Lelang Pada ULP Banten 2017 pada Paket Konstruksi PUPR banyak Pelanggaran ?

0
226

Serang  fesbukbantennews.com (1/5/2017) – Kalangan pengusaha yang ikut tender paket lelang di Provinsi Banten mempermasalahkan  pelaksanaan pelelangan proyek di Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (UKPBJ) Unit Layanan Pengadaan  ULP Provinsi Banten yang dilaksanakan melalui Kelompok kerja (Pokja) pekerjaan kontruksi Dinas Pekerjaan Umum (PUPR) Provinsi Banten banyak indikasi permainan.

Ilustrasi.(net)

 

Demikian disampaikan salah satu peserta lelang berinisial MK melalui rilisnya kepada FBn,Senin (1/5/2017).

 

Ini  Rilis  Lengkapnya  :

Menelisik hasil pelelangan umum di ULP Provinsi Banten

di ULP Provinsi Banten pada paket-paket pekerjaan konstruksi DPUPR Provinsi Banten TA. 2017.

 

Disajikan berdasarkan temuan atas telah terjadinya penyalahgunaan wewenang, adanya penyimpangan prosedur dan ketentuan proses pengadaan barang/jasa pemerintah yang tercantum dalam perpres 54 tahun 2010 beserta perubahan dan petunjuk pelaksanaannya.

 

Peraturan yang dilanggar :

 

– Undang-Undang No. 05 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, (tercantum pada pasal 22 larangan persekongkolan dalam tender);

 

– Peraturan Presiden No. 54 tahun 2010 tentang pegadaan barang/jasa pemerintah beserta perubahan dan petunjuk pelaksanaannya;

 

– Peraturan Pemerintah No. 53 tahun 2010 tentang disiplin pegawai negeri sipil;

 

– Permen PU RI No. 05/prt/m/2014 tentang pedoman sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) konstruksi bidang pekerjaan umum;

 

– Permen PU RI No. 31/prt/m/2015 tentang perubahan ketiga atas peraturan menteri pekerjaan umum nomor 07/prt/m/2011 tentang standar dan pedoman pengadaan pekerjaan konstruksi dan jasa konsultansi.

 

Adalah kondisi yang nyata,  jika;

karena ketidak mandiriannya  unit kerja ulp provinsi banten sudah tergiring menjadi instrument pemerintah yang semakin mendekati pragmatism;

ditunjukkan dengan :

 

Tidak dibentuknya ULP mandiri/ unit kerja tersendiri pada perubahan sotk dilingkungan provinsi banten   sehingga mempunyai otorisasi penuh dalam menyelenggarakan pengadaan barang/jasa pemerintah di provinsi banten.

Penempatan jabatan kesekretariatan dan tugas pokja ULP Provinsi Banten dijadikan sebagai alat operasionalisasi melalui acuan penilaian loyalitas bukan kepada acuan kompetensi baik didalam penempatan pejabat pada kesektretariatan ulp dan penempatan tugas pokja sesuai keahliannya.

hal ini ditadai dengan tidak berjalannya kewenangan kesekretariatan ulp dalam menyusun dan menetapkan anggota pokja sesuai kompetensinya yaitu penugasan atas dasar kemampuan/keahlian sesuai kompetensi yang dimiliki baik latar belakang pendidikan atau pengalamannya dalam melaksanakan proses pemilihan penyedia barang/jasa pemerintah yang akuntabel, kredibel dan profesional.

 

Acuan sebagai tolak ukur adanya indikasi  penyimpangan :

 

“penetapan SPT bukan berdasarkan kemampuan atas kompetensinya melainkan karena kepentingan praktis birokrasi dan intervensi unit kerja terkait dalam melakukan rekayasa pengadaan barang/jasa pemerintah”

Dampak yang ditimbulkan akibat ketidakmandirian ULP dan rekayasa tertentu dalam penyelenggaraan barang/jasa pemerintah di rovinsi banten adalah :

Semakin tidak tumbuhnya iklim persaingan usaha yang bersih dan sehat bagi pelaku usaha sesungguhnya.

