Dugaan Penyimpangan Budidaya Jagung Rp 68,7 Miliar, Polda Banten Masih Tunggu Audit BPK

0
266

Serang, fesbukbantennews.com (17/12/2018) – Terkait laporan adanya dugaan penyimpangan proyek penerapan budidaya jagung di Dinas Pertanian (Distan) Provinsi Banten, Polda Banten masih menunggu laporan hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Ilustrasi.(net)

“Saat ini, Ditkrimsus Polda Banten, masih menunggu laporan hasil audit investigasi dari BPK. Untuk menjadi bahan penyidik mengetahui lebih lanjut unsur unsur yang akan dilibatkan atau dugaan-dugaan yang telah disampaikan,” kata Kepala Bidang  Humas Polda Banten Ajun Komisaris Besar Polisi Edy Sumardi Priadinata, saat ditemui di ruang kerjanya, Jum’at (14/2018).

Masalah ini dalam proses penyelidikan, terang Edi, untuk dimintai keterangan dari saksi saksi yang mendengar, melihat dan mengalami kejadian tersebut untuk melihat apakah kasus ini ada tindak pidana nya atau tidak.

“Sampai saat ini telah ada empat orang yang dimintai keterangan dari berbagai pihak yang diduga ikut dilampirkan dan mengetahui. Terkait dugaan lapiran itu, tentunya nanti kita akan analisa kembali perannya masing-masingnya,” jelasnya.

Untuk kerugian negaranya, lanjut Edi, pihaknya juga  belum tau pasti, karena masih tahap penyelidikan dan pemeriksaan.”Kita masih nunggu audit dari BPK.

Sebagai pelayan masyarakat tentunya kita menindak lanjuti laporan ini, dan menganalisa apakah betul dugaan yang disampaikan itu merugikan keuangan negara. Kita akan lihat nanti setelah kasus ini naik ke tingkat penyidikan dan kita belum bisa mengatakan, karna hasil audit (BPK-red) belum kita terima. Insya Alloh nanti kalau hasil audit itu kita terima, nanti kita sampaikan,” terangnya.

Lanjut Edi, belum bisa menyimpulkan laporan yang di adukan itu, karena kasus ini baru seminggu kita terima dan proses masih berkelanjutkan, karena pihaknya megambil laporan itu dari bawah terus ke atas, terkait hal hal yang di mungkinkan akan mengetahui suatu kejadian.

“Terkait bila mana nanti akan ada pihak lain yang terlibat dalam masalah ini, polisi berhak untuk memanggil siapapun yang terkait masalah ini. Karena ini sifatnya laporan, tentu kita tidak bisa menduga duga tapi kita akan lakukan pemanggilan siapapun yang turut ataupun mengetahui terkait laporan dugaan penyimpangan proyek penerapan budidaya jagung di Dinas Pertanian (Distan) Provinsi Banten tersebut,” pungkasnya.

Mengemukanya kasus dugaan korupsi budi daya jagung senilai Rp 68,7 miliar di Dinas Pertanian (Distan) Provinsi Banten, membuat publik kembali terperangah. Kordinator Barisan Rakyat Anti Korupsi (Barak), Danil’s menyatakan bahwa dugaan korupsi ini wajib diusut tuntas hingga ke Kementrian Pertanian dan bukan hanya pada Dintan Provinsi Banten saja.

Bagaimana tidak, Dugaan korupsi ini kembali membuka mata publik, bahwa Rakyat Tani masih “dijajah” ala kolonial dijaman modern. Disaat Rakyat Tani bangsa lain tengah menikmati buah pengabdiannya mempertahankan kedaulatan pangan, saat bersamaan Rakyat Tani NKRI masih berkutat seputar lahan, Bibit, pupuk, dan anggaran yang dikorupsi.

Aparat hukum dari Polda dan Kejati Banten kini tengah fokus mengungkap kasus dugaan korupsi budi daya Jagung di Distan Banten. Semula, anggaran yang bersumber dari APBN TA 2017 tersebut diperuntukan bagi pengembangan budi daya jagung diatas lahan seluas 187.000 Ha. Namun dalam perjalanan, aparat hukum mencium aroma korupsi, karena luas lahan yang diduga kuat tidak selaras data dan fakta.

