Koruptor di Banten Disambut Seperti Pahlawan, Gandung; Negara Dianggap Gagal

0
727

Serang,fesbukbantennews.com (19/12/2015) – Fenomena penyambutan terpidana Kasus Korupsi Aat Syafaat disoroti serius oleh berbagai elemen masyarakat di Banten. Pasalnya, meski berstatus Koruptor Aat disambut bak pahlawan oleh ribuan pendukungnya.

Mantan walikota Cilegon disambut ribuan warga usai keluar dari Penjara.
Mantan walikota Cilegon disambut ribuan warga usai keluar dari Penjara.

Atas kondisi seperti itu, Negara dianggap gagal dalam menjalankan fungsinya baik penegakan hukum dan pembelajaran politik ditengah masyarakat. Hal ini dikatakan oleh pengamat sosial dan politik Untirta Gandung Ismanto, Rabu (16/12/2015) lalu.

“Dalam hal ini, negara dianggap gagal dalam membangun penegakan hukum dan pendidikan politik kepada masyarakat. Hal ini juga diakibatkan oleh oligarki politik yang dibangun oleh para elite di negeri ini,” kata Gandung.

Menurut Gandung, hal yang terjadi dalam kasus Aat sebenarnya juga terjadi dalam kasus-kasus lainnya di berbagai daerah. Hal ini disebabkan oleh persoalan politik hukum kita yang belum dipahami oleh masyarakat. Sehingga ada disparitas pemahaman antara negara pada satu sisi. Sisi yang lain sebagai subjek sekaligus objek hukum yang seharusnya dikemas jelas.

“Yang pasti . Bukan terjadi di Cilegon. Banyak kasus dengan fenomena serupa. Kalau politik hukumnya jelas. Efektif, masyarakat cerdas. Bersosialisasi dengan baik.
Harusnya disparitas seperti ini tidak terjadi . Sehingga fenomena ini bisa dipahami sebagai bentuk perlawanan masyarakat terhadap negara. Karena memahami secara bahwa hukum itu tidak pernah adil. Mengapa demikian, karena masyarakat sendiri mengalami dan tidak sedikit mengalami ketidakadilan hukum.

Sehingga proses diterapkan, proyeksikan kepada Pak Aat misalnya, situasi yang sama itu dibangun dengan sengaja oleh masyarakat dan elit setempat untuk memberikan pemahaman seolah-olah pak Aat tidak korup. Korban kedzaliman, korban ketidakadilan hukum dan itu juga sering dilakukan bagaimana masyarakat dan ulama melihat kasus yang dialami Atut misalnya. Itu sama mereka anggap itu sebagai cobaan, musibah, yang bukan merupakan aib. Nah itu yang menjawab kenapa keluarga atut masih kuat. Bahkan mampu memenangi banyak Pilkada,” katanya.

Menurut Gandung hal tersebut tidak hanya menjadi persoalan hukum namun juga persoalan politik. Karena perilaku masyarakat tergantung dari elit. Sehingga ketika elit memerankan diri sebagai sinterklas buat masyarakat . Maka tidak perduli dari mana fasilitas yang diterima. Karena ini era pencitraan. “Era politik popularitas, yang mengandalkan investasi sosial. Karena masyarkat memiliki ketergantungan dari elit,” ujarnya.

Gandung memaparkan saat ini Demokrasi yang terjadi di Indonesia belum berjalan sebagai mana mestinya. Karena demokrasi itu dibajak atau disabotase atau dikendalikan oleh elit yang memainkan opini melalui instrumen modern atau melalui instrumen budaya dengan cara membuat ketergantungan yang besar melalui pola-pola hubungan budaya atau emosional .

“Akhirnya negara dikuasai oleh para elit karena menciptakan sistim oligarki. Negara akhirnya tidak dimiliki oleh masyarakat namun hanya dimiliki oleh segelintir elit dan kelompoknya karena mudah dikendalikan oleh opini para elit-elitnya,” pungkas Gandung. (adn/LLJ)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here