Proyek PLTU Jawa 9 dan 10 Dilaporkan ke Departemen Keuangan Amerika Serikat

    0
    386

    Serang,fesbukbantennews.com (24/8/2021) – Trend Asia beserta 37 organisasi masyarakat sipil dari berbagai negara
    mengirim surat ke Departemen Keuangan Amerika Serikat. Surat ini berisi tuntutan kepada Pemerintah Amerika Serikat agar tegas menjalankan wewenangnya dalam upaya reformasi
    kebijakan investasi Bank Pembangunan Multilateral (MDB).

    PLTU Jawa 9&10 (.banhit).

    Dalam surat tersebut, proyek PLTU Jawa 9 & 10 yang berada di Banten, menjadi salah satu
    proyek yang disoroti. Tuntutan utamanya adalah International Finance Corporation (IFC), anak
    usaha Bank Dunia—salah satu Bank Pembangunan Multilateral (MDB) yang begitu berpengaruh—harus segera menghentikan dukungan secara menyeluruh terhadap proyek
    energi fosil dengan cara menarik ekuitas yang dimilikinya di Hana Bank Indonesia yang masih
    berinvestasi di proyek PLTU Jawa 9 & 10.

    Langkah ini penting untuk menekan Hana Bank
    Indonesia agar segera berhenti mendanai proyek PLTU Jawa 9 & 10 sesuai kebijakan mereka yang menyatakan akan keluar dari pendanaan batubara.

    Andri Prasetiyo, Peneliti Trend Asia mengatakan bahwa proyek PLTU Jawa 9 & 10 memang
    layak mendapatkan sorotan tajam sebab akan membawa dampak serius terhadap sisi sosial
    dan lingkungan.

    Keberadaan surat tersebut juga menunjukkan bahwa kepedulian atas
    persoalan ini semakin besar, meluas dan tidak lagi berbatas wilayah.

    “Masyarakat dari berbagai penjuru dunia saat ini bahu-membahu menekan proyek energi kotor
    yang berbahaya bagi lingkungan dan akan semakin memperparah krisis iklim, termasuk dengan
    menghentikan arus pendanaannya. Kebijakan pembangunan harus diawasi secara serius, agar
    lebih mengedepankan kelestarian lingkungan, bukan berorientasi pada keuntungan semu dan
    keuntungan bagi sebagian pihak,” ujar Andri.

    Studi pra-kelayakan proyek PLTU Jawa 9 & 10 di Cilegon, Banten oleh Korea Development
    Institute telah menyatakan bahwa pembangunan PLTU Jawa 9 & 10 dilabeli sebagai proyek
    tidak layak. Produksi listrik PLTU Jawa 9 & 10 tidak akan terserap sebab kondisi neraca energi
    nasional telah kelebihan pasokan. Selain itu, ke depan biaya operasional dari energi kotor
    batubara akan semakin mahal dan tidak kompetitif dengan energi terbarukan.

    Proyek ini akan membebani keuangan pemerintah Indonesia karena diproyeksikan membawa
    kerugian hingga Rp610,12 miliar. Nilai investasi yang harus dibayarkan pemerintah dalam
    proyek PLTU ini jauh lebih besar dari proyeksi pendapatan sampai dengan PLTU ini selesai beroperasi.

    Tidak hanya itu, Cilegon, Banten sebagai lokasi PLTU Suralaya Jawa 9 & 10 juga berada dalam
    kondisi darurat polusi udara. Buruknya kualitas udara di Suralaya menyebabkan tingginya
    tingkat penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Kota Cilegon.

    Data Dinas
    Kesehatan Kota Cilegon menyebut, sejak tahun 2018 sampai dengan Mei 2020 terdapat
    118.184 kasus ISPA di kota Cilegon.
    Pembangunan PLTU Jawa 9 & 10 menuai kecaman publik dan penolakan warga.

    Dalam petisi
    yang dilakukan melalui Change.org, tercatat lebih dari 17.000 warga menandatanganinya
    (23/8/2021). Warga Suralaya, yang hidup bertahun-tahun di kawasan PLTU, turut serta dalam
    aksi untuk menolak penghapusan FABA dari kategori limbah B3, sebab aturan turunan UU
    Cipta Kerja ini semakin menghimpit ruang hidup mereka yang selama ini sudah terkepung
    polusi.

    Menurut Mad Haer, Direktur Pena Masyarakat Banten, ancaman nyata sudah di depan mata,
    dengan banyaknya PLTU di Banten sudah seperti mesin pembunuh yang akan mengganggu
    kehidupan dan penghidupan masyarakat sekitar.

    “Hari ini masyarakat butuh energi yang baik
    agar kehidupannya tidak terganggu oleh limbah dan polusi yang mengancam kehidupan
    masyarakat,” kata Mad Haer.(LLJ).