Pembatasan Wartawan Peliput Pelantikan anggota DPRD Cilegon Menuai Kecaman

0
264

Cilegon, fesbukbantennews.com (5/9/2019) – Saat pengambilan sumpah anggota DPRD Cilegon 2019-2024 terpilih pada Rabu (4/9/2029), sejumlah wartawan tidak bisa mengakses masuk kedalam gedung karena tidak memiliki id card khusus peliputan dari panitia menuai kecaman.Bahkan menuntut pihak yang bertanggungjawab, seperti Sekretaris DPRD Kota Cilegon, Didi Sukriadi dan Kabagops Polres Cilegon, Kompol Sujatna dicopot dari jabatannya.

Suana ketatnya gerbang masuk kantor DPRD Cilegon pada saat Pelantikan , Kamis (6/9/2019).

Wartawan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) dan Forum Komunikasi Wartawan Cilegon (FKWC) Kota Cilegon, Jumat (6/9/2019) besok akan melakukan aksi di depan Markas Kepolisian Resort Cilegon (Mapolres) dan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Cilegon.

Ketua IJTI Kota Cilegon, Adim Muchtadin menjelaskan, adanya pembatasan tersebut melanggar Pasal 18 Ayat 1 UU Nomor 40/1999 tentang Pers, dimana setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja pers, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda sebanyak Rp 500 juta.

“wartawan tidak dianggap dihalangi melakukan peliputan dan pengambilan informasi soal pengambilan sumpah jabatan itu pelanggaran UU, ” kata Adim.

Atas dasar itu, tegas Adim, pihaknya akan menyampaikan aspirasi di depan Mapolres dan kantor DPRD Cilegon.

” kami meminta 3 hal, pertama Kapolres Cilegon, AKBP Rizki Agung Prakoso dan Ketua DPRD Kota Cilegon, Endang untuk meminta maaf secara langsung kepada wartawan. Kedua meminta agar sejumlah pihak yang bertanggungjawab, seperti Sekretaris DPRD Kota Cilegon, Didi Sukriadi dan Kabagops Polres Cilegon, Kompol Sujatna dicopot dari jabatannya. Karena bertanggung jawab dengan semua proses pengambilan sumpah dan pengamanan. Ketiga kejadian pembatasan peliputan tidak boleh lagi terjadi kalangan pemerintahan Kota Cilegon dan institusi lainnya,” kata Adim.

Adanya Id Card yang distempel pihak kepolisan baik untuk tamu dan panitia, sambung Adim menjadi bukti jika kepolisan dan dewan bertanggungjawab atas pelarangan liputan tersebut.

“dengan pembatasan peliputan sama halnya mengkebiri demokrasi kebebasan pers. Ini bukan lagi jaman orde baru. Ditambah paripurna itu juga terbuka untuk umum, siapa saja bisa masuk,” tukasnya .(sap/LLJ).