Diduga Pakai Pukat Sondong, Empat Nelayan Pandeglang Dimejahijaukan

0
605

Pandeglang,fesbukbantennews.com (8/9/2015) – Empat dari delapan nelayan yang didakwa melanggar pasal 81, 85, 98 dan pasal 100 B Undang-Undang Nomor: 45 Tahun 2009 tentang Perikanan mulai disidang di PN Pandeglang, Senin (7/9) siang. Keempat terdakwa dianggap melanggar Undang-Undang Perikanan dengan menggunakan pukat sondong saat menangkap ikan di perairan Panimbang pada 13 Mei lalu.

Ilustrasi.(net)
Ilustrasi.(net)

Pada sidang dengan agenda pembacaan dakwaan serta keterangan saksi ini menghadirkan empat terdakwa yakni Nurhasan (24), Odi (30), Udin (24) dan Misna (42). Sementara keempat terdakwa lainnya yakni, Wawan, Ade, Apipudin dan Maska akan menjalani sidang perdana Kamis 10 September mendatang.
Berdasarkan pantauan, sidang dipimpin Hakim Ketua Otto Edwin dan Hakim Anggota Dian dan Wiwi. Sementara bertindak sebagai Jaksa Penuntut Umum (JPU) Leni Warito. Kemudian pendamping atas keempat terdakwa adalah Ajat dari Lembaga Bantuan Hukum Pandeglang. Dalam sidang perdana tersebut majelis hakim meminta keterangan saksi dari Ditpolair Polda Banten yakni Briptu Catur Edi dan Brigadir Anang Yunianto serta dua pemilik kapal yang digunakan oleh para terdakwa untuk menangkap ikan.
Hakim Ketua Otto Edwin sebelum memulai sidang, menanyakan kepada keempat terdakwa apakah sudah didampingi kuasa hukum. Karena keempat terdakwa belum didampingi kuasa hukum, maka majelis hakim menunjuk LBH Pandeglang untuk menjadi tim kuasa hukum.
“Apakah saudara (keempat terdakwa, red) benar melakukan pidana seperti apa yang disangkakan penyidik?,” tanya Otto.
Selanjutnya, Hakim Ketua juga mempertanyakan soal proses, kronologis serta sangkaan yang dilakukan oleh anggota Ditpolair Polda Banten kepada para terdakwa.
Sementara saksi Briptu Catur Edi menerangkan, kronologis awal yakni terdapat delapan kapal nelayan dengan masing-masing ABK dan nakhoda tiga orang yang diduga tengah menangkap ikan dengan menggunakan pukat sondong. Atas sangkaan itu, delapan nakhoda diamankan untuk dimintai keterangan sementara 16 ABK tidak diamankan.
“Dalam kapal nelayan itu nakhoda yang bertanggungjawab, jadi kita hanya memproses nakhoda yang berjumlah delapan orang. Dari delapan nakhoda itu empat dilakukan penahanan dan empat berstatus penahanan luar,” ungkap Briptu Catur.
Terdakwa Misna (42) kepada wartawan mengaku, tidak mengetahui soal larangan penggunaan pukat sondong saat menangkap ikan. Menurutnya, di perairan Panimbang yang menjadi lokasi pencarian ikan bukan termasuk wilayah biotas karang dan hanya endapan lumpur.
Ia bersama tiga rekannya juga mempertanyakan, tidak ditahannya empat rekannya yang sama-sama ditangkap oleh Ditpolair Polda Banten.
“Pada saat itu kami nangkap ikan dan diamankan polisi karena dianggap menggunakan pukat yang dilarang undang-undang, jujur kami tidak tahu. Setelah ditangkap, saya diperiksa di Merak dan sempat ditahan lima hari tetapi dibebaskan dan kembali ditahan. Sementara empat rekan saya sama sekali tidak ditahan,” ujar pria beranak lima ini.
Nakhoda KM Doa Suci ini pasrah denga proses hukum yang sedang dijalaninya. Ia berharap, keadilan bisa menghampiri dirinya serta rekan-rekannya sesama nelayan. “Kapal itu bukan punya kami, kami hanya kuli. Kami tidak tahu apa-apa,” ucap warga Desa Sidamukti, Kecamatan Sukaresmi ini.(arla/LLJ)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here