Cibanten, Peradaban Yang Ditinggalkan

0
363

Serang,fesbukbantennews.com (3/6/2017)- Peradaban-peradaban besar lahir dari tepian sungai. Sebut saja Persia yang kuat dengan Sungai Eufrat dan Tigrisnya, Mesir Kuno dengan Sungai Nilnya, India Kuno dengan Sungai Gangganya, China dengan Sungai Huang Ho nya dan masih banyak lagi di Benua Europa dan Amerika. Begitupun di Indonesia, seperti Salakanagara, Kutai, Tarumanagara, Padjadjaran, Majapahit dan Sriwijaya. Juga Banten dengan Cibantennya. Sungai menjadi titik nadir kehidupan peradaban pada saat itu.

Sungai Cibanten.

Cibanten yang berhulu di sekitar Gunung Karang dan bermuara di Teluk Banten Laut Jawa, telah melahirkan Peradaban dengan masa keemasannya di jaman Kesultanan Banten abad 16. Jejak peradabannya masih bisa dilihat di wilayah Banten Girang terus mengalir sampai Banten Lama dan Karangantu. Selain situs, di tepiannya berdiri kampung-kampung tua seperti Kaujon, Kaloran, Kepandean, Kecantilan, Katulisan, Keganteran, Kasemen, Kenari dan Kasunyatan.

 

Dibanding dengan sungai-sungai yang ada di Banten seperti Ciujung, Cilemer, Cisadane, apalagi dengan sungai di luar Banten, Cibanten bukanlah sungai besar. Mungkin karena jaraknya yang terlalu pendek antara hulu dengan muaranya. Namun di sini uniknya Cibanten yang telah melahirkan Peradaban Banten. Tanahnya subur dan menjadi lumbung pangan bagi masyarakat di wilayah Kesultanan Banten. Selain itu, Cibanten juga digunakan sebagai jalur transportasi antar kampung. Juga tempat bermain dan mencari ikan.

 

Dulu, di tahun 80 an sampe 90, orang-orang masih senang bermain ‘kanyutan’, yaitu hanyut menggunakan ban dalam mobil. Biasanya dimulai dari Kaujon dan berakhir di Katulisan. Sepanjang jalur tersebut sering ditemui orang-orang yang sedang memancing, mandi dan mencuci. Kadang, ditemui juga orang yang mencari ikannya dengan cara menguras kobakan (kolam kecil sekitar 40cmx60cm yang terbentuk secara alami) yang ada di pinggir Cibanten.

 

Banyak cerita tentang Cibanten yang menjadi perhatian kami waktu bermain kanyutan. Ada cerita ular naga disekitar Banten Girang, batu kebo dan batu mangap di sekitar Kali Miskin sampai dengan cerita ular berkepala manusia yang merupakan makhluk jejadian akibat korban pesugihan.

 

Kini, Cibanten hanyalah kali yang sudah menyempit dan tempat pembuangan sampah , meskipun di sekitar jembatan Katulisan masih sering dijumpai anak-anak bermain dengan cara melompat dari jembatan ke Cibanten diwaktu musim hujan. Sekarang sudah tidak nyaman lagi buat bermain, mencari ikan, mandi dan mencuci karena sudah tercemar akibat beralihnya fungsi lahan di bantarannya.

 

Menjaga Cibanten, berarti melestarikan Peradaban Banten. Oleh karena itu, Cibanten harus direvitalisasi supaya peradabannya bisa dinikmati kembali untuk generasi yang akan datang.

 

Kota Serang , 2 Juni  2017.(LLJ)

 

Penulis : Muqodas (Akademi Bambu  Nusantara)