Kenaikan Gaji DPRD Harus Berbanding Lurus Dengan Kinerja (Oleh : Ari *)

0
174

Serang,fesbukbantennews.com (26/7/2017)–SABTU 15 Juli 2017 pagi, saat saya bersama puluhan mahasiswa pascasarjana Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Kampus Cilandak Jakarta Selatan, tengah mengikuti mata kuliah Metodologi Ilmu Pemerintahan yang disampaikan Dr  Mumadam Labolo, Msi, ada satu pembahasan soal Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Anggota DPRD.

Ari Supriadi.(ist)

Secara singkat dosen saya yang juga pengajar tetap anggota DPRD se-Indonesia itu menjelaskan, poin utama PP 18 Tahun 2017 adalah adanya kenaikan penghasilan, tunjangan atau bahasa lain yang tentunya bermakna pada simbol-simbol rupiah dan berdampak semakin tebalnya dompet wakil rakyat.

Usai mata kuliah tersebut, penulis beberapa kali terpikir ucapan dosen terkait PP 18 Tahun 2017. Rupanya dalam PP 18 Tahun 2017 itu wakil rakyat yang terhormat akan “dimanjakan” dengan sederet tunjangan, penghasilan, fasilitas dan istilah lainnya yang bikin mata rakyat berkaca-kaca.

Dalam BAB II pasal 2 disebutkan pimpinan dan anggota DPRD mendapatkan penghasilan yang meliputi, uang representasi, tunjangan keluarga, tunjangan beras, uang paket, tunjangan jabatan, tunjangan alat kelengkapan dan tunjangan alat kelengkapan lain. Kemudian anggota dan pimpinan DPRD juga mendapatkan tunjangan komunikasi intensif dan tunjangan reses.

Regulasi kenaikan penghasilan anggota DPRD se-Indonesia mungkin tidak sejalan persepsi publik terhadap kepercayaan kepada partai politik dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Mengutip hasil survei Indonesia Corruption Watch (ICW)  yang dipublikasi Koran Tempo edisi Jumat 21 Juli 2017 menyebutkan, tingkat kepercayaan publik terhadap partai politik dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) cukup rendah.

Tingkat kepercayaan publik terhadap partai politik hanya mencapai 35 persen dan kepada DPR di angka 51 persen. Angka jauh dengan tingkat kepercayaan publik terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Presiden yang mencapai 86 persen.

Kita ketahui bersama berdasarkan amant konstitusi, kedaulatan berada di tangan rakyat. Jika rakyat sudah kurang percaya terhadap para wakilnya, maka cukup sulit menterjemahkan mereka yang duduk di kursi parlemen ada representasi rakyat.

Akhirnya, Senin 17 Juli 2017 di ruang paripurna DPRD Kabupaten Pandeglang digelar rapat paripurna dengan agenda nota usul Raperda Inisiatif tentang Hak Keuangan dan Administratif Anggota DPRD Pandeglang.

Saat itu politisi dari Fraksi Golkar, Mukhlas Halim membacakan nota usul tersebut di hadapan Bupati Pandeglang, Irna Narulita dan Wakil Bupati Tanto Warsono Arban serta puluhan tamu undangan, baik para Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD), instansi vertikal maupun lainnya.

Sehari berselang, Selasa 18 Juli, DPRD Pandeglang kembali menggelar rapat paripurna lanjutan dari rapat paripurna sebelumnya Senin lalu. Hari itu rapat paripurna digelar dua kali dengan jadwal yang berbeda. Rapat paripurna pertama dijadwalkan pukul 10.00 WIB, walau ngaret sekitar satu jam mengagendakan Pendapat Bupati terhadap nota usul Raperda Inisiatif tentang Hak Keuangan dan Administratif Anggota DPRD Pandeglang. Kemudian rapat kedua juga ngaret, yang dijadwalkan pukul 16.00 WIB tetapi baru telaksana sekitar pukul 17.00 WIB. Rapat paripurna kedua mengagendakan Penyampaian Jawaban Fraksi Atas Pendapat Bupati Serta Pembentukan Pansus Pembahasan Raperda Inisiatif DPRD  tentang Hak Keuangan dan Administratif DPRD.

 

Akhirnya setelah melalui proses rapat paripurna yang cukup ngebut, nota usul Raperda inisiatif tersebut secara umum disetujui oleh Bupati Irna Narulita dan selanjutnya dilakukan pembahasan lebih lanjut.

Penulis dan mungkin publik berharap dengan naiknya penghasilan anggota DPRD akan berbanding lurus dengan kinerja yang semakin baik pula.

Diharapkan dewan mampu membuat regulasi yang sesuai kebutuhan publik. Kemudian dalam penganggaran dilakukan dengan mempertimbangkan aspek efektifitas dan merata, lalu dewan juga harus mampu melakukan fungsi pengawasan yang lebih baik, bukan sekadar menyampaikan stament-stament di media massa atau status di media sosial, tanpa aksi nyata untuk masyarakat.

Dengan naiknya penghasilan itu, kita nantikan kinerja DPRD ke depannya. Berilah kepercayaan kepada mereka,  setidaknya hingga akhir periode 2019 nanti. Dan jika menurut rakyat kinerjanya kurang sesuai akspektasi,  maka beri tanda orang dan partainya untuk kita tidak memilihnya kembali pada Pileg 2019 mendatang.

Bukan bermaksud mengajak masyarakat mem-blacklist Caleg dan partai yang “meluluskan” dewan yang kurang produktif, tetapi agar masyarakat lebih selektif memilih wakilnya untuk durasi lima tahun ke depan. (LLJ)

 

 

*) Penulis adalah wartawan di koran Tangsel Pos yang tengah menempuh pendidikan pascasarja program studi Magister Administrasi Pemerintahan Daerah (MAPD) IPDN Kampus Cilandak, Jakarta Selatan.