Rano dan Suyitno Tersandung Kasus Kapal Rp8,81 Miliar?

0
1085

Serang,fesbukbantennews.com (6/8/2015) – Pengadaan 6 unit kapal 30 GT dan alat tangkap kepada 6 kelompok usaha bersama (KUB) yang dilakukan oleh Dinas Keluatan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten tahun 2014 senilai Rp 8.814.630.000 dinyatakan tidak memenuhi ketentuan. Plt Gubernur Banten Rano Karno kurang cermat dalam melakukan tugasnya dalam hal membentuk tim teknis provinsi untuk kegiatan dimaksud. Akibatnya, pembuatan kapal tersebut dilakukan tanpa petunjuk teknis. Selain itu, tahun 2014 tidak ada konsultan perencana yang bertugas membuat perencanaan atas pekerjaan dimaksud.

Rano diwawancarai wartawan usai resmi dihentikan dari Wakil Gubernur Banten.(LLJ)
Rano diwawancarai wartawan usai resmi dihentikan dari Wakil Gubernur Banten.(LLJ)

Pernyataan itu tertuang dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK RI atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan terhadap laporan keuangan Pemprov Banten tahun 2014. Dokumen tertanggal 25 Mei 2015 itu dicap dan ditandatangani oleh Penanggungjawab Pemeriksaan BPK Perwakilan Provinsi Banten.
Dalam dokumen tersebut juga disimpulkan, Kepala DKP Banten Suyitno, yang kini menjadi Penjabat Walikota Cilegon, lalai karena tidak menunjuk konsultan perencana, terlambat menetapkan tim verifikasi calon penerima hibah kapal, serta tetap melakukan pembayaran walaupun pekerjaan belum selesai. Hasil investigasi BPK ke lapangan, diketahui bahwa 4 unit kapal sudah diturunkan ke atas air, 1 kapal masih dalam proses pemindahan ke atas air, dan 1 kapal masih belum selesai pengerjaan fisiknya.
Masih merujuk pada dokumen BPK, bukan saja proses pembuatan kapal yang melabrak aturan, penentuan KUB penerima hibah kapal juga tidak sesuai ketentuan. Lima dari 6 KUB penerima kapal pendiriannya baru dilakukan tahun 2014, atau berbarengan dengan waktu pendistribusian bantuan. Kelilma KUB dimaksud masing-masing 3 berada di Kabupaten Pandeglang, 1 di Kabupaten Tangerang, dan 1 lagi di Kota Tangerang.

BPK juga menyatakan, penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS) pada pengerjaan kapal tersebut tidak mempunyai dasar yang jelas. Berikutnya, pemenang lelang pembuatan kapal yaitu PT KM tidak melengkapi beberapa dokumen yang dipersyaratkan dalam proses pelelangan. Denda keterlambatan Rp 440.731.500 dari pengusaha kepada pemerintah belum dipungut. Dan terakhir yang menjadi temuan BPK adalah beberapa item pekerjaan dalam pembuatan kapal belum dipenuhi senilai Rp 486.695.000.

Menyikapi temuan dimaksud, penggiat Komite Gerakan Kawal (Tegak) Demokrasi Samsul Bahri menegaskan, LHP BPK dimaksud sudah cukup menjadi bukti awal aparat penegak hukum menyelidiki apakah terdapat unsur tindak pidana korupsi atau tidak dalam pengadaan kapal tersebut. “Jika dibaca temuannya, kesalahan ini begitu sangat sistematis, dimulai pada tahap perencanaan. Rano pada tahap awal tidak membuat tim teknis. Jadi dia lalai yang menyebabkan pekerjaan tidak sesuai ketentuan hukum,” kata Samsul, kepada pers, Kamis 30 Juli 2015, di Kota Serang.

Samsul menganjurkan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan menyikapi temuan ini. “Kejagung saat ini sedang menangani kasus pengadaan kapal di DKP Banten tahun anggaran 2011 senilai Rp 12 miliar. Tersangkanya bahkan sudah ada, 3 orang. Dua pejabat DKP Banten saat itu, dan satu pengusaha. Tapi hingga kini tak kunjung usai. Jadi untuk temuan yang 2014 ini ada baiknya KPK yang langsung mengolah, terlebih di peristiwa ini ada dugaan keterlibatan Rano Karno,” Samsul menegaskan. (gies/LLJ)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here