Serang, fesbukbantennews. com – 29 Oktober 2020 adalah hari peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Hari yang selalu diperingati umat muslim di selutuh dumia dengan gembira, tak terkecuali Indonesia. Tak jarang umat Islam memperingati Maulid Nabi dengan perayaan meriah yang beragam di setiap daerahnya. Hari kelahiran Nabi disambut suka cita di tiap tahunnya sebagai wujud rasa cinta. Namun, cukupkah representasi cinta itu hanya pada kegembiraan di hari lahirnya saja?

Seorang muslim yang mengaku beriman kepada Allah Swt. otomatis akan beriman pula kepada utusan-Nya, Rasulullah Muhammad saw., sebagai pembawa risalah untuk manusia dan alam. Dan keimanan itu mengimplementasi pada kehidupan seorang muslim. Setiap gerak-geriknya, perkataannya, serta bagaimana ia berpikir adalah bersumber dari akidah Islam. Sebagaimana pernyataan KH. Rokhmat S. Labib dalam gelaran Maulid Nabi secara daring yang bertajuk Cinta Nabi Cinta Syariah pada kamis 29 Oktober 2020 kemarin.
“Momentum Maulid Nabi mengingatkan kita pada sosok manusia istimewa sepanjang peradaban. Kita diperintahkan untuk mencintai Nabi Muhammad saw. melebihi kecintaan kita pada apapun juga. Maka selayaknya cinta, harus mewujud pada perbuatan. Karena tanda cinta pada Nabi adalah meneladani beliau, mengamalkan sunahnya, mengikuti semua perkara yang dicontohkannya baik dalam hal yang disenangi maupun tidak disenangi. Karena sesungguhnya cinta Nabi merupakan implementasi kecintaan kita kepada Allah Swt.” ujarnya. (29/102020)
Hal ini mendefinisikan bahwa syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. harus diaplikasikan dalam kehidupan tanpa memilah-milih, mana yang suka itulah yang dilakukan. Akan tetapi, seluruh syariatnya harus diambil. Dengan menjalankan syariatnya secara kafah maka akan terwujud keadilan. Kondisi ini dapat kita saksikan di negeri-negeri muslim hari ini. Negeri muslim adalah negeri bermayoritas penduduknya beragama Islam. Namun, negeri muslim hari ini tak ubahnya dengan negeri-negeri non-muslim. Dimana aturan agama tidak dihadirkan ke dalam ranah individu, bermasyarakat, maupun bernegara. Termasuk negeri ini. Kemayoritasan Islam tak menjadikan syariat Islam diterapkan dan tak menjadikannya negara Islam. Justru mengambil aturan lain yang berasal dari ide manusia. Baginya agama cukup berada di ruang-ruang ibadah, urusan keduniaan biar manusia yang mengaturnya. Alhasil kondisi ini menimbulkan ketidakadilan, kesengsaraan, dan kezaliman. Salah satunya UU Omnibus Law yang baru-baru ini disahkan menuai protes dari masyarakat. Apa yang telah ditetapkan UU tersebut sejatinya berpihak pada kaum kapitalis ketimbang rakyat. Begitu pun masalah hukum. Rezim koorporatokrasi menjadikan negeri ini senantiasa menciptakan ketidakadilan terhadap rakyat. Keadilan tegak bagi mereka yang berduit. Namun tidak bagi rakyat kecil. Keadilan tegak bagi kawan, tidak bagi lawan. Hal ini disampaikan pula oleh Ust. Ismail Yusanto selaku pembicara pada gelaran daring terbesar ini,
“Ustaz H.M. Ismail Yusanto menjawab bahwa ketidakadilan dan kezaliman di segala bidang kehidupan saat ini sangat nyata sekali. Contohnya dalam masalah hukum, saat ini hukum tumpul bagi kawan, namun tajam bagi lawan. Berkuasanya rezim koorporatokrasi menjadikan negeri ini senantiasa menciptakan ketidakadilan terhadap rakyat. Keberpihakan pemimpin hanya kepada segelintir elit pengusaha saja. Seperti UU Omnibus Law kemarin, rakyat sama sekali tidak dilibatkan bahkan tidak didengar suaranya.” ujarnya. (29/10/2020)
Inilah manifestasi sistem kapitalisme. Sisem yang berasal dari ide manusia melahirkan undang-undang yang zalim terhadap manusia, melahirkan undang-undang yang merusak alam. Gelombang unjuk rasa yang terus terjadi. Generasi millenial yang diwarnai pergaulan bebas, tawuran, dan kriminalitas. Pejabat yang korup. Serta kondisi masyarakat yang jauh dari sejahtera. Adalah feedback dari sistem batil ini.
Islam hadir sebagai agama yang sempurna dan penuh rahmat yang dibawa oleh seorang utusan yang mulia. Islam tak sekadar mengatur urusan spiritual, melainkan secara komprehensif mengatur segala aspek kehidupan manusia. Nabi Muhammad saw. selain menjadi utusan beliau pun seorang kepala negara. Dengan demikian, Nabi Muhammad saw. adalah contoh keteladanan bagi manusia dalam hal kerohanian juga hal keduniaan. Sebuah jalan hidup yang balance. Alhasil, Islam menjadi sebuah institusi negara (Daulah Islam) yang menjadikan syariat-Nya sebagai aturan manusia. Dimana selama kurun waktu satu millenium lebih menjadi negara adidaya dan mampu menyejahterakan warga negara Daulah. Selayaknya umat muslim di negeri ini menjadikan Rasulullah saw. sebagai keteladanan dalam seluruh lini kehidupan. Menjadikan akhlaknya sebagai panutan. Dan menjadikan kepemimpinannya sebagai teladan. Maka wajar jika Micheal Hart menempatkan manusia mulia ini sebagai tokoh yang paling berpengaruh di dunia sepanjang sejarah manusia pada posisi nomor wahid. Hal ini karena keistiqomahan Nabi saw. dalam perjuangannya menegakkan syariat Islam.
Allah Swt. telah berfirman;
وَمَآ أَرْسَلْنَٰكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَٰلَمِينَ
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al Anbiya: 107)
Oleh karena itu, adalah urgensi untuk segera meninggalkan sistem batil ini dan beralih kepada sistem yang sempurna dan agung, syariat Islam, dalam institusi Daulah Khilafah Islamiyah. Dengan demikian, keadilan bagi seluruh rakyat akan terwujud. Cinta Nabi cinta syariah. Tanpa tapi tanpa nanti.(LLJ).
*Sofia Ariyani, S.S,Muslimah Pegiat Literasi