Biro Humas Banten Luncurkan Buku Tentang Eksistensi Adat Kasepuhan Banten Kidul

0
218

Serang,fesbukbantennews.com (20/12/2016) – Pemerintah Provinsi Banten melalui Biro Humas dan Protokol untuk kedua kalinya kembali meluncurkan buku pada tahun ini. Setelah buku pertama berjudul Jurnalistik Inspiratif karya Aries Ismail (ASN Pemprov Banten) beberapa bulan lalu, kali ini Biro Humas & Protokol meluncurkan buku berjudul ‘Berjuang Menegakkan Eksistensi, Komunikasi Politik Masyarakat Adat Kasepuhan Banten Kidul yang ditulis Abdul Malik (Akademisi), di Aula Universitas Serang Raya (Unsera), Kota Serang, Senin (19/12/2016).

Bedah buku eksistensi adat keseuhan Banten Kidul.
Bedah buku eksistensi adat keseuhan Banten Kidul.

Kepala Biro Humas dan Protokol Pemprov Banten Deden Apriandhi mengatakan, peluncuran dan bedah buku ini merupakan kerja sama antara Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi Banten dan Unsera. Deden berharap, kehadiran buku ini dapat menambah literatur dan referensi tentang banten, serta meningkatnya pemahaman tentang eksistensi, peran dan fungsi masyarakat adat yang diketahui bersama merupakan salah satu aset sosial yang sangat berharga di banten.

“Kami harapkan kehadiran buku ini menjadi motivasi bagi elemen masyarakat untuk melakukan kajian, pendokumentasian dan diseminasi informasi semua bidang bagi kemajuan banten. Saya mengapresiasi kepada saudara Abdul Malik yang berkenan memberikan naskah penelitian disertasi doktorna untuk dicetak oleh kami,” kata Deden.

Secara umum, lanjut Deden, masyarakat banten telah mengetahui bahwa penyelenggaraan acara Seren Taun oleh masyarakat adat kasepuhan banten kidul sebagai identitas budaya, namun demikian, banyak yang memahami bahwa dalam acara seren taun tersebut menempati posisi penting dalam proses komunikasi pembangunan.

“Buku ini akan memberikan pemahaman kepada kita bahwa seren taun merupakan strategi komunikasi yang bertujuan agar masyarakat adat banten kidul dilibatkan secara aktif dalam merumuskan arah pembangunan yang manfaatnya dapat dirasakan bersama, baik oleh pemerintah maupun masyarakat adat kasepuhan kidul serta masyarakat disekitarnya,” ucapnya.

Deden menambahkan, Pemprov Banten menyadari sepenuhnya bahwa komunikasi memiliki andil penting dalam pelaksanaan pembangunan. Karena sehebat apapun program pembangunan, jika tidak dikomunikasikan dengan baik maka akan sulit untuk berjalan optimal.

“Diperlukan kesepahaman antara pemerintah dengan seluruh unsur masyarakat termasuk kasepuhan banten kidul dalam menyebarluaskan informasi mengenai kebijakan, program kerja, kegiatan pembangunan dan pelayanan publik. Sebaliknya, pemerintah mendapat masukan dan aspirasi masyarakat tentang kebutuhan dan ekspektasi masyarakat terhadap program pembangunan yang dilaksanakan pemerintah,” harap Deden.

Sementara itu penulis buku yang juga Dekan FISIP Unsera Abdul Malik mengaku bangga dan apresiasi kepada Pemerintah Pemprov Banten yang telah menerbitkan karyanya dalam sebuah buku.

“Ini adalah anugerah yang indah karena naskah yang saya miliki ini dipersiais oleh Pemprov Banten dalam hal ini Biro Humas untuk diterbitkan. Buku ini punya banyak makna, terutama adat kasepuhan banten kidul. Distulah saya tertarik untuk membuat kajian apa itu adat kasepuhan,” kata Malik.

Menurutnya, Di Kabupaten Lebak masyarakat kasepuhan bukanlah masyarakat yang minoritas, berbeda denga adat suku baduy yang cenderung mengisolir. Mereka adalah masyarakat dengan jumlah anggota komunitas yang cukup besar dan tersebar di 10 kecamatan. “Dari total sebanyak 67 komunitas Kasepuhan yang mendiami wilayah Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, 57 komunitas kasepuhan di antaranya masuk ke dalam wilayah Kabupaten Lebak,” sebutnya.

Dalam Komunikasi Politik, kata Malik, masyarakat kasepuhan adalah masyarakat yang terbuka sehingga mereka memiliki berbagai akses dalam banyak hal, termasuk akses terhadap politik dan kekuasaan sehingga mampu menempati posisi-posisi strategis di level partai politik, eksekutif maupun legislatif, yang jika kepentingannya tidak terakomodir boleh jadi berpotensi untuk melakukan langkah lain.

“Sebut saja misalnya, memisahkan diri dari wilayah Kabupaten Lebak, dan ini menjadi kerugian tersendiri bagi pemerintah daerah. Apalagi masyarakat Kasepuhan dikenal pula sebagai masyarakat yang solid dan kompak, memiliki tingkat kepatuhan begitu tinggi terhadap para sesepuhnya (ketua adat). Sehingga apa yang dilakukan dan diperintahkan oleh para sesepuh, akan dipatuhi oleh masyarakatnya. Dalam konteks ini stabilitas daerah menjadi penting untuk dijaga. Adapun salah satu upaya menjaga stabilitas tersebut adalah dipenuhinya tuntutan mereka tentang perda kasepuhan oleh Pemkab Lebak yang diterbitkan tahun 2015 lalu,” ungkap Abdul Malik

Senada dengan Henriana Hata Sekretaris Adat Kasepuhan Cisungsang, menurutnya, keberhasilan masyarakat Kasepuhan memperoleh pengakuan dari negara, mendapat apresiasi positif dari banyak kalangan. Sejumlah pihak menilai bahwa masyarakat Kasepuhan Banten Kidul adalah sedikit dari masyarakat adat di Indonesia, yang solid dan kompak dalam memperjuangkan eksistensinya. Apresiasi serupa diberikan kepada Pemerintah Daerah dan DPRD Lebak yang memiliki komitmen dan keberpihakan terhadap masyarakat adat.

“Ada istilah kalau negara tidak mengakui kami, maka kami tidak akan mengakui negara. Karena sebelum negara ini ada, adat kasepuhan ini sudah ada. Intinya kami ingin mendapatkan pengakuan dari negara, bentuknya adalah dalam Perda dan semacamnya,” kata Henriatna. (hmsBanten/BukanADV/LLJ).