Korupsi Jembatan Kedaung, Mantan Kepala DBMTR Dituntut 3 Tahun

0
208

Serang,fesbukbantennews.com (16/11/2016) – Terdakwa korupsi proyek pembangunan Jembatan Kedaung tahap 1 di Kota Tangerang tahun 2013 senilai Rp 23,4 miliar, mantan Kepala Dinas Bina Marga dan Tata Ruang (DBMTR) Banten Sutadi , oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dituntut tiga tahun penjara di pengadilan tipikor Pengadilan Negeri (PN) Serang, Selasa (15/11/2016). Sementara pengusaha yang terlibat, Mokhamad Kholis dituntut 7 tahun penjara.

Mantan Kepala DBMTR Banten Sutadi (kanan) mendengarkan tuntutan JPU.(LLJ)
Mantan Kepala DBMTR Banten Sutadi (kanan) mendengarkan tuntutan JPU.(LLJ)

Dalam sidang yang dipimpin hakim Epiyanto, oleh JPU Pantono, Sutadi dituntut 3 tahun penjara dan denda Rp100 juta atau 3 bulan kurungan, sedangkan Mokhamad Kholis, Direktur PT Alam Baru Jaya (ABJ) itu dituntut 7 tahun penjara dan denda Rp 500 juta atau kurungan 3 bulan. Kholis juga dituntut membayar uang pengganti Rp9,9 miliar atau kurungan 3 tahun. Sutadi tidak dikenakan uang pengganti.

JPU menyatakan, kedua terdakwa dalam berkas terpisah itu dinilai telah terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama proyek pembangunan Jembatan Kedaung tahap 1 di Kota Tangerang tahun 2013 senilai Rp 23,4 miliar sehingga merugikan keuangan negara.

“Menyatakan perbuatan terdakwa telah memenuhi semua unsur dalam dakwaan subsider Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP,” kata Pantono dalam sidang dengan terdakwa Sutadi.

Hal-hal yang memberatkan, kata Pantono, terdakwa Sutadi tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dan telah merugikan keuangan negara. “Hal-hal yang meringankan, terdakwa menyesali perbuatannya dan belum pernah dihukum,” ungkapnya.

Sesuai kesepakatan dengan kuasa hukum terdakwa, materi tuntutan tidak dibaca seluruhnya. Hal-hal yang saja yang dibacakan.Dalam uraiannya, Pantono mengungungkapkan bahwa Sutadi selaku pengguna anggaran yang merangkap sebagai PPK tetap mengeluarkan surat perintah membayar walaupun syarat pengajuan pembayaran tidak memenuhi syarat dan tak sesuai mekanisme.

“Terdakwa tetap menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) senilai Rp 6,3 miliar yang ditujukan kepada kuasa bendahara umum daerah Pemprov Banten, dengan perintah untuk menerbitkan SP2D untuk keperluan pembayaran angsuran II (99,04%) yang dilakukan dengan cara pemindah bukuan antar Bank BJB Cabang Serang dari Pemprov Banten ke rekening PT ABJ,” kata Pantono.

Meskipun, kata Pantono, terdakwa Sutadi mengetahui bahwa mekanisme pengajuan pembayaran terakhir untuk pekerjaan pembangunan Jembatan Kedaung tahap I tidak sesuai dengan ketentuan dan persyaratan untuk pengadaan dan pengangkutan jembatan baja pelengkung, karena tidak disertakan bukti pembayaran dan pengangkutan jembatan pelengkung dari PT ABJ kepada PT Bukaka Teknik Utama selaku penyedia besi pelengkung untuk jembatan. “Juga tidak dilakukan penilaian dan penyerahan hasil pekerjaan,” ungkapnya.

Menindaklanjuti SPM tersebut pada tanggal 31 Desember 2013, Kuasa Bendahara Umum Daerah menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) Nomor : 18045/BMTR/LS/1403/2013 untuk pembayaran angsuran II dengan rincian sebagai berikut. Jumlah yang diminta Rp 6,3 miliar lebih dikurangi jumlah potongan PPN dan PPH Rp 750,4 juta lebih, sehingga jumlah yang dibayarkan Rp 5,6 miliar.

Sutadi yang merupakan Pengguna Anggaran sekaligus sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek menandatangani SPM tersebut.Setelah dibayar, M Kholis kemudian melakukan pembayaran sebesar Rp 1,9 miliar lebih kepada PT Bukaka Teknik Utama, Tbk melalui transfer. Selain melalui transfer, M Kholis juga melakukan pembayaran dengan cara giro dan cek kepada PT Bukaka Teknik Utama.

Namun, PT Bukaka tidak dapat mencairkan bilyet giro senilai Rp 3 miliar dari PT ABJ karena telah jatuh tempo, dan cek senilai Rp 4,6 miliar lebih juga telah jatuh tempo. Sebab, dana pada kedua rekening tersebut tidak mencukupi.

Terdakwa M Kholis kemudian melakukan pembayaran lagi sebesar Rp 1,4 miliar yang dilakukan dengan cara ditransfer ke nomor rekening PT Bukaka Teknik Utama, sehingga M Kholis tidak dapat membayar harga jembatan baja pelengkung sehingga jembatan baja pelengkung masih tetap menjadi milik PT Bukaka Teknik Utama Tbk.

“Bahwa perbuatan terdakwa Sutadi yang telah menyetujui pembayaran untuk item pekerjaan pengadaan dan pengangkutan jembatan baja pelengkung tersebut merupakan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 12.084.076.783,80 atau sekitar jumlah tersebut sesuai Laporan Hasil Pemeriksaan Penghitungan Kerugian Negara oleh BPK,” ungkapnya.

Perbutan melawan hukum yang dilakukan terdakwa Sutadi bersama-sama dengan M Kholis telah memperkaya, M Kholis sebesar Rp 12.084.076.783,80.Usai mendengarkan tuntutan, kedua terdakwa melalui keuasa hukumnya meminta waktu seminggu untuk mengajukan pembelaan. (LLJ)

.