Janji-janji Pemerintah Memulihkan Sungai Ciujung

0
371

Serang,fesbukbantennews.com (15/12/2015) – Pada hari Sabtu (12/12), sekitar 40 warga Desa Tengkurak berkumpul di Aula Desa untuk merefleksikan pencemaran Sungai Ciujung selama tahun 2015. Turut hadir pula dalam acara tersebut beberapa perwakilan lembaga, termasuk Bapak Haji Mathin dari Nadhatul Ulama, Saung Tani Institute, Riung Hijau, dan Indonesian Center for Environmental Law (ICEL).

Aktiivis lingkungan diskusi pencemaran sungai ciujung.(anton)
Aktiivis lingkungan diskusi pencemaran sungai ciujung.(anton)

Dalam refleksi tersebut terungkap, masyarakat menyayangkan respon pemerintah yang tidak konkrit terhadap berbagai aspirasi mengenai pencemaran Sungai Ciujung.

“Yang kami mau adalah normalisasi, dan kami mencoba segala cara, namun berulang kali janji-janji Pemerintah yang disampaikan secara verbal dalam forum-forum dengan masyarakat tidak pernah terealisasi,” ujar Romi, salah satu warga yang aktif mengadvokasi normalisasi Sungai Ciujung.

Di samping itu, begitu banyak utang pemerintah yang belum terealisasi sepanjang 2015 ini, mulai dari janji Bupati dan Gubernur saat kampanye hingga hasil audiensi dan kunjungan kerja DPRD. Masyarakat juga mencatat sedikitnya 3 (tiga) surat kepada Kementerian Pekerjaan Umum yang meminta pengerukan, namun tidak ditanggapi sedikitpun.

Menanggapi hal ini, Haji Mathin menyayangkan buruknya respon pemerintah, namun tetap menyemangati masyarakat untuk terus berjuang.

“Adalah perintah Allah SWT bahwa manusia itu harus hidup selaras dengan dan menjaga lingkungannya. Kita ini dimandatkan untuk menjaga lingkungan, termasuk air Sungai Ciujung ini, tapi malah kita rusak sendiri. Kejayaan Tengkurak ini makin merosot karena pencemaran ini, jadi kita harus tetap optimis dan berjuang untuk meminta pemulihannya,” ujarnya.

Kerugian materiil dan imateriil dari menghitamnya sungai yang dari bulan Mei s.d. November 2015 ini sangat besar, mulai dari tidak dapat digunakannya air untuk keperluan domestik (MCK), matinya ikan, serta penurunan tangkapan nelayan.

“Saya duduk di Tengkurak mulai tahun 1983. Saya bukan asli lahir di Tengkurak. Tengkurak dulu luar biasa – udang, ikan bandeng, kerang, kepa, bisa dijual sehari-hari. Sekarang, kepa dicari sampai mati juga nggak ketemu. Ikan yang tahan paling bandeng,” Niman, salah satu nelayan, mengenang kejayaan Tengkurak di masa lalu.

Salah satu pekerjaan rumah pemerintah yang belum terlaksana antara lain menetapkan daya tampung beban pencemaran air (DTBPA) dan kelas Sungai Ciujung. Hal ini merupakan salah satu rekomendasi auditor dalam Audit Lingkungan Hidup PT Indah Kiat Pulp & Paper pada tahun 2013.

“Sejak 2 tahun lalu, belum ada kemajuan dalam penetapan DTBPA, begitu juga kelas sungai Ciujung. Izin Pembuangan Limbah Cair yang diterbitkan BLHD Kab. Serang juga tidak dihubungkan dengan hasil Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), sehingga wajar saja beban pencemaran melebihi daya dukung sungai,” ujar Margaretha Quina, peneliti Indonesian Center for Environmental Law.

Quina juga mengapresiasi upaya hukum yang telah dilakukan oleh Pemerintah sepanjang tahun 2015, di mana BLHD Kab. Serang telah menjatuhkan sanksi administratif terhadap 15 perusahaan, beberapa di antaranya, termasuk PT Cipta Paperia, ditutup sementara saluran limbahnya.

Sementara, PT IKPP yang mengalirkan 97%(67.213 m3 limbah cair/bulan) ke Sungai Ciujung juga telah dikenakan sanksi paksaan pemerintah oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Sayangnya, baik KLHK maupun BLHD tidak mengomunikasikandengan baik masyarakat dan tidak melibatkan masyarakat dalam pengawasan implementasi sanksi.

Padahal, KLHK dan BLHD sendiri memiliki sumber daya yang terbatas dalam mengawasi implementasi sanksi, dan mengandalkan laporan perusahaan dalam memastikan sanksi terlaksana.
Permasalahan lain adalah lemahnya koordinasi antar instansi pemerintah. “Kami trauma, kalau hanya ke salah satu pihak satu-satu, biasanya pemerintah itu selalu cuci tangan, bilang ini bukan tanggung jawabnya,” tutur Amrin Fasa dari Forum Komunikasi Petani dan Nelayan.

Masyarakat berharap menindaklanjuti forum ini dengan memohon audiensi yang melibatkan BLH Kabupaten Serang, BLH Provinsi Banten, KLHK, Kementerian Pekerjaan Umum, DPRD, serta pemerintah lain yang bertanggung jawab.

“Kami ingin memastikan tuntutan kami di tahun 2016 tersampaikan dan dipertimbangkan dalam penyusunan program dan anggaran tahun depan,” lanjutnya.(LLJ)
Kiriman dulur FBn:Anton Susilo, Aktivis Lingkungan, Tirtayasa, Kabupaten Serang.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here