 

Dapat dilihat dari keberadaan lembaga dan asosiasi perusahaan yang sangat lemah akibat tidak adanya kebijakan  pemerintah yang berpihak pada usaha jasa konstruksi sebagaimana yang diamanatkan kepada pemerintah melalui fungsinya dalan pembinaan jasa konstruksi sesuai uu. jasa konstruksi), namun lebih mengarah pada perilaku praktis penyelenggara pemerintah dalam mencapai tujuan/keuntungan pribadi sebagai bentuk loyalitas terhadap kepentingan politik dan birokrasi kepada pemegang otorisasi pemerintahan yang lebih tinggi.

 

semakin tidak terkendalikannya intervensi kepentingan melalui rekayasa tertentu terhadap hasil proses pemilihan penyedia jasa ;

 

dapat dilihat dari adanya pihak-pihak yang berfungsi sebagai fasilitator sebagai penghubung pemilik kepentingan dengan ULP dan SKPD dan terlibat dalam penetapan spt kepada pokja bukan atas dasar kompetensi tapi hanya sebagai alat operasionalisasi kepentingan semata.

 

Keberadaan pokja ulp provinsi banten terutama pokja pekerjaan konstruksi sudah terjebak sebagai instrument tumbuhnya budaya birokrasi yang pragmatis sehingga tidak dapat menjaga integritas moral dan etika sebagai aparatur sipil negara/pegawai negeri sipil melalui keterlibatan dalam  persekongkolan dengan pelaku usaha untuk kepentingan pengusaha bersama pokja dan atau dilakukan bersama-sama dengan skpd dan pejabat provinsi yang memiliki tugas-tugas khusus sebagai fasilitator dalam pemenuhan kebutuhan biaya politik;

 

Adalah sekumpulan fakta, jika :

penayangan puluhan paket pekerjaan konstruksi  secara bersamaan adalah upaya dari pengkondisian untuk menggagalkan pengusaha murni untuk menyiapkan penawaran dengan cukup waktu dan tepat penyusunan penawaran biayanya;

 

Begitupun dengan alokasi waktu untuk pemberian penjelasan secara langsung untuk semua paket dpupr pada jam yang sama  menyulitkan peserta untuk bertanya dan mendapatkan penjelasan terhadap pertanyaan peserta terkait kriteria evaluasi, hal-hal yang menggugurkan dan bersifat substansial sehingga tidak mengada-ada dalam melakukan evaluasi dengan menggurkan peserta hanya karena kesalahan no. dokumen pengadaan dimana no. dokumen pengadan tersebut juga merupakan kesalahan pokja dan dicantumkan di dalam addendum, selain itu masih banyak peraturan yang dilanggar dalam penetapan syarat teknis dan kualifikasi  terutama terhadap larangan pokja mensyaratkan network planning/cp, cash flow, atau diagram, mensyaratkan jadwal kebutuhan material, peralatan, dan personil/tenaga kerja; dan mensyaratkan urutan secara teknis jenis kegiatan yang dilaksanakan pada dokumen teknis tanpa persetujuan pejabat eselon i;

 

Pokja tidak memahami subtansi pekerjaan yang dilelangkan baik secara aturan keteknikan maupun persyaratan teknis yang wajib digunakan dalam setiap paket pekerjaan konstruksi dan aturan yang bersifat lex spesialis;

Akibat dari angka 2 diatas, dan pada tahap pemberian penjelasanpun pokja tidak menjalankan tugas dan kewenangan pada tahap tersebut diatas yaitu memberikan penjelasan sebagaimana tercantum dalam perpres 54/2010 beserta perubahan dan petunjuk pelaksanaanya terutama terhadap persyaratan RK3K yang sangat ironis menggugurkan dengan alasan tidak sesuai dengan permen pu tapi juga pokja melanggar aturan terebut dengan tidak menganalisa tersedianya komponen biaya k3 dan kewajiban menjelaskan potensi bahaya dan kriteria evaluasinya bukan terletak pada profesionalisme atau bonafid tidaknya perusahan menyusun dokumen RK3Knya sebagaimana jawaban pokja pada pemberian penjelasan (secara tegas evaluasi penawaran adalah membandingkan metode kerja yang dibuat oleh ppk dengan metode kerja yang dibuat oleh penyedia jasa).

