami tidak sungkan-sungkan akan menempuh segala cara sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku,”tukas Ferry.

Sementara, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus tersebut, Saifudin mengatakan, jika tidak ada aral melintang,pekan depan terakwa Rufaji Jahuri akan dituntut.”pekan depn akan dituntut,”singkatnya.

Untuk diketahui, Rufaji adalah satu dari tujuh pelaku pencabulan terhadap anak dibawah umur HLD (14),warga Kebon Dalem Kecamatan Purwakarta, Cilegon,Banten. Rufaji dijebloskan ke rutan pada 31 Juli 2015 lalu. Lima terdakwa lainnya divonis Mei 2015 lalu dengan hukuman masing-masing 5 tahun penjara. Sedangkan satu tersangka lainnya masih jadi buruan polisi. Yakni Sofian, kakak terdakwa Rufaji.

Inilah nama-nama pelaku pencabulan terhadap HLD :

1.Sulaeman (sudah vonis)
2.Iman Ardiansya (sudah vonis)
3.Gugun Surya Nugraha (sudah vonis)
4.Hendra Gunawan (sudah vonis)
5.Nasrullah (sudah vonis)
6.Rufaji (proses sidang)
7.Sofyan (masih buron).(LLJ)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here