PENA Masyarakat : Sampah dan Limbah Bebas Berkeliaran di Banten

0
214

Serang, fesbukbantennews.com (16/4/2021) – Sejumlah massa yang tergabung dalam PENA Masyarakat menggelar aksi di depan kampus UIN Banten ,Ciceri, Kota Serang, Jumat (16/4/2021). Dalam aksinya mereka menyikapi masih bebasnya sampah dan limbah berkeliaran di Provinsi Banten tanpa kejelasan penanganan.

Aksi PENA Masyarakat di depan Kampus UIN Banten ,Jumat (16/4/2021).

Kordinator aksi , Aeng, mengatakan persoalan sampah di Indonesia belum selesai, bahkan makin komplek dengan makin meningkat, dimana dampak yang ditimbulkan akan memperparah permasalahan lingkungan hidup. Dengan makin bertambahnya jumlah penduduk dan makin meningkatnya pembangunan infrastruktur, maka timbunan sampah akan terus bertambah bukannya berkurang. Kementrian lingkungan Hidup mencatat pada tahun 2019 sampah di Indonesia sudah mencapai 64 juta Ton.

Dimana penyumbang hampir 30% jenis sampah plastik jadi penyumbang terbesar, karena jenis sampah tersebut membutuhkan waktu hampir 450 tahun agar bisa terurai kembali.

“Jika dibiarkan maka volume ini makin bertambah tiap tahunnya, dengan jumlah penduduk yang hampir 12 juta orang, masih mampukah Banten untuk mengendalikan sampahnya??
Dengan banyaknya Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) yang ada di provinsi Banten, masih banyak sampah yang tidak diurus dengan baik, karena adanya penumpukan sampah dibeberapa titik,”kata Aeng.

Hal ini,lanjut Aeng, tentu dapat menyebabkan masalah baru. Belum lagi masih banyak pula yang melakukan pembuangan sampah disembarang tempat, termasuk ke kawasan terbuka. Jika terus dibiarkan akibat yang ditimbulkan adalah terjadinya pencemaran air, dan tercemarnya udara disekitar.

“Dalam permasalahan sampah, bukan solusi untuk memperluas lahan area TPSA dan juga membakar sampah menjadi energy alternative. Karena dengan begitu pemerintah provinsi Banten sedang melakukan pembiayaran terhadap sampah itu sendiri karena jumlahya akan sama dan mungkin akan terus bertambah, jika tidak ada pengurangan volume sampah,”jelas Aeng.

Yang baru-baru ini terjadi dimana limbah Fly Ash Botom Ash (FABA) yang dikeluarkan oleh Presiden melalui Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Dimana limbah FABA ,tegas Aeng, dari hasil pembakaran batu bara di PTLU sudah dikeluarkan dari limbah berbahaya dan beracun B3, padahal dalam sejatinya limbah tersebut sangat berbahaya. Jika FABA dalam jumlah besar dan tidak dikelola dengan baik akan dapat menyebar di lingkungan luas, masuk ke dalam air, udara, dan atau tanah sehingga berbahaya.

“Salah satu penyakit akibat FABA adalah gangguan pada sistem pernapasan dan juga memiliki kandungan toxic atau racun berbahaya di dalamnya. Ditambah Menteri (Kepmen) Nomor 66.K/HK.02/MEM.B/2021 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 255.K/30/MEM/2020 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batubara Dalam Negeri Tahun 2021, pemerintah menetapkan adanya tambahan jumlah produksi batu bara untuk meningkatkan target produksi batu bara tahun ini dari 550 juta ton menjadi 625 juta ton,” ujarnya .

Aeng menegaskan, masyarakat hari ini khususnya diwilayah Banten terus diberikan Sampah dan Limbah BERBAHAYA yang beracun dan berbahaya. Dimana Hak dasar KITA (manusia) sudah diatur dalam The Universal Declaration of Human Rights pada tanggal 10 Desember 1948. Dijelaskan dalam pasal 25 yang menyebutkan bahwa.

“Setiap manusia berhak atas tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya atau keluarganya, termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan, perawatan kesehatan, pelayanan sosial yang diperlukan, dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, menyandang disabilitas, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkannya kekurangan nafkah dalam keadaan yang berada di luar kendalinya”, terkait hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia. Selain itu, di Indonesia sudah diamanatkan melalui UUD 1945 pasal 28H ayat 1, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No 39 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 4 dan 6,”jelasnya.

Berdasarkan hal tersebut,tukas Aeng, hak atas kesehatan dinilai sebagai dasar dalam penerapan HAM dan juga sebagai tindakan Preventif untuk pengendalian social agar tidak terjadi Bencana Non Alam yang lebih besar. Ketika seseorang tidak mendapatkan haknya untuk sehat maka seseorang tersebut akan sakit yang menyebabkan aktivitasnya terhambat.

“Pemerintah Daerah hari ini jangan hanya mempermasalahkan armada yang kurang, serta tidak adanya fasilitas penunjang untuk mengantisipasi permasalahan sampah. Pemerintah bisa memberikan edukasi dan pemahaman untuk menanggulangi permasalahan sampah itu sendiri, dengan sosialisasi serta mebuat kebijakan dan mengingatkan industry untuk tidak lagi menggunakan yang berbahan dasar plastik atau sejenisnya. Serta penekanan terhadap industry yang masih menggunakan bahan bakar Fosil (Batu Bara) agar penangan limbah FABA tidak asal-asalan. Dan juga MENDESAK kepada Presiden JOKOWI untuk mengembalikan FABA hasil pembakaran batu bara untuk dikembalikan kepada jenis Limbah Bahan Beracun Berbahaya B3,” katanya.(LLJ).