Direktur RSUD Cilegon Lakukan Pembiaran Korupsi Rp 1,07 Miliar ?

0
611

Serang,fesbukbantennews.com (9/6/2015) – Dalam sidang lanjutan perkara korupsi rekening telepon, listrik, dan air di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cilegon senilai Rp 1 miliar tahun 2012-2013 di pengadilan tipikor PN Serang, Senin (8/6/2015) terungkap, pengawasan keuangan di RSUD Cilegon lemah. Bahkan diduga ada pembiaran tindak pidana korupsi oleh direktur RS tersebut.

Direktur RSUD Cilegon Jadi saksi korupsi Rp1,07 miliar di PN Serang.(LLJ)
Direktur RSUD Cilegon Jadi saksi korupsi Rp1,07 miliar di PN Serang.(LLJ)

“Ini pengawasannya memang lemah, Saudara sengaja melakukan pembiaran, atau terdakwa (Mantan Staf Tata Usaha dan Humas RSUD Cilegon, Inge Mai Yuar Sili) terlalu pintar sampai tiga tahun (korupsi) baru ketahuan,” kata Hakim Doni saat mendengarkan kesaksian Direktur RSUD Cilegon Zainoel Arifin .
Dalam sidang yang dipimpin hakim Bambang dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ridwan Gaos, Zainoel Arifin mengakui bahwa tidak ada pengawasan internal yang melekat di tempatnya bekerja selama tiga tahun antara 2011-2013. Ia mengakui bahwa berlangsungnya tindak pidana dugaan korupsi pembayaran listrik, air dan telepon Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cilegon tahun 2011-2013 itu baru ia ketahui belakangan setelah pihak penyidik memperkarakan kasus pembayaran yang telah merugikan keuangan negara sebesar Rp1,077 miiar lebih.

“Pemeriksa internal saat itu belum ada. Satuan pengawasan internal (SPI) baru ada tahun 2014. Ini karena persoalan SDM,” terang Zainoel.

Zainoel mengakui bahwa pengawasan di RSUD Cilegon selama rentang 2011-2013 dilakukan melalui peran inspektorat. “Untuk SPI belum ada orang. Makanya pengawasan dilakukan oleh inspektorat sebagai lembaga di luar (eksternal) RSUD,” terangnya.

Untuk pengawasan internal dari RSUD Cilegon sendiri, diakui Zainoel, hanya mengandalkan rapat evaluasi internal direksi RSUD Cilegon yang dilakukan per bulan dan dilaporkan kepada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Daerah (DPPKD) dan tembusan ke Walikota Cilegon.

“Kalau ada verifikasi dari Kabag Keuangan (Udi Safrudin) mengapa sampai tiga tahun lolos terus. Kalau kurang orang kenapa tidak minta tambahan orang. Apa pelaku ini tunggal atau ada konspirasi, kalau sampai tiga tahun terus berjalan. Apa memang sengaja ada pembiaran,” ujar majlis hakim Tipikor PN Serang dalam persidangan.

Menanggapi hal ini, Zainoel bersikeras bahwa evaluasi dan verifikasi Kabag Keuangan sudah berjalan dan selalu menjadi dasar dirinya untuk menandatangani setiap berkas pembayaran. “Tapi tanda tangan direktur rumah sakit itu bisa dibatalkan oleh masukkan dari Bandahara Bagian Pengeluaran, kalau ada kejanggalan dengan cara memberikan masukan kepada direktur,” terang Zainoel.

Majlis hakim yang mendengar jawaban Zainoel kemudian mengingatkan bahwa pada keterangan saksi Bendahara Pengeluaran RSUD Cilegon, Hendrawati tidak bisa berbuat banyak ketika dirinya menerima surat perintah pembayaran (SPP) ditemukan kenjanggalan dalam pembayaran listrik, telpon dan PDAM di RSUD Cilegon ketika pelunasan tagihan sudah ditandatangani oleh Direktur RSUD Cilego Zainoel Arifin. “Saya hanya diberi tugas untuk membayar saja, hanya sebagai kasir saja,” ungkapnya.

Ketika ditanyakan apakah Zainoel pernah sekali saja dalam rentang 2011-2013, menanyakan tagihan telpon, listrik dan air di RSUD Cilegon kepada pihak ketiga, yag bersangkutan mengakui tidak pernah menanyakan hal tersebut. “Seberapa sulit Saudara mengkonfirmasi tagihan riil. Kan cukup dengan menyebutkan ID pelanggan langsung bisa diketahui,” ujar majlis hakim yang dipimpin oleh Bambang.

“Kalau saya sebagai direktur tidak (melakukan) pengawasan sampai situ,” jawab Zainoel singkat.

Meski demikian, seperti dijelaskan Zainoel, baru pada Desember 2013 pihak inspektorat menemukan kerugian negara melalui laporan hasil pemeriksaan (LHP) RSUD Cilegon dengan besaran kurang lebih Rp900 juta. “Saat itu terdakwa (Inge) pernah mengganti Rp50 juta,” pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, Staf Sub Bagian Tata Usaha (TU) dan Humas RSUD Cilegon Inge Mai Yuar Savitri selalu mendatangi Bendahara Pengeluaran RSUD Cilegon Hendrawati untuk meminta bayaran tagihan listrik, telpon dan air di tempatnya bekerja. Padahal Inge sendiri tidak pernah melangkapi berkas tagihan dari pihak ketiga (PLN, PDAM, Telkom) dengan invoice atau faktur tagihan.

Anehnya, Bendahara Pengeluaran RSUD Cilegon tersebut selalui memberikan uang sejumlah tagihan yang disodorkan oleh Inge. “Itulah kenapa saudara bisa memberikan uang tanpa saudara sendiri menerima bukti invoice (faktur) tagihan dari pihak ketiga. Padahal secara mekanisme pengeluaran saudara sendiri menyebutkan bahwa harus ada invoice sebelum uang dikeluarkan untuk pembayaran untuk pihak ketiga,” cecar JPU Kejadi Cilegon Ridwan Gaos dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor PN Serang, Rabu (3/6/2015) pekan lalu.(LLJ)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here