Kasus Korupsi Internet Desa Rp3,5 Miliar di Banten Mulai Disidangkan

0
740

Serang,fesbukbantennews.com (26/3/2021) – Kasus kegiatan swakelola penyelenggaraan workshop peningkatan kapasitas desa dalam pemberdayaan informasi dan komunikasi atau internet Desa Tahun Anggaran 2016 senilai Rp3,5 miliar pada Dinas Perhubungan dan Komunikasi (Kadishubkominfo) Provinsi Banten mulai disidangkan di Pengadilan Tipikor PN Serang,Kamis (25/3/2021).

ilustrasi .

Empat orang terdakwa dalam kasus tersebut yakni Mantan Kadishubkominfo Provinsi Banten, Revri Aroes, Direktur Laboratorium Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Deden Muhammad Haris, pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) proyek Haliludin dan Direktur CV Sarana Duta Indah (SDI) Muhammad Kholid.

Dalam sidang yang digelar secara online yang dipimpin hakim Emy Tjahjani Widiastoeti dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Febrianda Ryendra sementara penassehat hukum terdakwa M Yusuf, terungkap kegiatan swakelola penyelenggaraan workshop peningkatan kapasitas desa dalam pemberdayaan informasi dan komunikasi atau internet Desa dibuat fiktif, dan tak sesuai standar satuan harga (SSH).

Dalam dakwaan yang dibacakan, JPU mengatakan pada tahun 2016 Dishubkominfo melaksanakan kegiatan swakelola penyelenggaraan workshop peningkatan kapasitas desa dalam pemberdayaan informasi dan komunikasi atau internet Desa Tahun Anggaran 2016 dengan pagu anggaran Rp3,5 miliar.

“Kegiatan dilaksanakan dengan metode swakelola, dengan target 1000 peserta aparat desa dari empat kabupaten se Provinsi Banten yaitu Kabupaten Tangerang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Serang,” kata JPU.

Febrianda menambahkan penyusunan anggaran kegiatan dilakukan pada akhir tahun 2015, dimana Kadishubkominfo Provinsi Banten Revri Aroes memerintahkan Haliludin selaku Kepala Seksi Telekomunikasi dan Telematika untuk membuat RKA, KAK, jadwal kegiatan, anggaran KAS serta RAB kegiatan tersebut.

“Selanjutnya usulan anggaran itu disetujui Revri Aroes, kemudian diajukan untuk rencana anggaran kegiatan dalam TAPD hingga disetujui dan dituangkan dalam DPA Dishubkominfo dengan anggara Rp3,5 juta perpeserta,” tambahnya.

Febrianda menjelaskan setelah dilakukan pencarian anggaran kegiatan pada 17 Februari 2016, kegiatan tersebut digelar pada tanggal 19 hingga 21 Februari 2016 yang dilaksanakan oleh Direktur CV SDI Muhammad Kholid dengan jumlah peserta 1000 orang aparat desa.

“Dalam kegiatan itu Kholid membuat laporan pertanggungjawaban. Jika berdasarkan satuan standar harga (SSH) Provinsi Banten yang berlaku dalam pelaksanaan anggaran dan pendapatan belanja daerah tahun 2016 terdapat kelebihan pembayaran,” jelasnya.

Secara rinci, Febrianda menguraikan kelebihan pembayaran honor sambutan Revri Aroes Rp15 juta melebihi SSH, dan terdapat kelebihan pembayaran Rp5,5 juta. Pembayaran honor narasumber Sholeh Hidayat (Rektor Untirta) terdapat kelebihan pembayaran Rp117 juta. Pembayaran honor penelaah materi bimtek Ayuning Budiyati Rp168 juta, terdapat kelebihan pembayaran Rp132 juta.

Kemudian, pembayaran honor panitia kegiatan Sholeh Hidayat dan kawan-kawan Rp268 juta, kelebihan pembayaran Rp233 juta. Pembayaran honor moderator Tasrifiansyah Rp144 juta, kelebihan pembayaran Rp108 juta. Pembayaran honor pembawa acara , pembaca doa dan dirjen lagu Indonesia Raya Rp8,5 juta, kelebihan pembayaran Rp7,6 juta.

Selain kelebihan pembayaran diatas, ada beberapa item lainnya yang juga kelebihan pembayaran diantaranya belanja tas, kaos, spanduk, ballpoint, pulpen, stabilo, pembuatan sertifikat, buku agenda, cinderamata, HT, laptop, penggandaan CD, sewa hotel, mobil, dan lainnya.

“Kemudian masih terdapat sisa anggaran LPJ kegiatan yang belum dikembalikan ke kas daerah Rp54 juta, karena dalam realisasi anggaran kegiatan dalam laporan keuangan Rp3,4 miliar, dan pembayaran pengadaan materai sebanyak 1000 buah Rp6,5 juta padahal materai itu dibawa peserta. Jadi yang harus dikembalikan yaitu Rp60 juta,” jelasnya.

Selain tak sesuai SSH, Febrianda menambahkan terdapat fakta dalam kegiatan itu nilai penerimaan narasumber, moderator, panitia kegiatan dan pengadaan barang fiktif atau tatau tidak sesuai dengan LPJ kegiatan tersebut.

“Fiktif penerimaan uang narasumber Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat sebesar Rp5 juta, fiktif penerimaan uang narasumber Prof. Dr. Ir Katrina Rp5 juta, fiktif penerimaan uang Rp28 juta kepada Ayuning Budiarti selaku penelaah, fiktik penerimaan uang Rp28 juta kepada Seandy Ginanjar selaku penelaah,” tambahnya seraya menyebutkan LPJ fiktif pembayaran narasumber.

Febrianda menegaskan akibat perbuatan Haliludin selaku PPTK telah menyebabkan memperkaya terdakwa Kholid Rp442 juta, terdakwa Revri Aroes Rp420 juta dan terdakwa Deden Rp245 juta.

“Perbuatan terdakwa Haliludin bersama-sama Revri Aroes, Deden, dan Kholid menyebabkan kerugian negara Rp1,1 miliar,” tegasnya.

Sementara itu, kuasa hukum Haliludin, M Yusuf mengatakan kliennya hanya menjadi korban keputusan pimpinan. Dalam kasus ini tidak ada sepeser uang yang mengalir kepada Haliludin.

“Dakwaan yang dibacakan JPU, Haliludin merupakan korban dari sistem anggaran Provinsi Banten. PPTK hanya dikorbankan, tidak tau menau, itu dipaksakan pengguna anggaran (Revri Aroes),” katanya.

Dilain tempat, kuasa hukum Khalid, Bilhuda meminta JPU untuk bisa membuktikan secara rinci uang Rp442 juta yang dibebankan terhadap kliennya tersebut, dan dua terdakwa lainnya.

Ini menjadi asumsi Jaksa kerugian Rp1,3 miliar. Dari mana pembuktian mereka menikmati itu,”katanya.(dhel/LLJ)