 

Maka sudah sangat jelas pokja dalam mengevaluasi dokumen teknis tidak mempunyai acuan yang jelas;

tidak adanya keterbukaan informasi ketika terjadi pelelangan gagal dan pemasukan penawaran ulang tanpa jeda waktu penyedia jasa yang memasukan penawaran untuk melakukan klarifikasi atas terjadinya alasan lelang gagal;

 

Adalah jika ada penyedia jasa yang lulus dan ditetapkan sebagai pemenang berdasarkan hasil pemasukkan penawaran ulang merupakan pintu masuk apip untuk melakukan audit dan meminta ekspose kriteria dan tata cara evaluasi penawaran mengingat tanpa ada campur tangan pokja dalam meberitahu secara khusus kepada sang pengantin sama seperti peserta lain akan kebingungan apa dokumen yang harus diperbaiki dan diuplod ulang, (Berita Acara (BA)  Lelang gagal tidak informatif/tidak menyebutkan alasan kegagalan lelang);

 

Bahwa baik PPK maupun pokja telah melakukan penyimpangan dan tidak sesuai dengan ketentuan tugas dan fungsi sebagaimana tercantum dalam perpes 54/2010 beserta perubahannya.

Berdasarkan sebagian data dan fakta yang kami sajikan ini, kami menyimpulkan hingga proses lelang dpupr dinyatakan banyak yang telah selesai pada aplikasi spse sebagai berikut :

 

Pokja tampak berkeyakinan terhadap tidak adanya pelanggaran terhadap ketentuan keteknikan dan persyaratan teknis yang ditetapkan oleh menteri terkait pekerjaan konstruksi atau ;

Jika bukan berkeyakinan terhadap point 1 diatas, maka kekuatan besarlah yang menjamin akan melindungi pokja bahwa telah terjadi perbuatan melanggar hukum tapi selesai seperti air mengalir.

Terhadap kesimpulan kami tersebut diatas besar keyakinan kami bahwa yang paling mendekati keadaan yang sebenarnya adalah kesimpulan no. 2, dan oleh karena itu dinyatakan banten 2017 darurat dalam pelaksaan barang jasa yang kredibel, akuntabel dan profesional dan sebagai tindaklanjut tersebut kami mengajukan tuntutan sebagai berikut :

 

Selamatkan APBD  Banten 2017 dari segala bentuk kepentingan praktis politik dan birokrasi yang makin menggurita, terbiasa, terbuka dan bukan lagi rahasia;

Belanja Langsung Provinsi Banten TA. 2017 adalah Sebesar RP. 4,136,684,309,000

bekukan ULP Provinsi banten

bentuk tim audit lelang banten 2017  dari unsur KPK ,LKPPl dan inspektorat Provinsi Banten.

 

Bentuk ULP Mandiri

 

Penguatan integritas moral dan etik pokja ulp harus segera dilakukan disamping penerapan secara tegas terhadap larangan pns yang diatur dalam pp.53 tahun 2010 secara khusus diterapkan dalam penyelenggaraan barang/jasa pemerintah di provinsi Banten.

 

Dasar tuntutan :

Berdasarkan data dan fakta lelang banten 2017 dilakukan berdasarkan temuan data dan fakta merupakan penyimpangan bukan hanya prosedur lelang tapi juga pelanggaran terhadap ketentuan/ peraturan pelaksanaan pengadaan barang/jasa sebagaimana tercantum perpres 54/2010 beserta perubahan dan petunjuk pelaksanaanya dan peraturan menteri pekerjan umum dan perumahan rakyat yang sangat luar biasa dibiarkan;

 

Bahwa pembiaran yang dilakukan atas penyimpangan prosedur dan ketentuan yang berlaku terkait pengadaan barang/jasa pemerintah di provinsi banten harus segera ditindaklanjuti dengan segera dan menindak tegas pihak-pihak yang terlibat didalamnya, mengingat :

berdasarkan data dan fakta atas proses pengadaan barang/jasa  pada paket-paket dpupr TA. 2017 adalah cacat hukum dan harus dibatalkan melalui kewenangan pa atau kepala daerah.

data dan fakta penyimpangan sebagaimana terlampir.(LLJ)