Dampingi Anak Berhadapan dengan Hukum, LPA Banten Adakan Dialog Publik

0
223

Serang,fesbukbantennews.com (29.7/2019) – Kasus kekerasan seksual terhadap anak masih menjadi fenomena yang memprihatinkan di Provinsi Banten dan menjadi sorotan di semester pertama tahun 2019 ini. Dari berbagai kasus kekerasan yang terjadi, para pelakunya adalah oleh orang terdekat di lingkungan korban.

Dialog Publik Hari Anak Nasional Tingkat Provinsi Banten.

Hal tersebut menjadi latar belakang, dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional (HAN), LPA Provinsi Banten bekerjasama dengan Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI) Banten mengadakan Dialog Publik Hari Anak Nasional Tingkat Provinsi Banten. Senin (29/7/2019).

Kegiatan yang bertemakan “Problematika Anak Berhadapan Dengan Hukum (Antara Harapan dan Realita)” turut dimotori oleh berbagai organisasi pegiat anak, diantaranya Pergerakan Relawan Mahasiswa Cinta Anak (PERMATA) Banten, Pusat Informasi Konseling Remaja (PIK-R) Untirta, Forum Anak Kabupaten Serang (FAKS), dan Forum Mahasiswa Peduli Anak Provinsi Banten.

Miftahudin sebagai ketua pelaksana, dalam laporannya, menjelaskan bahwa Permahi sebagai organ yang aktif di kampus dalam kajian-kajian hukum berharap agenda dialog publik ini mampu menjadi pemantik dan pembuka wawasan masyarakat khususnya mahasiswa dalam melihat berbagai kasus yang dialami anak-anak di Banten.

Hendry Gunawan mewakili LPA Provinsi Banten sebagai sekretaris dalam sambutannya, mengucapkan terimakasih kepada Permahi yang mampu menjadi penggerak dalam salah satu rangkaian kegiatan HAN 2019, yaitu dialog publik yang bisa kita ikuti hari ini. Gunawan juga menambahkan bahwa masa depan anak adalah bagian dari masa depan kita yang paling penting. Oleh sebab itu, peran pemerintah, masyarakat, dan terutama orang tua menjadi sangat penting bekerja sama dalam melindungi hak anak.

Dalam sambutannya sekaligus membuka acara, Erminiwati, Kabid PPA DP3AKKB, menjelaskan bahwa Pemerintah Provinsi Banten harus berbangga karena delapan kabupaten kota yang ada sudah mendapatkan penghargaan KLA (Kabupaten Kota Layak Anak). Selain itu, kita juga patut berbangga karena Provinsi Banten menjadi empat besar se-Indonesia sebagai pelopor provinsi layak anak.

Uut Lutfi, Ketua LPA Provinsi Banten yang juga menjadi pembicara dalam dialog publik, menjelaskan bahwa ada sebanyak 38 kasus yang diterima di semester pertama (Januari-Juni) 2019 ini. Dari 38 kasus tersebut ada 22 kasus yang masuk didominasi kasus kekerasan seksual. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, penanganan kasus di tahun ini cukup mengkhawatirkan karena para pelaku adalah orang-orang terdekat korban. Oleh karena itu, kita memerlukan adanya LPKSA (Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial Anak) atau Pusat Terpadu Rehabilitasi Anak dengan tujuan para korban maupun pelaku dari kalangan anak-anak bisa ditangani tanpa harus digabungkan dengan narapidana dewasa atau dalam bentuk LPAS (Lembaga Penempatan Anak Sementara) yang merupakan amanat dari Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).

Pembicara Kedua Alyth Prakarsa, Dosen Pidana Untirta Banten menjelaskan tentang Konsep Restorative justice yang ditawarkan oleh Sistem Peradilan Pidana Anak. Hal tersebut sebenarnya sudah diterapkan dalam bantuk penyelesaian masalah sosial di Indonesia, yaitu yang lebih kita kenal dengan istilah musyawarah.

Pembicara Ketiga Esti Surohmi Kanit UPPA Polda Banten, mengharapkan setiap orang yang melihat adanya kekerasan yang terjadi pada anak bisa segera menghubungi atau melaporkan masalah tersebut ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak yang ada di Polres di masing-masing kabupaten-kota.

Dalam sesi tanya jawab, Alyth Prakarsa menjawab pertanyaan Rahel dari Forum Anak Kota Serang (Fakotas) tentang perundungan anak. Anak-anak yang dibesarkan oleh keluarga broken home kemungkinan besar akan melakukakan kekerasan di masa depannya nanti. Orang tua yang biasa berkelahi di depan anak-anaknya berdampak pada mental anak-anaknya saat dewasa nanti, yaitu menganggap bahwa berkelahi dengan keluarga itu biasa, menampar istri itu biasa dan dampaknya bisa menjadi depresi dan tahap akhirnya bisa bunuh diri. Secara kriminologi dalam level tertentu, bunuh diri dilakukan untuk tujuan yang dianggap sebagai jalan penyelesaian masalah, seperti orang tua tidak akan dibebani lagi secara ekonomi dan beberapa hal-hal lainnya setelah mereka melakukan bunuh diri.

Yaqob yang mewakili Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) Kota Serang berharap adanya sosialisasi di sekolah-sekolah dan perkampungan-perkampungan terkait bagaimana melindungi anak dan mendampingi kasus anak baik litigasi maupun non litigasi. Hal tersebut diamini oleh Uut Lutfi, berbagai program yang sudah digagas LPA Banten maupun Pemerintah provinsi Banten lewat PATBM sudah menyasar ke berbagai kabupaten kota di Banten bahkan higga ke tingkat pedesaan.(Heinz/LLJ)