Kasus ini, mestinya menjadi titik awal bagi aparat hukum untuk “membabat” habis “mafia” yang selama ini membuat Rakyat Tani seperti terjajah dinegerinya sendiri. Langkah perlindungan terhadap hak-hak dasar Rakyat Tani lokal bisa dilakukan oleh aparat Kepolisian Daerah dan Kejaksaan Tinggi, yakni dengan membentuk tim bersama dengan Bareskrim Mabes Polri dan Jampidsus Kejagung.

Lalu apa alasannya Polda dan Kejati perlu membentuk tim bersama dengan Bareskrim dan Jampidsus…?

Benar sekali,kasus yang mengemuka di Provinsi Banten ini bisa menjadi pintu masuk untuk membongkar habis sistem penganggaran di Kementerian Pertanian (Kementan). Sangat perlu untuk ditelusuri, apakah korupsi seperti ini hanya terjadi pada tingkat pelaksanaan, atau jangan-jangan terjadi sejak penentuan alokasi anggaran…???

Penelusuran lebih jauh hingga sistem penganggaran di Kementan sangat perlu dilakukan, mengingat kasus dugaan korupsi ini bermula dari adanya dugaan ketidakselarasan antara data dan fakta tentang luasan lahan. Tidak hanya sebatas korupsi anggaran, tapi lebih jauh lagi kasus ini mengisaratkan, begitu “buruknya” sistem pendataan luasan lahan pertanian di Kementan. Sebab selama ini, debat soal surplus dan tidaknya produksi pertanian dalam negeri, salah satunya ditentukan dari luasan lahan pertanian.

Pertanyaan mendasarnya adalah, apakah Kementan memiliki data yang akurat tentang luasan lahan pertanian yang bisa dijadikan untuk budi daya pertanian jagung di Banten…???

Sepengetahuan publik, tidak ada lahan pertanian yang seluas itu di Prov Banten. Kota Cilegon adalah kawasan industri. Sementara lahan di Kota Serang hampir habis dengan menjamurnya perumahan-perumahan. Kabupaten Serang pun kawasan industri. Kota Tangsel adalah kawasan metropolitan yang didominasi oleh perumahan-perumahan mewah. Begitu pula Kota Tangerang. Kemudian Kabupaten Tangerang sendiri adalah kawasan industri yang sebagian besar lahannya habis oleh pertumbuhan perumahan dan permukiman. Sehingga lahan pertanian yang tersisa agak luas hanyalah di Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang. Itupun sangat diragukan jika dalam data tertuang lahan sampai seluas itu, sebab lahan yang cukup luas di dua Kabupaten tersebut dalam penguasaan PTPN maupun hutan lindung.

Dalam kasus ini, aparat hukum perlu lebih jeli, agar tidak hanya berakhir sebatas PPK, Kasie, Kabid, dan Kadis saja, tapi perlu mengungkap hingga sistem penganggaran, apakah ada niat untuk melakukan korupsi sejak program direncanakan dan alokasi anggaran ditetapkan. Sebab, kalau saja aparat hukum dapat membuktikan adanya niat melakukan korupsi dalam sistem penganggaran, maka bukan tidak mungkin korupsi yang sama juga terjadi di daerah lain.

Tidak hanya itu, aliran dana yang diduga di korupsi pun harus ditelusuri dari hilir ke hulu. Dana itu mengalir kemana saja…? Apakah ada  yang mengalir ke oknum pejabat daerah, oknum pejabat Kementan…? Atau Inspektorat Kementan sekalipun…?

Yang tidak kalah penting dalam pengungkapan kasus ini, aparat hukum pun perlu menyita dokumen laporan hasil pemeriksaan Inspektorat. Sebab jika saja dalam laporan hasil pemeriksaan Inspektorat tidak menyebutkan adanya dugaan korupsi seperti yang diungkap aparat hukum, maka Inspektorat pun menjadi bagian dari yang harus diusut tuntas. (Gun/LLJ).