Boto Putih Surabaya , Makam Sultan Banten ke XVII Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin

0
4869

Serang, fesbukbantennews.com (13/11/2018) – Kanjeng Sultan Rtb. Hendra Bambang Wisanggeni beserta rombongan menyempatkan diri berziarah di makam kakek buyut Sultan Banten ke XVII Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin, Putera Mahkota Pangeran Timoer Soerjaatmadja dan makam Ibu Ratuayu Mintorosasih yang dimakamkan di komplek yang sama di Boto Putih Surabaya pada Senin 11 November 2018 yang lalu setelah kunjungan ke Pesantren Bahrul Ulum Pasebakan Agung Jember Jawa Timur.

Sultan Banten Rtb Bambang Wisanggeni (kedua Dari kiri) didampingi Patih Dalem Kesultanan Banten jiarah keMakam Sultan Banten ke XVII Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin.

Di dalam kompleks pekuburan tua di kawasan Jalan Pegirian Surabaya itu kita temukan banyak batu nisan pejuang Islam, bangsawan dan adipati salah satunya makam milik Kyai Ageng Brondong atau Pangeran Lanang Dangiran atau yang kemudian dikenal dengan sebutan Sunan Boto Putih karena memang pusara beliau berada di kawasan Boto Putih, Pegirian Surabaya.

Kompleks makam bersejarah ini terbagi menjadi 2 kelompok. Makam-makam yang ditempatkan di bagian depan dinamakan kanoman (anom = muda / generasi baru) yang merupakan anak-cucu keturunan Sunan Boto Putih. Sedangkan makam Sunan Boto Putih dan para leluhur lainnya masuk kelompok kesepuhan (sepuh = tua /generasi tua)

FAKTA SEJARAH

Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin adalah Sultan Banten berdaulat terakhir yang dibuang oleh Belanda ke Surabaya pada tahun 1832 dan wafat pada 3 Rajab 1318 Hijriyah atau 11 November 1899 yang merupakan sultan berdaulat terakhir pada masa Kesultanan Banten dari Trah garis lurus Sultan Maulana Hasanuddin dan Sunan Gunung Jati.

Sepanjang 1832-1945 Sultan Safiudin beserta keturunannya tidak diizinkan untuk datang ke Banten. Semua kekayaan Sultan Safiudin, termasuk mahkota dan permainan congklak yang terbuat dari mas dan zamrud, diambil Belanda. Sementara itu Sultan Safiudin juga masih harus membayar pajak atas perkebunan kelapa miliknya yang ada di Banten.

Dalam pengasingan itu Sultan Shafiuddin berbesanan dengan Bupati Soerabaja, R.A.A. Tjokronegoro IV (1863-1901) dimana putera mahkota Pangeran Timoer menikah dengan putri Bupati Soerabaja.

Setelah Sultan Safiudin diturunkan dari kesultanan, Belanda menyerahkan kedudukan itu kepada Rafiudin. Rafiudin yang kemudian dijadikan sultan ini tidak diakui oleh keluarga kesultanan. Dalam hal ini Heriyanti Ongkodharma Untoro dalam bukunya Kapitalisme Pribumi Awal Kesultanan Banten 1522-1684, mengatakan bahwa Rafiudin adalah sultan tanpa kedaulatan penuh.

Sultan Bupati Muhammad Rafiuddin sama sekali tidak ada hubungan dengan Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin – bukan Penerus Pemegang Pemerintahan juga bukan putra keturunan. Perlu dicatat sesudah penobatan Maulana Muhammad Shafiuddin pada 1808, tidak ada lagi penobatan Sultan lain sebagai Penerus Pemegang Pemerintahan Kesultanan Banten.

Sehingga menurut fakta tersebut Sultan Safiudin yang dimakamkan di Sentono Boto Putih Surabaya adalah raja Banten terakhir yang meninggal dalam pengasingan. Bukan Sultan Bupati Muhammad Rafiudin atau bernama asli Joyo Miharjo seperti yang tercantum di buku SJADJARAH SILSILAH SULTAN2 BANTEN DAN PUTERA-PUTERAā€¯ yang disusun oleh A. Ismail Muhammad (1960).

Dan pada akhirnya Rafiudin pun dibuang oleh Belanda ke Surabaya pada tahun yang sama dengan pembuangan Sultan Safiudin. Keduanya meninggal di Surabaya. Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin wafat dalam thn 1899, dimakamkan di Pesarean Agung Sentono Botoputih (Pemakaman Keluarga Bupati Surabaya). Di pusaranya tertulis dengan huruf Arab yang terjemahannya sbb : Ini kubur Sultan Banten Maulana Mohammad Shafiuddin Ketika lenyap almarhum pada malam Senen 3 Rajab 1318 H atau 11 November 1899. Sedangkan Rafiudin dikuburkan di Pemakaman Semut, dekat Stasiun Semut.

disarikan oleh :
Patih Dalem Kesultanan Banten.(ast/LLJ).